Sisil Siuman

1736 Kata
“Gue tahu Vid,” Jawab Reon sebari menoleh ke arah David dengan senyuman kecilnya. “Gue tahu maksud lo ngomong begini ke gue agar tidak terlalu menutup diri, bahkan jangan terlalu memaksakan kehendak,” Lanjut Reon lagi. “Tapi, emang apapun gak bisa gue rubah,” “Pertama, sekarang ini hanya ada Nalen di hati Sisil. Kedua? Apapun gue berusaha untuk mendapatkan Sisil juga itu bakal kalah dan seandainya gue emang bisa. Bakal ada satu momen nanti ke depannya yang akan memperburuk keadaan mental gadis itu, mangkanya itu alasan yang jelas kenapa gue gak mau untuk menggantikan posisi Nalen di hati sisil sebagaimana gue tahu sebrengsek apa tuh cowok,” Reon terkekeh pelan, “Ya gitu-gitu juga tuh anak sahabat gue sih,” Reon kembali menoleh ke arah David dan menatap ke arah laki-laki itu. “Lo…..Suka juga kan sama Sisil?” Tebak Reon langsung dengan tanpa basa-basi bahkan terkesan to the point. “Eh?” Mendengar hal tersebut sangat amat membuat laki-laki bernama David itu cukup terkejut. Tunggu, sejak kapan dirinya tahu tentang perasaannya kepada Sisil? Sejauh ini yang tahu hanya Nalen dan baru hari ini juga tuh anak tahu apa yang ia rasakan kepada Sisil yang sebenarnya. “Lo tahu dari mana?” Tanyanya heran sekaligus penasaran, mendapat lemparan pertanyaan seperti itu dari David jelas malah membuat Reon tertawa kecil sebari menepuk pundak laki-laki tersebut pelan. “Gak tahu dari mana-mana, nebak sendiri aja,” “Si anjir! Haha!” Tawa David dan tawanya itu pun di susul oleh Reon juga. “Sorry,” Celetuk David tiba-tiba setelah mereka berdua tertawa di koridor rumah sakit sekitar beberapa detik saja. “Sorry buat apa?” “Ya Sorry gue suka sama Sisil, tapi Re gue mohon lo jangan bilang masalaah perasaan gue ke Sisil terutama. Karena gue gak mau hubungan pertemanan gue sama dia rusak cuma karena perasaan sialan gue yang entah kapan muncul begitu aja,” Pinta David dan itu justru membuat Reon menganggukkan kepalanya. Ya, dia tahu. Dia paham bahkan laki-laki itu mengerti dengan situasi yang ada karena sejujurnya semua perasaan pasti akan menimbulkan masalah yang ada bukan? Seperti yang baru saja di katakan oleh David kepadanya. Ia tahu, bagaimana pertemanan atau persahabatan rusak hanya karena perasaan yang tumbuh di antara perasaan kedua manusi adam dan hawa tersebut. Perasaan yang muncul tanpa permisi namun akan tetapi bisa menjadi racun untuk hubungan pertemanan itu, ya walaupun terkadang memang ada yang berhasil karena perasaan seseorang tidak ada yang tahu dan tidak ada yang bosa di atur terkecuali diri sendiri bukan? Maka dari itu Reon mengiyakan permintaan David, walaupun ia tahu bahwa apa yang di ucapkan laki-laki itu pasti akan terucap lagi suatu saat nanti dan lebih tepatnya terucap semdiri kepada orang yang di tuju. Iya, hanya menunggu waktu saja dan Reon tidak ada hak untuk marah yang tidak mendasar dalam hal ini. Yang ada ia kembali bersyukur bahwa Sisil di kelilingi oleh orang-orang yang sayang penuh dengan rasa ketulusan di sekitarmya dan itu cukup membuat dirinya sangat tenang, walaupun hanya sementara. “Lo gak ada hal minta maaf sama gue kali Vid,” Celetuk Reon lagi. “Gue bukan siapa-siapanya Sisil juga, posisi kita berdua tuh sama. Sebatas penganggum dan hanya bisa menyukai namun tidak bisa memiliki karena di dalam dirinya ada seseorang yang Sisil inginkan yaitu bukan salah satu di antara kita berdua,” Jelas Reon lagi dan itu cukup menampar dirinya bahkan mampu membuat David sadar bahwa perasaan ini akan kalah dengan si pemilik hato yang sudah sejak awal tertata rapih di sana, siapa lagi kalau bukan Nalen? “Nalen beruntung ya? Di sukai, di sayangi, di cintai sama cewek yang daya tarik ya berbeda dari semua orang. Dan itu cukup ngebuat gue sedikit iri sebenarnya,” David menoleh ke arah Reon. “Kadang lo juga ngerasa gitu gak sih? Karena secara lo udah jadi penggemar rahasia Sisil selama hampir kurang lebih tiga tahun,” Reon tertawa mendengar tuturan David yang seperti itu, rasanya malu saat laki-laki tersebut menyadari hal yang sebenarnya ia rasakan selama ini. “Iya, gue kadang ngerasa iri di beberapa waktu kslau inget sama hal kaya gitu,” Jujur Reon kemudian menyenderkan tubuhnya. Iya, itu benar. Dari semua yang ada Reon kadang memang pernah meraskaan iri kepada Nalen. Siapa juga sih yang tidak pernah merasa iri kalau orang yang dia cintai matanya selalu tertuju kepada orang Lain? Itu adalah sesuatu yang sangat menyakitkan untuk di lihat bahkan di sadari secara fakta bahwa memang bukan Reon yang ia cintai. Dan Reon hanya bisa apa? Ya dia tidak bisa melakukan hal lebih atau semacamnya. Reon hanya bisa diam di tempat sepi sorang diri sebari merenungi kehidupannya yang benar-benar tidak adil. Bukan dalam hal percintaan saja, pada kehidupan dirinya pribadi saja tidak ada keadilan bahkan keberuntungan sama sekali. Reon tersenyum kecil menyadari hal itu, hah! sungguh menyedihkan kalau di pikir-pikir lagi olehny “Sejak awal, gue tuh selalu gak pernah peduli dengan sesuatu yang di alamin di kehidupan gue. Sampai ada di momen Sisil datang ke sekolah jadi adek kelas dan gue tertarik sama dia hanya karena sekali lihat saja,” “Terus saat tahu bahwa yang dia suka bukan gue melainkan sahabat gue, di situ gue ngerasa di tampar oleh satu fakta yang sangat menyakitkan bagi gue kala itu,” “Demi Tuhan Vid, dari dulu gue tuh gak tertarik sama yang namanya cinta,” kekeh Reon yang ntah kenapa menceritakan cerita konyol ini kepada laki-laki yang di sebelah tu uhnya sebari mendengar apa yang ia katakan. “Sebagaimana banyak cewek yang deketin gue lah, kode secara terang-terangan, dan parahnya lagi ada yang nembak gue di depan umum hanya karena mereka percaya diri banget bakal gue terima karena paras wajah cantiknya,” “Dan setelah dia ungkapon perasaannya, confess tanpa punya rasa malu bahkan sungkan atau apalah itu tanpa mikir panjang atau nggak minimal mikir jawaban gue lah pada saat itu, tapi pas gue jwab enggak dan gue jelasin alasannya P. Baru deh mereka bersikap seakan-akan gue yang b******k di sini,” “Itu bukan hal sekali atau dua kali. Bahkan sering di mana gue masih jadi penggemar rahasia Sisil pun masih ada juga yang begitu haha,” Reon menarik nafas panjang, tidak membalas tatapan David yang sebenarny sudah sejak tadi fokus menatapnya sebari menedengarkan curhatan Reon yang mengalir begitu saja. “Tetapi di saat Sisil datang dan di saat itu juga cuma Sisil yang tidak tertarik sama kehadiran gue, di situ gue merasa kek ada yang aneh. Kurang bahkan kek…….sulit di mengerti juga,” “Pasti pikiran lo saat itu adalah “Napa nih cewek gak tertarik sama gue sih?” Ya kan?” Tanya David sebari membayangkan momen itu. Reon tertawa sebari menganggukan kepalanya pelan, “Iya bener, gue waktu itu ngerasa heran napa nih anak cuek bebek banget ke gue. Pas gue telusuri ternyata emang incaran cowoknya bulan gue melainkan Nalen,” “Yaudah, gue kek merasa bisa merasakan cewek-cewek yang selama ini gue tolak mentah-mentah begitu saja tanpa mikirin perasaan mereka semua bagaimana. Jatuhnya karma gak sih?” Tanyan Reon kepada David. Baru saja berniat untuk menjawab Reon kembali membuka suaranya. “Iya, mau itu karma atau bukan gue nerima dengan lapang d**a kok. Karena bagaimana pun karma memang sekalu ada di mana pun dan kapan pun tinggal nunggu waktu yang sudah di tentuiin kapan, maka dari itu gue gak akan marah-marah kaya orang gila atau gak emosi gak terima kalau gue di tolak sama Sisil, karena mungkin ini karma gue,” Jelas Reon sebari diam tanpa menoleh lagi ke arah David yang hanya diam sekaligus m mendengarkan ucapan laki-laki tersebut. . . . Sisil membuka kelopak matanya secara perlahan, pandangannya melihat ke arah langit-pangit kamar yang asing baginya. Tunggu? Ini dimana? Dan satu lagi, kenapa hidungnya seperti di beri alat bantu pernafasan juga? Ada apa ini sebenarnya? “Hey Sisil? Sudah bangun?” Tanya Ranti dengan papan kertas yang ia bawa. Wanita berkepala empat itu tersenyum lega melihat gadis yang di cintai oleh anak laki-lakinya itu sudah siuman sejak opname hampir tiga jam lebih dari perkiraan. “Tante Ranti?” Suara serak itu terdengar ke penjuru ruangan lalu Sisil saat berniat untuk bangkit dari posisi tidurnya, dengan cepat sekaligus sigap Ranti segera menahan gadis itu agar tetap diam di sana dan posisinya jangan berubah. Karena bagaimana pun kondisi Sisil masih belum stabil sama sekali. “Duduk aja sayang, jangan banyak gerak,” Suruh Ranti dengan nada lembutnya kemudian Sisil menuruti perintah itu tanpa mengeluarkan sepatah kata pun sama sekali dari mulut tipisnya. “Aku kok bisa di rumah sakit ya Tan? Ada apa?” Tanya Sisil dengan rasa penasaran yang sudah menyelimuti perasaannya sekarnag ini. “Reon yang nemuiin kamu pingsan di depan rumah kamu,” Jawab Ranti sebari mengelus pelan ujur rambut Sisil yang di biarkan terurai itu. “Aku? Pingsan? Kok bisa? Aku kan bukan tipikal orang yang sering pingsan juga,” Ranti terkekeh pelan mendengarny, memaklumi sikap kepolosan gadis itu karena ia benar-benar tidak mengetahui apa efek samping penyakit mentalnya jika tidak meminum obat tepat waktu atau terlebih lagi kalau gadis tersebut tidak meminumnya sama sekali,” “Ya bisa cantik,” Ucapnya masih dengan membelai ujung kepalanya. “Lagian tante mau nanya,” Ranti menjatuhkan tubuhnya tepat di bangku pasien yang sudah tersedia di dalam ruangan. “Tante mau nanya apa ke aku?” “Nanya tentang masalah obat kamu,” Senyuman kecil itu terlihat. “Sisil gak minum obat berapa lama?” Sisil diam, gadis itu tidak menjawab karena masih mengingat hal yang harusny ia ingat. Kemudian beberapa detik setelah berfikir akhirnya Sisil ingat sedikit. “Mungkin sekitar lima atau enam harian tan, aku gak minum obat karena lupa,” Jawab Sisil jujur dengan rasa takut sedikit di yang muncul di dalam dirinya. Ranti menganggukan kepalanya mengerti, “Pantesan dampek drop gini badannya,” Celetuk Ranti namun tidak membuat Sisil mengerti. “Tahu gak? Kenapa Sisil bisa masuk rumah sakit begini? Bahkan sampai rawat inap?” Kata Rantin lagi sebari memegang jari-jari mungil kilik Sisil yang masih ada jarum ingus di sana. Sisil menggelengkan keplanya pelan, tidak menjawab apapun melainkan menunggu lanjutan jawaban dari tante Rinta di mana beliau adalah ibu dari laki-laki bernama Reon. Ranti menghela nafas panjang, “Kamu bisa masuk rumah sakit gini karena kamu gak minum obat kamu sayang, mangkanya sendi-sendi yang ada di tubuh kamu alhasil terserang karena di saat kamu sedang emosi atau menahan emosi gak ada yang bisa alihkan atau di redakan.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN