Semua Orang Mencari Sisil

1809 Kata
“Anggep aja kaya rumah sendiri, lagian gue juga jarang banget ngisi apartemennya,” Jelas Reon dengan tubuh yang ia senderkan ke tembok sebari menatap ke arah Sisil yang sedang memperhatikan setiap ruangan apartemen miliknya. “Jadi, gue isiin sementara gak apa-apa kan?” “Iya, mau sampai lo tua di sini juga gue gak masalah. Apa perlu ini tempat gue kasih ke lo?” Ceplos Reon dengan tampang datarnya. Sisil membelalakan kedua matanya sebentar, “Rada-rada emang ya otak lo, apa emang semua cowok gangeng begitu?” Reon menegakkan tubuhnya, tangannya sedikit menggaruk pelan pipi kanannya yang tidak gatal. Nih cewek sadar gak sih? Setiap yang dia omongin tuh bisa bikin serangan jantung mendadak? “Jadi gimana? Gue tinggal sekarang aman kan?” Kata Reon yang berusaha mengalihkan arah pembicaraan yang Sisil buat. Sisil menoleh, menatap ke arah laki-laki itu dengan senyuman tipis yang ia angkat hanya sekedar beberapa detik saja, “Aman, selagi apartemen lo keamanannya baik sih,” Kata Sisil. Reon mengangguk, “Buat sementara lo ganti baju, pake baju gue dulu aja di lemari. Di sana ada beberapa kaos dan celana yang sengaja gue taruh di sini. Itu bisa lo pake,” “Iya,” Lagi-lagi Reon menganggukan kepalanya, nafasnya terlihat lega saat Sisil yang terlihat nyaman dengan tempat tinggal sementara. “Yaudah, gue pamit pulang,” Badannya berbalik, berniat untuk melangkah pergi. Akan tetapi langkahnya terhenti saat Sisil memanggil namanya pelan. Kedua manik mata mereka saling bertabrakan, Reon yang menatap Sisil dengan tatapan menunggu itu melihat lurus ke arah gadis tersebut yang sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit Reon artikan. “Makasih ya Re,” Ucapnya tiba-tiba. Reon yang mendapatkan ucapan tanda terima kasih yang tulus dari Sisil , seketika kedua telinga laki-laki itu memanas sampai terlihat kemerahan jika di lihat dari dekat. Asli sih, Reon kalau lama-lama deket sama Sisil, makin gak aman jantungnya. Reon mengangguk kaku, senyuman kikuk itu terpancar dari wajahnya. “Kalau malem-malem laper, di rak dapur ada mie instan kok,” Ucapnya salah tingkah. “Yaudah gue balik,” . . Seminggu setelah momen di apartemen milik Reon dan seminggu juga Sisil tidak masuk sekolah, membuat David dan Angga kalang kabut mencari Sisil. Ah Angga, ngomong-ngomong kenapa Angga tiba-tiba mencari adiknya itu, karena bagaimana pun ia merasa keluarga yang dia miliki sekarang hanyalah Sisil. Ya memang sih, tumben banget laki-laki tersebut pikirannya lagi oke. Kalau pun udah kumat paling ngajak ribut lagi sama Sisil. Ya walaupun ke gengsian Angga kuat sehingga ia mencari Sisil diam-diam tanpa sepengetahuan David. David marah kepada Angga? Oh jelas! Bahkan laki-laki tersebut melayangkan dua pukulan kepada Angga dan Angga? Tidak membalas pukulan tersebut karena ia merasa pantas mendapatkan itu. Karena sikap gengsinya yang terlalu besar bahkan sikapnya yang keterlaluan terhadap Sisil. Eneg? Iya! David rasanya hampir darah tinggi ngadepin cowok modelan Angga, pantesan Sisil tiap hari kena mental terus. Orang kakaknya juga gak waras, menurut David sih. Di sisi lain Nalen yang tahu bahwa berita kaburnya Sisil karena David yang memberitahunya, sebenarnya diam-diam mencari gadis itu juga, bahkan ia sempat menyuruh beberapa teman-temannya di luar sekolahan untuk mencari Sisil, namun hasilnya nihil. Dan Nalen rasanya hampir hopless banget! Beum jadi pacar aja udah sekhawatir ini. Bahkan sudah 3 hari ini juga Nalen curiga dengan Reon yang seolah-olah bersikap kelewat santai atas kaburya Sisil secara mendadak. Ayolah! Nalen juga tidak sebodoh dan sebego itu. Reon tuh kalau berhubungan dengan hidup Sisil nomer satu juaranya, tetapi kenapa kali ini doi seakan-akan gak peduli gini sih? Banyak pertanyaan di kepalanya yang ingin ia tanyakan terhadap Reon, tetapi lagi-lagi Nalen mengurung itu hanya karena tidak ingin menyakiti Reon. Yap! Nelon masih gengsi dan ragu untuk mendekatkan diri kepada gadis itu. Dan siang ini, setelah mereka semua pulang sekolah. Nalen, David, Reon dan Kevin berada di rumah Nalen untuk membahas tentang kaburnya Sisil selama hampir seminggu ini. Yang pasti ini semua rencana David, karena cuma David yang sangat khawatir sampai-sampai frustasi keliatannya. "Sumpah ya, rasanya kepala mau pecah buat nyari Sisil kabur ke mana. Ini bocah sebenarnya pergi kemana sih?!" David menggeram kesal sambil bolak-balik menelfon dan mengirim pesan kepada Sisil walaupun nomernya tidak bisa di hubungin setiap harinya. "Udah lah Vid, rileks. Gue yakin dia baik-baik aja," Kevin yang sedari tadi diam sambil berfikir keras pun akhirnya angkat bicara. "Seriously? Lo bilang bakal baik-baik aja? Hell! Gue udah hampir sebulan kenal sama dia tapi gue udah tau dia kek gimana Vin, dan gue ga percaya kalo sekarang dia baik-baik aja di luar sana,“ “Kalau dia kumat gimana? Kalau dia nyakitin dirinya dia sendiri gimana? Kalau dia sampai bunuh diri gimana? Gimana gue mau tenang anjir! Gila ya lo semua! Masih mikir positif di saat kalian semua tahu kalau Sisil itu mentalnya lagi gak stabil,“ Reon yang melihat emosi David yang sudah memuncak hanya menghela nafas panjang dan memilih untuk diam, sedangkan Nalen yang diam sambil bermain gitarnya memperhatkan gerak-gerik Reon. Curiga? Oh! Jelas! Banyak pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya sekarang, walaupun sebenarnya Nalen ingin sekali bertanya langsung kepada Reon apa yang sudah ada di fikirannya sejak kemarin. Nalen melirik sekilas ke arah Reon yang sedang sibuk bermain ponselnya dan sesekali tertawa kecil seperti halnya sibuk mengirim pesan dengan seseorang. Reon dekat dengan seseorang? Sepertinya tidak mungkin. Karena ia tahu Reon tuh bucin banget sama Sisil Tetapi kenapa Reon lebih banyak diam di saat situasi lagi gak baik seperti ini? maka dari itu Nalen yakin betul bahwa sebenarnya ada yang di sembunyikan Reon Beberapa waktu ini. David membantingkan tubuhnya di atas kasur Nalen, sudah seminggu ini David bergabung dengan mereka, hanya karena meminta bantuan untuk mencari Sisil. "Kalian serius, sebelum Sisil kabur dari rumah gak ada dari kalian yang ke rumah Sisil atau ada yang di kabarin dia?“ Tanya David memastikan dengan nada lemas. Hening. Tidak ada yang menjawab, Kevin hanya menggeleng pelan melihat David yang sedikit agak frustasi saat mendapat jawabannya. Sedangkan Nalen hanya melirik ke arah Reon lagi dan kembali menghadap kepada David yang sedang menatapnya dengan tatapan serius. Melihat itu Nalen menghela nafas, “Demi tuhan Vid, malem itu gue lagi ada urusan sama keluarga gue," Nalen memberi penjelasan lagi kepada David, jawaban yg sama dari 3 hari yang lalu. Reon diam, tidak member alasan apapun, dan detik itu juga Nalen, David dan Kevin menoleh ke arah Reon. "Apa?" Tanya Reon polos, berusaha menetralkan ekpresinya sebisa mungkin. Reon tidak ingin mengecewakan Sisil, ya! Ini permintaan Sisil untuk tidak memberi tahu siapapun bahwa Sisil ada di apartemen Reon. David merubah posisinya menjadi duduk bersila, menatap intens terhadap Reon. "Re, please jujur sama gue. Kali ini aja, ada yang lo sembunyiin dari kita kan? " perkatan itu berhasil di lontarkan dari David. “Lo tahu kan Sissul ada di mana?” Reon tersenyum tipis "Apa untungnya sih gue nyembunyiin sesuatu kek beginian ke kalian? kalau pun gue tahu, gue juga gak bakalan kali nutupin ini dari lo semua," Jelasnya bohong. Nalen terkekeh kecil mendengar jawaban laki-laki itu, "Gue gak yakin banget lo gak nyembunyiin sesuatu Re," Ekor mata Reon berlari ke arah Nalen, Nalen pun menaruh gitarnya dan membalas tatapan Reon sama datarnya. "Lo sadar gak sih? Gak biasanya lo se-cuek ini kalo tentang Sisil, biasanya lo orang paling pertama kalo ada apa-apa yang berhubungan dengan Sisil," Skakmat Nalen. “C’mon! Kasih tahu ke kita bertiga,” Lanjutnya lagi. Tubuh Reon menengang mendengar tuturan Nalen. Sialan! Batin Reon. Dan tanpa pikir panjang Reon berdiri dari duduknya dan memberikan ekpresi meremehkan terhadap Nalen. "Seenggaknya dari dulu sampek sekarang gue yang selalu berjuang mati-matian buat ngelindungin Sisil,“ Jelasnya sebari memasukan ponselnya ke dalam saki celana. “Gak kaya lo yang bisanya main di balik layar bersikap seolah-olah lo gak tertarik sama Sisil, tapi nyatanya? Lo juga tertarik sama dia,” Nalen diam, dia tidak ingin menjawab ucapan Reon, emosi Reon susah untuk di kendalikan jika sudah seperti ini, dia bukan takut dengan Reon, hanya saja Nalen tidak ingin kembali bertengkar seperti beberapa waktu yang lalu. Akhirnya setelah berucap seperri itu dan sadar bahwa ia berlebihan, Reon menarik nafas panjang, "Gue ikhlas Len kalo seumpama lo bisa 'jadi' ama Sisil sesuai permintaan gue kemarin, karena gue sadar, gue ga akan bisa buat nyenengin Sisil untuk seterusnya, dan Cuma satu syarat aja gue bisa ikhlasin dia buat elo, yaitu ...... berhenti buat nidurin cewek atau muasin nafsu sialan lo itu,“ Dan kali ini Nalen menatap tajam ke arah Reon, ah Nalen sadar, Reon tidak tahu alasan di balik Nalen menjadi seorang Player. Reon terkekeh pelan melihat perubahan mimik wajah Nalen dan juga, menyadari betapa mirisnya dia dari dulu sampai sekarang karena perasaannya tidak pernah terbalas sedikit pun. "Dari dulu, sampek sekarang perasaan dia ke elo masih sama, asal lo tau aja. Gue tuh ga ngelarang lo mau perjuangin dia sekarang atau entah kapan. Tapi informasi aja. Saat ini lo ada saingan," Celetuk Reon mengingatkan. Reon melirik ke arah David, David yang masih tidak mengerti dengan arah pembicaraan ini pun mengerutkan keningnya. "Gak usah sok polos Vid, tanpa lo sadari lo tuh sebenarnya sayang sama Sisil. Dan lo Len rival lo sekarang bukan gue, tapi David,” Reon pun selesai mengucapkan kata-kata itu langkahnya melebar untuk pergi dari kamar Nalen. Dan saat itu juga, mendengar perkataan Reon. David dan Nalen sibuk dengan pikirannya dan perasaanya masing-masing. Sedangkan Kevin, mengikuti Reon kemana dia pergi. Lalu di sisi lain, di waktu yang bersamaan. Sisil yang merasa nyaman dan tentram di tempat yang sudah ia anggap sebagai rumah kedua itu sedang menatap ke arah langit-langit kamar. Sebari sedikit membayangkan dan memikirkan sesuatu yang ada di dalam pikirannya, bahkan ia pun baru sadat seminggu ini Sisil hampir tidak melakukan perbuatan yang bisa menyakiti dirinya sendiri selama seminggu ini. Dan juga Sisil hampirr tidak merasakan serangan panik yang selalu terjadi secara tiba-tiba di waktu yang tidak bisa ia prediksi. Tangannya meraba-raba ke samping tubuhnya, berniat mengambil ponsel tanpa melihat ke arah benda tersebut sedikit pun. Setelah berhasil, kedua kelopak matanya menatap layat ponsel miliknya beberapa detik. Lantas menghela nafas kasar sebari menaruh asal ponselnya kembali. Pikiran gadis itu kembali melayang ke hal-hal yang menurutnya bisa merugikan dirinya sendiri, ya contohnya ini. Memikirkan Angga secara tiba-tiba dengan keadaan bahwa Sisil tahu kalau ia tidak akan mencarinya atau khawatir kepadanya sedikit pun. Sisil berdecak pelan, merubah posisi tidurnya ke samping sebari meringkuk sekaligus memeluk kedua kakinya. Ia hanya diam, dengan pikiran yang sudah berkecamuk asal. Lalu beberapa detik kemudian air mata itu kembali keluar untuk yang ke sekian kalinya, menangis seorang diri dan hanya dirinya seorang yang mendengar isakan tangisnya sendiri. “Gue capek,” Ucapnya pada diri sendiri. Iya, Sisil lelah. Lelah dengan keadaannya yang secara teknis bisa di bilang mempunyai kelainan mental alias gila kalau kata orang awam di sekitarnya, ayolah! Orang Indonesia kan minim hal-hal yang berbau kejiwaan terutama mental di setiap orang. Rasanya ia benar-benar ingin mengakhiri hidupnya sendiri agar beban yang ia tanggung sendiri hilang tanpa berbekas sedikit pun.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN