Alice

1903 Kata
Setelah kejadian yang terjadi beberapa waktu yang lalu tepat di depan pintu rumah Sisil, Reon dan Sisil memutuskan untuk keluar rumah sementara. Sebenarnya ini sih usul dari gadis itu karena ia merasa sumpek dan lelah dengan keadaan yang di rumahnya. Dan Reon memahami hal itu, bagaimana pun keadaan yang di alami Sisil tidaklah mudah untuk di jalani bahkan untuk di mengerti pun juga tidak segampang itu. "Lo yakin gak akan pulang ke rumah?” Tanya Reon memastikan yang fokusnya sedang menyetir ke mobil. Sisil diam sebentar, setelah itu menaikan kedua pundaknya bertanda tidak tahu. Sebenarnya gadis itu pun bingung ingin ke mana, tujuannya tidak terarah sama sekali, dia tidak punya plan yang jelas untuk keluar saat ini, karena kejadian yang tadi masih berputar di pikirannya. Reon menoleh ke arah Sisil sekilas lalu kembali fokus ke jalan, Sisil memang benar-benar sedang tidak baik-baik saja. "Kita makan dulu ya? Mau kan?" Tawar Reon. Sisil tersenyum tipis dan menatap ke arah Reon, akhirnya laki-laki itu menghela nafas lega. Setidaknya dengan cara sederhana ini ia bisa membuat Sisil sedikit lebih baik bukan? “Mau makan apa?” Sisil sedikit berfikir, fokusnya kembali teralih kepada Reon, “Makan pecel lele kayanya enak,” Reon mengangguk, “Boleh, mumpung gue punya tukang pecel lele langganan. Mau nyoba?” “Mau,” Jawabnya mantap dengan senyuman manis di wajahnya. Reon melihat senyuman itu entah kenapa detak jantungnya berpacu dua kali lipat seperti biasanya. Ya memang, Reon kan emang jarang banget salah tingkah begini. Akhirnya, hanya perlu waktu sekitar lima belas menit lebih dirinya pergi ke arah pecel lele langgannya, mobil Reon berhenti tepat di parkiran tempat terkenal di Surabaya. Dan Sisil tahu tempat ini. Setelah mereka berdua keluar dari mobil dan Sisil mengira bahwa Reon akan masuk ke dalam cafe Aiola karena pikirnya laki-laki itu tidak jadi membawanya pergi untuk memakan pecel lele di langganannya. Ternyata dugaannya salah, karena langkah Reon malah menjauh dari situ dan melangkah ke arah tempat makanan pecel lele di pinggir jalan gerobakan. Sisil terkekeh pelan, ya iya sih. Mana ada menu makanan pecel lele di dalam cafe. Rata-rata ya gerobakan pinggiran jalan begini kali. Suka aneh terkadang. Kedua orang tersebut, Sisil dan Reon duduk di tempat yang kosong. Ya lumayan malam ini tempat makan sedikit agak rame, sebagaimana tempat kosong masih ada beberapa dan masih bisa Sisil hitung jari walaupun rasanya gak mungkin juga Sisil ngurusin tempat kosongnya. “Pesenannya di samaiin aja ya? Atau minumnya mau beda?” Celetuk Reon tiba-tiba membuat Sisil langsung menoleh ke arah laki-laki itu. “Boleh, samaiin aja,” Jawabnnya santai. “Tapi minumnya es jeruk ya Re,” “Okay,” Reon bangkit, berniat untuk memesan makanan untuk mereka berdua. Namun, langkahnya terhenti, membuat Sisil langsung mendongakkan kepalanya dan menatap ke arah Reon. “Kenapa?” Tanyannya. Reon tersenyum kikuk, “Buat sambelnya, lo mau level berapa?” “Ummm,” Gumam Sisil sebari berpikir. “Level 7 deh,” Lanjutnya Mendengar jawabannya gadis itu kedua kelopak mata Reon terbelalak, “Lo mau mati? Sambel di sini pedes banget Sil,” Kata Reon yang terkesan memperingati. Gadis bernaman Sisil tersebut hanya tersenyum kikuk, “Is okay Re, gue pecinta pedes kali,“ Reon berdecak pelan, “Gue gak mau tanggung jawab ya kalau lambung lo kenapa-kenapa,” “Iya, santai aja kali gak usah berlebihan gitu,” Sisil tersenyum ke arah Reon. “Ketara banget khawatirnya ke gue,” Godanya bercanda. Di luar dugaannya, saat Sisil berucap seperti itu Reon menaikan sebelah alis matanya. Tunggu, seketara itu ya dirinya kalau khawatir Sisil kenapa-napa? Tapi kan memang Reon kalau hal sesuatu yang jelas itu berhubungan tentang Sisil, mau itu kabar baik atau buruk. Reon selalu ingin tahu dan seterusnya ingin seperti itu. Reon berdecak, “Yaudah gue pesenin dulu makanannya.“ Ucapnya sebari melangkah jauh dan menutupi rasa salah tingkahnya. Sisil yang melihat tingkah laku Reon hanya terkekeh pelan, pandangannya ia alihkan ke arah lain dan melihat lalu lalang kendaraan yang lewat di jalan raya sana. Belum lagi sorot matanya melihat ke arah orang-orang yang sibuk asik memakan semua menu yang mereka pesan. Gadis itu menghela nafas panjang, kedua sorot matanya menatap ke arah meja yang di hadapannya sekarang. Dengan kedua tangannya yang memijat pelipisnya pelan. Rasa lelah yang ia alami sekarang semakin hari semakin memuakan, di tambah masalah baru dan kehilangannya lagi orang yang menjadi senderan hidupnya. Setelah ini, ia harus bagaimana? Angga yang secara terang-terangan tidak ingin mengurusnya. Mau pergi ke rumah nenek dan kakekknya yang di Jakarta juga kayanya gak mungkin, di tambah lagi Sisil mau ngerepotin mereka? Oh! Jelas definisi gak tahu diri sih kalau Sisil kaya begitu. Karena yang pasti kakek nenekknya ini kan udah tua, gak mungkin juga kan Sisil harus bergantung ke mereka? Dateng ke Bogor buat nemuin Kakaknya Bunda? Om Haris? Kayanya gak mungkin karena kabarnya om Haris juga lagi ada sibuk pemilu untuk menjadi walikota sana. Kalau begitu nyamperin keluarga besar Ayah? Please! Ayah kan anak tunggal, kedua orang tuanya juga udah meninggal saat Sisil masih kelas enam sekolah dasar. Jadi sia-sia juga kan Sisil nyari keluarga besar Ayah. Gak guna sama sekali. Alhasil Sisil akhirnya memutuskan untuk tetap bertahan di sini dengan segala kesialan yang ia alami sendiri. . . Sekitar tiga puluh menit mereka menghabiskan waktu untuk makan pesanan mereka tanpa obrolan, akhirnya Reon memutuskan membuka kembali pembicaraan di antara mereka berdua, di tempat yang sama. "Pas gue ke rumah lo tadi, dan,” Reon sedikit menggantungkan ucapannya. “Mergokin lo sama Bang Angga debat, kayanya David gak ada ya? Apa dia udah pulang dari rumah lo?" Tanya Reon. Sisil mengangguk " Iya, tiga hari yang lalu kali dia udah pulang," Jawabnya yang sambil mengunyah makanannya yang baru saja habis. Reon diam tidak bertanya lagi untuk sebenatar, karena pikirannya sedikit melayang di mana ia dan David tidak sengaja bertemu di apotek, dan itu tepat sekitar tiga hari yang lalu menurutnya. Iamya, sepertinya tepat saat David mengetahui bahwa Sisil mempunyai penyakit mental. "Habis ini mau kemana lagi?" Tanya Reon untuk yang kesekian kalinya. Sisil diam tidak menjawab, dia mengambil es jeruk dan meminumnya sampai habis dan Reon masih setia melihat Sisil untuk menunggu jawaban gadis yang ada di hadapanya itu. "Gak tahu, terserah lo aaja mau bawa gue ke mana. Gue lagi gak mau pulang dan gue besok gak mau sekolah dulu, lagi muak sama keadaan sekaligus gue kalo udah budrek gini terus gue nekatsekolah, yang ada malah gak nyambung. terserah mau pergi ke mana asalkan jangan ke rumah atau pun ke rumah David,“ " Kok? Tiba-toba gak mau ketemu David? Ada apa?" Tanya Reon heran. “Ya gak ada apa-apa, cuma gak mood aja,” Jelasnya sebari menghela nafas panjang. "Please ya Re, gue lagi gak mau ketemu sama siapa-siapa dulu, kecuali lo. Tolong jangan kasih tau gue, gue ada di mana dan gue kenapa okay?" Mohon Sisi penuh harap. Reon diam, dia tidak bisa menolak kemauan Sisil. Baiklah entah kenapa Reon bisa bersikap kalah dengan seorang wanita, tetapi memang Reon paling tidak bisa jika harus berdebat sama cewek dari dulu. "Okay,” Reon menghela nafas kasar, “Kalo gitu, lo nginep di apartemen gue mulai hari ini. Gimana? Mau? Sisil yang tadi sibuk melihat kendaraan di jalan raya, sontak langsung menoleh kearah Reon dan melotot ke arah laki-laki lo, “HAH! KOK DI AP-“ "Reon?” Panggil seseorang Sisil dan Reon langsung menoleh ke arah suara yang mereka dengar tadi. Gadis itu sedikit mengerutkan keningnya sebentar, memperhatikan seseorang yang ada di hadapan mereka berdua. Dan Sisil berusaha mengetahui siapa gadis yang ada di depannya saat ini. Gadis cantik yang sedang memakai seragam putih abu-abu di hari weekend begini tengah tersenyum ke arah Reon lalu setelah itu bergantian tersenyum ke arah Sisil, Sisil membalas dengan senyuman kikuk, karena ia memang tidak mengetahui siapa gadis yang ada di sekitarnya itu. "Lo Reon kan?” Tanyanya semangat. “Akhirnya kita ketemu lagi!” sambungnya dengan perasaan girang lalu duduk tepat di sebelah Sisil. Sedangkan Reon hanya tertawa, “Lo apa kabar Al?” Tanyanya. "Baik, gue baik banget malah!“ Jari-jarinya sedikit menyeka rambut panjang yang sengaja gadis itu urai. “Tumben lo gak sama 2 curut-curut lo? Pada ke mana mereka? Terus sekarang lo?” Gadis itu menggantungkan ucapannya dan menoleh ke arah Sisil dengan senyuman penuh arti " ... lo punya cewek!!! Gila Gila! Gue gak nyangka!,“ Kali ini ia kembali berucap dnegan nafa bersemangat. Wanita itu heboh tidak jelas sambil melihat Sisil dan Reon secara bergantian, dan Sisil sedikit meringis karena teriakannya yang agak kencang hingga membuat beberapa anak SMA yang berkunjung di tempat makan ini menoleh ke arah mereka berdua. "Alice, sikap lebay lo gak berunah ternyata ya?" Reon tertawa begitu pun juga di sertai tawaan Alice. Sisil hanya tertawa pelan, menatap ke arah mereka berdua bergantian yang seperti terlihat gadis tersebut dan Reon sudah lumayan dekat atau mengenal lama satu sama lain dan sesudah itu dia paham. Nama gadis di sampingnya ini bernama Alice. "Gak peduli,“ Ucap Alice sebari menekankan setiap ucapannya, lalu ia menghadap Sisil dan tersenyum lebar. "Kenalin gue Alice, anak SMA 2 situ tuh. Tahu kan?” Sisil hanya mengangguk, dan Alice kembali tersenyum. “Lo ceweknya Reon?“ Tanyanga polos. Sisil terkejut sebar mengerutkan keningnya lantas menggeleng pelan "Hah? Bukan! Gue Cuma temennya aja kok, hubungan gue sama Reon gak sej-“ "Ah ralat! kalau gitu gue tahu nih! Gebetan kali ya?" Potongnya sebari menggoda Sisil, Reon mengusap wajahnya kasar sambil menggeleng pelan. "Back to the topic Alice, kenapa lo ada di sini?” Tanya Reon untuk mengalihkan alur pembicaraan mereka karena ia sadar bahwa Sisil sedikit tidak nyaman dengan rentetan pertanyaan yang di berikan Alice. Mendengar pertanyaan konyol yang keluar dari Reon itu cukup membuat Alice menaikan sebelah alis matanya dan tertawa. "Bego lo ga berubah kayak Kevin ya Re? ini kan tongkrongan anak SMA komplek. Ya wajar lah ya gue ke sini,“ Jawab Alice gemas. Reon berdesis, “Ck! Santai aja kali ngomongnya. Oh iya Al,” Reon sedikit berdehem pelan. “Ngomong-ngomong Kevin kangen lo tuh!" Goda Reonz Sontak mendengar ucapan laki-laki tersebut, membuat tawa Alice berhenti dan di ganti dengan semburat rona merah di pipinya. Sisil dan Reon pun tak bisa menahan tawanya melihat perubahan total Alice. "Ish tau ah gue pergi!“ Ucaonya salah tingkah. “Lagian temen-temen gue pada nunggu gue, bye! Oh iya... " Alice kembali memusatkan perhatiannya ke Sisil. " .... Jagaiin sohib gue yak, jarang-jarang dia ngajak cewek keluar kek gini kecuali gue, see you! Semoga bisa ketemu dan ngobrol lagi," Katanya dengan nada ceria. Dan Sisil hanya tersenyum lembut ke arah gadis itu untuk mengiyakan ucapan Alice. Sesudah itu Alice bangkit dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan mereka berdua lagi. Sisil menggelengkan kepalanya sambil tertawa kecil, sikap heboh Alice mengingatkannya dengan Nabil. Ah Nabil, dia apa kabar ? "Dia mantannya Kevin,” " Ucap Reon tiba-tiba membuat Sisil kembali menghadap ke arah Reon. "Dia juga sahabat gue pas masih SMP, gue, Kevin dan Alice satu kelas, dan ya... mereka pacaran," Lanjut Reon lagi untuk menjelaskan. "Lah Nalen? enggak sekelas?" Tanya Sisil. Reon yang mengaduk-aduk minumannya tadi, dengan reflek berhenti dan menatap Sisil, Sisil yang di tatap seperti itu hanya menaikan sebelah alis matanya. "Kenapa liat gue k-" Reon tersenyum "Gue sama Nalen temanan pas kita sama-sama masuk SMA, kita baru akrab sekitar tiga tahun ini," Sisil menangguk, tanpa Sisil sadari, jauh di lubuk hati Reon membuat hatinya tertohok mendengar pertanyaan tadi apalagi yang berhubungan dengan Nalen.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN