Mempertanyakan perasaan (Nalen)

1724 Kata
Sisil diam, sejak kejadian di mana dirinya tadi mengobrol dengan tante Ranti membuat dirinya sadar bahwa penyakit mental yang ia alami sekarang inj semakin memburuk, bahkan mungkin memang semakin bahaya juga. Dan itu cukup membuat Sisil sedikit sedih ternyata, dengan ia yang bisa di bilang hampir gila sekaligus skarat saja Angga masih tidak peduli dengannya sama sekali dan itu cukup menyakitkan bahwa Sisil sadar dengan salah satu fakta itu sekarang. Memang, sepertinya memang Sisil ini di takdirkan untuk hidup sendiri di dunia tanpa ada orang tang memperdulikannya sama sekali, karena jujur itu cukup membuat Sisil menyerah untuk menjalani hodup yang semakin hari semakin tidak jelas dan menyakitkan untuknya. Jadi untuk apa dirinya hidup sekarang? Kelurga tidak ada, sahabat tidak ada, bahkan semangat di dalam dirinya saja sudah tidak ada. Maka dari itu cukup sudah Sisil untuk bertahan bukan? Bahkan rasanya Sisil sesikit menyesal kenapa dia tidak langsung mati saja, buat apa jika dirinya sudah skarat masih di suruh untuk hidup? Apa yang akan dia jalani lagi? Memang ada kebahagiaan yang akan menanti di kehidupan yang akan mendatang nanti? Tidak? Tidak ada, semuanya sudah hilang dan itu cukup membuat Sisil lelah dengan hidupnya setiap haru bahkan di seperkuan detiknya. Menyebalkan memamg. “Hai Sil,” Suara seseorang masuk ke indera pendengarannya, dan itu langsung membuat Sisil yang tadi melamun dengan pandangan kosong dengan posisi dudukny di atas ranjang rumah sakit sedikit terkejut saat kedua indera pendengarannya mendengar suara seseorang. Kepalanya menoleh, kemudian kedua matanya menangkap sesosok seseorang yang selama ini ia sukai dalam diam. Iya, itu Nalen. Siapa lagi kalau bukan Nalen kan? Laki-laki itu tersenyum lembut ke arah gadis itu yang tengah menatapnya heran karena jujur, Sisil sedikit bingung kenapa Nalen bisa ada di sini? Atau jangan-jangan ia pun juga tahu perihal penyakit mental yang tengah rasakan sekarang? Astaga! Apa lagi sih ini? “Nalen? Kenapa bisa ada dI sini?” Tanya Sisil bingung, gadis itu sedikit membenarkan posisinya sekaligus kedua tangannya membenarkan rambut panjangnya yang tidak karuan, terkesan acak-acak karena ia lupa juga tidak membawa ikat rambutnya. Tapi, ayolah! Orang pingsan mana ada kepikiran buat bawa ikat rambut sih? Heran banget. “Bisa dong,” Jawabnya sebari menarik bangku yang tidak jauh dari sana lalu kemudian tubuhnya ia jatuhkan di atas bangku tersebut. “Apa sih yang gak tahu tentang lo?” Lanjutnya lagi dengan nada bercanda dan itu cukup membuat Sisil sedikit terkekeh pelan mendengarnya. “Geli banget,” Celetuk Sisil keki. “Serius, lo tahu dari mana gue masuk rumah sakit?” Tanyanya memastikan sebari menatap lurus wajah tampan Nalen yang selalu ia sukai setiap harinya. “Dari Reon, siapa lagi emang? Kan selama ini lo tinggal bareng sama dia kan?” Tembaknya langsung tanpa basa-basi dan itu bisa terlihat bahwa Sisil sedikit salah tingkah dan terkejut dengan tuturan yang abru saja Nalen ucapkan kepadanya. “Gue gak tinggal bareng kali sama dia,” Jawab Sisil sebari terkekeh pelan, “Perlu di garis bawahi ya, tinggal bareng sama numpang tinggal tuh beda loh,” Kata Sisil lagi. “Lagian, Reon cuma minjemin apartemennya ke gue biar gue ngerasa tenang aja kok. Gak lebih,” “Oh iya, by the way Reon mana? Kok cuma lo yang keliatan?” Lanjutnya lagi sebari pandangannya mencari ke sana ke sini untuk melihat sesosok Reon. Tumben? sejak kapan Sisil peduli dengan kehadiran laki-laki itu? Apa karena selama ini mereka sering bersama dan itu berdampak oleh Sisil? Hah! Tidak masuk akal rasanya. Nalen tertawa kecil, “Gue bercanda kali, panik amat,” Katanya bercanda. “Tumben banget nyari Reon, udah baper berarti sama dia?” Sisil langsung menoleh, gadis itu sedikit tertawa mendengar tuturan yang di ucapkan Nalen. “Apa?” Sisil tertawa menggelengkan kepalanya tidak percaya. “Salah ya gue ngei Reon? Nyari juga bukan berarti baper kali Len sama tuh anak,” Nalen menaikkan kedua pundaknya, “Ya kan siapa tanu, karena lo berdua akhir-akhir ini bareng-bareng. Apa gak semakin deket hubungan kalian berdua?” Pancing Nalen lagi dan itu cukup membuat Sisil mengerutkan keningnya kemudian tertawa kecil. “Apa sih, gak jelas banget,” Nalen ikut tertawa, lalu kedua sorot matanya tidak sengaja menatap ke arah makanan yang masih awet di meja sebelah kasur yang tengah di tempati oleh gadis tersebut. “Lo belum makan?” Tanya Nalen memastikan. “Kok makanannya awet begini?” Sisil mengekori pndangan Nalen, kepalanya ia anggukan pelan, “Iya, lagi belum laper aja,” “Gue suapin deh, mau gak?” Tawar Nalen. Dan Sisil sedikit diam dan berfikir sejenak, kemudian kembali mengangguk sebari memberi jawaban kepada laki-laki tersebut, “Boleh, tapi pelan-pelan ya. Gak terlalu laper soalnya,” Nalen mengerti, kemudian tangannya mengambil nampan yang berisi makanan, di sana ada beberapa buah dan tentunya menu sore ini adalah soto ayam dengan nasi yang sedikit lembek. Ya namanya juga makanan khusus pasien, gak kaget juga kalau memang modelannya aneh begini. Dan lagi hal kaya gini juga adalah hal yang lumrah sekaligus biasa bukan? “Yakin nih mau makan ini aja?” Tanya Nalen lagi saat dirinya memperhatikan menu makanan milik Sisil. “Gak mau gue beliin di luar? Biar lo mood makan gitu. Contohnya gue beliin hokben atau minimal ayam KFC ke, gimana? Mau?” Sisil terkekeh pelan, “Gak perlu repot-repot. Gue makan ini aja kalia Len,” Nalen pun akhirnya diam, menuruti apa yang Sisil katakan, dalam diam yang tengah menyelimuti mereka berdua akhirnya laki-laki tersebut pun menyuapi Sisil secara perlahan sekaligus pelan-pelan. Penuh dengan rasa kehati-hatian juga, Nalen memberinya huapan per-huapan sedikit-sedikit agar gdis tersebut aman makan malam di tengah-tengah rasa malasnya seorang Sisiliya. Sebenarnya mereka juga sedikit canggung, jangankan Nalen bahlan Sisil juga sebenarnya salah tingkah saat ini, ia pun berusaha mati-matian untuk bersikap bisa saja sebagaimana sekarang ini dirinya pengen sekali berteriak kesenangan akibat kedekatan Sisil dan Nalen malam ini. Seandainya kalau memang ada Nabil, mungkin gadis tersebut aakan terus menjahili mereka berdua tau semacamnya karena ia tahu bagaimanan perasaan Sisil terhadap laki-laki yang ada di hadapannya ini. Sedangkan Nalen, laki-laki tersebut toada hentinya kenatap lurus ke arah wajah cantik Sisil yang sedikit pucat itu, sebagaimana memang terlihat dengan look seperti itu. Tetapi aja di mata dan pandangannya Sisil selalu cantik. Gadis itu selalu cantik apa adanya bagi Nalen dan dia selalu menyukai itu setiap harinya. Memang, memang Nalen mungkin di anggap oleh kalian bahwa Nalen tidak punya pendirian bukan? Ya memang seperti itu lah Nalen, tidak sekarang dan waktu ini saja. Bahkan dulu pun dirinya begitu saat dirinya masih bersama dengan Jeje. Banyak yang belum tahu tentang hubungan Nalen dengan gadis bernama Jeje itu, sebagaimana di depannya terlihat bahwa Nalen sangat mencintai gadis tersebut, tapi tidak dengan komitmen di hubungan itu hanya karena Nalen yang sedikit tidak mempunyai komitmen sama sekali di sana. “Sil,” Panggil Nalen pelan namun laki-laki itu masih sibuk dan telaten menyuapi Sisil dengan rasa sayangnya yang ia miliki separuhny untuk dirinya. “Ya?” Jawabnya langsung. Nalen sedikit berdehem pelan, “Lo…….masih suka sama gue?” Tanyanya sebari menyodorkan satu sendok terakhir soto ayam tersebut ke arah mulut Sisil. Sisil memajukan kepalanya untuk menerima suapan terakhir itu dari Nalen, dan melahap makanan tersebut dengan pelan karena pikirannya sekarang ini sedang berfikir sejenak dan berfikir pelan perihal apa yang baru saja di tanyakan oleh Nalen kepadanya. “Minum dulu aja deh,” Suruh Nalen sebari memberi satu gelas air putih, Sisil langsung menerimanya dan meminum secara pelan dan menghabiskan di dalam setiap tegukkannya. “Makasih,” celetuk Sisil lalu kemudian ia tersenyum kecil ke arah laki-laki yang juga tengah menatap kepadanya juga. Mereka berdua terdiam, belum lagi ada pembicaraan santai seperti halnya tadi di saat Nalen memasuki ruangan kamar milik Sisil di jam malam dan berkunjung kenetulan ia juga sudah siuman beberapa jam yang lalu. “Gimana?” Tanya Nalen yang menghela nafas panjang dan memecahlan keheningan di antar mereka berdua. Dan Sisil pun memoleh menatap laki-laki tersebut dengan tatapan heran kepada Nalen dan penuh dengan kebingungan. “Gimana apanya?” Tanya Sisil tidak paham, lalu ia sedikit membenarkan posisi duduknya agar bisa sewenang-wenang dan nyaman untuk berbicara dengan Nalen sekarang ini. Mendengar Sisil seperti itu membut Nalen harus bersabar lalu tersenyum kecil ke araH gadis tersebut, baiklah. Bersabarlah semua memang tidak semudah yang Nalen harapkan bukan? Nalen sedikit memajukan duduknya lalu kembali menatap lurus dengan tatapan datar ke arah gadis yang tengah di hadapannya selarang ini. “Jawaban soal tadi?” Tanya Nalen memastikan lagi. Sisil diam, bingung harus menjawab seperti apa karena jujur ini bukan waktu yang pas sebenarnya untuk membahas perihal perasaan saty sama lain bukan? Karena memang sebenarnya ada yang ingin ia bicarakan dengan Reon. Ya walaupun itu hanya sebagai alasna untuk menghindar pertanyaan yang di lontarkan oleh Nalen barusan. Sampailah di saat Mereka di sebuah portal. Di mana ini di sana ada penentuan dari salah satu mereka. "Membunuh atau di bunuh" "Memfitnah atau difitnah" "Tusuk atau menusuk". Disinilah penentuan yang kesungguhan dari mereka semua. Di mana hanya ada satu yang terbaik di banyakmya semua orang dan mampu mendapatkan kekuatan penyihir tersebut. Seperti yang penulis tuliskan suatu hal mengenai kerajaan diamond yang jaya pada masanya dulu hingga sekarNg. "Di kerajaan Diamond tersebut ada yang terputih d iantara yang terhitam. Ada yang terbijaksana di antara yang terlemah, dan ada yang terbaik diantara yang tertindas" Juga satu kunci yang diberi oleh si penulis. "Tempat di mana hal yang sesungguhnya di mulai dan tempat di mana hal baru di mulai tapi tidak dengan sebuah ikatan baru yang di mulai" “Intinya, yang ngebuat semua jadi rumit ya nyokap lo, semua salah nyokap lo!” “Apa lo bilang?!?” “Budeg?” Laki-laki dengan perawakan tinggi itu berdecak pelan, memaki dalam hati kepada gadis berambut coklat dihadapannya itu. Galen tidak bisa membantah, karena bagaimanapun yang di ucapkan Ghea ada benarnya. Seandainya perlakuan ibunya dimasa lalu tidak berdampak bagi mereka berdua di masa depan, mungkin Galen dan Ghea tidak akan merasakan kerumitan ini bersama untuk menyelesaikan masalah diantara keluarga mereka berdua. Ini bukan kisah hidup yang penuh dengan kekuasaan, kekayaan dan kebahagiaan. Ini hanya kisah dari dua orang manusia yang bernama Galen dan Ghea, dua orang yang hanya hidup dengan sederhana namun hobi membuat keributan di sekolah. Manusia-manusia yang mempunyai kepribadian yang sama tapi bukan terlahir dari orang sama dan mereka mengharuskan berjuang untuk menyelesaikan masalah dari keluarga mereka berdua yang di buat dimasa lalu. Akan tetapi dibalik masalah itu juga, ada cinta yang harus diperjuangkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN