Nalen dan Reon

1511 Kata
Sisil berjalan guntai saat keluar dari ruangan BK, sedangkan David yang melihat perubahan wajah Sisil hanga menghela nafas kasar. "Kok tiba-tiba muka lo tekuk sih? Sedih lagi nih ceritanya? Gara-gara omongan pak Anwar barusan ya? Tanya David to the point. Sisil diam tidak menjawab, sambil menggerakan kakinya pelan Sisil memilih diam karena ia hanya tidak ingin dia menangis lagi seperti saat malam kematian Nabil kemarin, yang membuat David berusaha mati-matian menghiburnya. Sisil mendongak dan melihat ke arah David lalu tersenyum simpul dan menggeleng untuk menunjukan bahwa dia baik-baik saja. "Gue peluk ya?” Tawar David yang mampu membuat Senyuman Sisil luntur seketika saat mendengar ucapan laki-laki itu. Tawaran yang akan membuat dia nangis sejadi-jadinya. Genangan-genangan air mata tiba-tiba saja ingin mendesak keluar. Sisil tersenyum paksa, merutuk dalam hati karena air mata dan perasaannnya saat ini tidak bisa di ajak kompromi sejenak. David mendekat, memegang kedua bahu Sisil lantas memeluknya. Memeluk erat dan membiarkan Sisil menumpahkan semua kesedihan yang ia rasakan dan Sisil menangis sekencang mungkin di pelukan David. Tangannnya tertuntun membalas pelukanya dan memegang erat, Beruntung lorong koridor masih sepi karena belum waktunya jam pulang, jadi ia bisa leluasa menangis kencang tanpa orang lain melihat. "Kapan sih gue bahagia? Dan kapan juga gue gak ngerasa kesepian lagi?" ujar Sisil. Hati David mencelos seketika mendengar ucapan Sisil. David paham bahwa selama ini Sisil hanya Sandiwara untuk kenutupi sekua kesedihannya, benar kata pak Arwan saat beberapa menit yang lalu. Masalah dan perasaan hatinya ia pendam sendiri, David mengelus rambut Sisil pelan dan mencium puncak kepala gadis itu tanpa permisi, entah Sisil sadar atau tidak itu urusan nanti. Tetapi seperti ya Sisik tidak merasakan kecupan itu. David tahu bahwa dia lancang, tapi gerakan itu hanya reflex untuk menbuat Sisil tenang. "Mau pulang? Pak Anwar tadi ngizinin kita pulang duluan kan? Gimana? Mau?" David meengurangi jarak pelukan di antara mereka berdua sedangkan Sisil menghapus air matanya dengan kedua tangannya. Sisil mengangguk mengiyakan, “Tapi beli nasi uduk dulu ya?” Rengeknya pelan. David terkekeh gemas, “Iya, pasti!! ••••••••••••••••••• Sesuai ucapan Reon kepada Kevin semalam bahwa ia dan Nalen akan membicarakan hal yang harus mereka berdua luruskan, sepertinya memang sekarang waktu yang pas untuk mengobrol. Sore, setelah semua teman kelasnya pulang dan hanya mereka bertiga di sini membuat keheningan menyelimuti di antara mereka bertiga, dan Nalen tidak suka dengan hal ini. Laki-laki itu membuang nafas kasar, “Udah deh, gue capek kaya bocil kek gini terus tiap hari,” Celetuk Nalen setelah mereka hampir berdiam diri sekitar sepuluh menitan. Reon dan Kevin langsung menoleh ke arah Nalen, menatap laki-laki itu dengan raut wajah datar. “Udah Re, lo langsung ngomong aja sekarang. Lo mau apa dan gue kudu gimana. Biar lo puas dan gak diemin gue terus,” Jelasnya lagi. Reon masih menatap Nalen datar sekitar sepuluh detik, kemudian menghirup nafas di sekitarnya sekilas. “Gue gak akan maksa lo kok Len, tapi yang je-“ “Gak usah basa-basi, biar gue tebak,” Potong Nalen sebari merubah posisi duduknya, “Lo pengen gue ngdate kan sama Sisil?” Tanya Nalen lagi. Berniat untuk menjawab, Nalen sudah langsung membuka suara lagi. “Okay! I’ll take it,” Jelasnya langsung dengan nada tegas. Kevin melotot mendengarnya, laki-laki itu langsung menegakkan posisi tubuhnya dan berusaha sedikit menenangkan Nalen agar ia mendengar penjelasan Reon, tetapi sayangnya Nalen bukanlah tipikal orang yang senang untuk bertele-tele yang seperti Kevin pikir. Reon menaikan sebelah alis matanya, “You sure?” Tanya Reon memastikan. Nalen menganggukan kepalanya mantap, “Yap! Biar lo puas,” Sarkasnya. “Ah! Sebagimana kondisi dia bipolar?” Lanjut Reon dengan raut wajah yang terkesan meremehkan Nalen. Nalen menatap ke arah Reon dengan tatapan datar juga. Tunggu! Bipolar? Maksudnya Sisil Bipolar? Baiklah, itu memang cobaan untuk Nalen mungkin. Yang jelas laki-laki itu benar-benar akan menuruti semua keinginan sahabatnya. Urusan nanti gimana ke depannya, yang jelas ia dan Reon berbaikan. Itu saja tujuan Nalen sekarang. Nalen sedikit mengangguk ragu. “Okay,” Kata Reon. “Jadi bisa di bilang hubungan lo sama Jeje sudah selesai kan?” Tanya Reon lagi. Nalen menghela nafas putus asa, “Iya, gue sama Jeje selesai,” Reon mengangguk, “Len,” Panggin Reon membuat Nalen langsung menatap lurus ke arah laki-laki itu. “Gue tahu kemauan gue ini mungkin merepotkan dan merugikan lo, tapi untuk sekarang ini gue akan ngelakuiin hal ini ke diri lo untuk yang pertama dan yang terakhir kalinya,” Jelas Reon dengan senyuman tipisnya yang kembali tertuju kepada Nalen. “Dan juga gue yakin, kalian berdua bertanya-tanya kan dengan isi kepala gue yang terkesan aneh sekarang?” Reon terkekeh pelan. “Ada kalanya kalian berdua tahu, bukan sekarang. Tapi nanti,” “Yang jelas, satu permintaan gue sekarang cuma itu. Just give her happiness,“ Mohon Reon kepada Nalen. •••••••••••••••••••• “Bokap lo kapan balik sih? Tekor gue lo nginep mulu di rumah. Liat tuh! Cemilan gue yang di kulkas aja lo habisin! Nih liat kamar gue juga lo berantakin mulu. Udah tau ada kamar tamu, maunya tidur di kamar gue. Dari pada tidur di bawah pake kasur kecil mending di sono enak empuk kasurnya " Omel Sisil kepada David. Padahal ya, di sekolah tadi Sisil udah nangis termehek-mehek atas kesedihan mendadaknya yang lagi kumat akibat kerinduannya kepada Nabil. Sekarang udah ngomel-ngomel lagi kaya macan kelaparan yang belum makan seminggu, susah memang kalau udah berhadapan sama manusia model begini apalagi kalau udah nyaman. Susah mau jauh juga. Dan David hanya tertawa mendengar ocehan Sisil, boro-boro mau tersinggung. David aja tipikal orang yang masuknomongan ke telinga kanan keluar ke telinga kiri, alhasil sia-sia juga Sisil ngomel kepada laki-laki tersebut. Memang dua hari menginap di rumah Sisil hampir semua makanan Sisil yang di belinya di Supermarket ludes di makan olehnya seorang. Bagi David Food is number one jadi kalau tidak ada makanan dia bisa merengek atau meraung-raung mencari makanan. Masalah ia tidak ingin tidur di kamar tamu karena AC, di sana tidak sedingin AC di kamar Sisil jadi David memtuskan tidur di kamar Sisil dengan alasan lebih nyaman ketimbang di kamar tamu. Lebih tepatnya sih di lantai dengan di lapisi kasur kecil yang ia ambil di kamar tamu. "Makan lagi yuk! Bikin mie kek apa kek, nasibuduk yang tadi kita beli kurang Sil. Gue laper lagi sekarang! Mumpung Bi eem baru aja belanja," Rengek David. "Tuh kan tuh! Perut lo ke buat dari apa sih! " heboh Sisil lagi. David berdesis, “Ck! Banyak bacot plus bawel lo," David beranjak dari sofa berwarna pink di kamar Sisil dan melangkah ke arah kasur Sebentar dan menarik lengan Sisil untuk bangkit dari kasurnya. "Ayo ke dapur, kita liat Bi eem lagi bikin apaan." Sambung David dengan paksaan. Sisil memutar bola matanya lalu mendengus. "Untuk sekarang, sekali makan di rumah gue lo kudu bayar gocap! Gak mau tau gue!" David melepaskan tangan Sisil dan menoyor kepala Sisil pelan. "Lu sakit ya? sama aja gue makan di restoran mahal dong?" "Buset dah! Gocap masa mahal? Lo tahu kan gocap berapa? lima puluh ribu Vid. Murah tuh! Masa lo gak mampu juga gue tembak harga segitu?" "Anju!! Songong banget lo! Dompet bisa –bisa jadi tipis nanti gue kalau di tektor begotu harganya,” David masih tidak terima dengan perihal peraturan yang baru saja Sisil buat dengan asal. "Nah kan? dramatis! Kaya yang gak pernah makan sampek ngeluarin duit segitu lo mah,“ Jelasnya menyerah “Awas ah! gue mau kedapur! Bye!” ucap Sisil lagi sambil menuruni anak tangga. David tertawa lalu mengikuti Sisil ke dapur juga. "Bi masak apaan?“ Tanya Sisil antusias, Bi eem menoleh dan tersenyum sambil menaruh masakannya ke meja makan. "Ini non, bikinin ayam kecap. Mumpung Den Angga ada di rumah, ini kan makanan kesukaan kalian berdua," Jelasnya sambil membenarkan meja makan dengan beberapa makanan yang ada di atas meja tersebut. "Serius Bang Angga ada di rumah? Terus sekarang dia ada dimana?" Ucap Sisil antusias. "Iya nih non, tadi minta di bikinin ayam kecap soalnya. Ada di kamar mungkin non," jawab Bi eem sambil mengambil teko air minum di dapur untuk ia taruh di atas meja makan. David yang melihat makanan yang sudah siap itu tanpa di suruh langsung duduk di salah satu bangku yang ada di sana, dan siap mengambil kerupuk udang yang Bi eem taruh tadi. " Oh iya bi! Tolong jagaiin tikus satu. Jangan sampai ngecomot makanan sebelum Sisil sama bang Angga ke sini,” Teriak Sisil lalu berlari menuju kamar Angga. David tersentak mendengar perkataan Sisil barusan, kesal dengan sebutan tikus yang di sebut oleh Sisil barusan. Ya kali ganteng-ganteng begini di julukin hewan kecil yang menjijikan. Mengabaikan ucapan Sisil yang ngelantur tadi, David langsung beralih kepada bi Eem. “Bi ada yang perlu di bantuin gak? sini David bantu " tawar David sambil beranjak dari bangku untuk membantu Bi Eem di dapur. ••••••••••••••••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN