Reon dn david

2017 Kata
Mendengar pertanyaan Kevin yang ia lontarkan kepadanya membuat Nalen sedikit menggelengkan kepalanya pelan. “Kayanya buat bohong sekarang di mata lo juga lo bakal bisa nebak ksn Kev?” Kekehnya pelan. “Jadi silahkan lo bisa menebak dan gue yakin lo tahu jawabannya kaya gimana dan seperti apa,” Kevin belum menjawab, masih menatap laki-laki yang berada di samping tubuhnya sebari menikmati sebatang rokok yang sebentar lagi habis. “Tapi rasa suka bahkan rasa cinta lo ke Sisil itu masih ada di batas ragu gak sih? Karena perasaan lo masih stuck sama Jeje,” tebak Kevin langsung dan itu cukup membuat Nalen menghela nafas panjang mendengar satu nama yang mampu membuat laki-laki itu kembali merasakan lemas di dalam tubuhnya. Setelah setahun dia lulus dan menghilang begitu saja setelah apa yang pernah mereka lakukan selama dua tahun berturut-turut membuat Nalen semakin tertutup, tidak mau berkomitmen dalam hubungan dengan siapapun bahkan lebih terkesan senang bermain-main. Jeje, benar-benar orang yang berasal dari masa lalu Nalen yang sangat berpengaruh bagi laki-laki itu. Tidak hanya Kevin yang tahu akan hal tersebut, Reon pun tahu dengan sosok yang bernama Jeje karena bagaimana pun gadis tersebut adalah kakak kelas mereka sebelumnya dan ya mereka memang sempat pernah bareng bersama-sama dulu. “Lo masih berharap Jeje hubungin lo dan gak ngilang secara mendadak begini ya Len?” Tanya Kevin lagi, dan itu cukup membuat Kevin menghela nafas kasar karena laki-laki itu benar-benar paham dengan situasi yang ada. Melihat Nalen tidak menjawab sama sekali membuat Kevin semakin mengerti dengan keadaan saat ini dan tahu kenapa Nalen semakin hari semakin tidak karuan jika itu berhubungan dengan wanita. “Mau sampai kapan?” Nalen menggeleng kepalanya pelan, “Gak tahu Kev, dan juga itu alasan terbesar gue kenapa gue ragu buat nurutin kemauan Reon selama ini. Karena jujur gue gak mau mengedewakan dua orang sekaligus,” “Tapi seperti yang lo tahu, gue emang bener sayang dan cinta sama Sisil, tapi rasa sayang itu gak seperti rasa gue ke Jeje yang besar banget bahkan gue aja jelasinnya juga gak bisa karena sangking sebesar itu,” Jelas Nalen yang mengatakan jujur apa yang ia rasakan selama ini, dan hanya dengan Kevin ia bisa berbicara lepas seperti sekarang. Karena laki-laki yang tengah duduk di sebelahnya ini memang lebih dewasa dan netral jika menanggapi sesuatu masalah di antara mereka bertiga sejak awal mereka kenal dulu. “Gue paham Len, dan gue ngerti banget sama apa yang lo rasaiin sekarang ini,” Pandangan Kevin menatap Nalen prihatin. “Kalau memang lo gak sanggup, lo cukup bilang kok sama Reon. Gak sulit, cukup lo ngomong jujur dan apa adanya, gue yakin hal kaya gini bakal kelar dan be-,” “Mustahil banget!” Potong Nalen cepat sebari tertawa kecil mendengar Kevin yang tata bahasanya sangat lucu untuk di dengar olehnya. “Gak usah naif Kev, lo kenal Reon lebih lama dari gue. Bahkan lo pada udah temanan dari jaman SMP, barengan sama si Alice. Masa iya lo gak tahu adatnya Reon gimana?” “Apa gak makin emosi dia? Ya walaupun memang dia belum pernah minta sesuatu hal ke gue sih. Tapi seenggaknya Reon tuh paling gak suka bahkan benci banget kalau di tolak,” Jelasnya sebari mencoba mengingatkan kepada Kevin bagaumana watak sahabat mereka itu. Kevin menghela nafas kasar, ia tidak tahu lagi harus seperti apa mencari jalan keluar untuk Nalen agar pilihannya tidaj salah bahkan merugikan orang sekitar. Kelihatannya memang simpel, tidak perlu untuk di ributkan bahkan di dramakan begini. Tapi bagaimana? Itu tidak semudah yang ia pikirkan karena perwatakan dan sikap di diri mereka masing-masing. “Jadi lo mau gimana sekarang? Tapi saran gue emang jangan terlalu memaksakan Len. Gak baik, gue gak mau semua makin runyam juga,” Nalen mengangguk, “Gue juga lagi mikirin hal ini, gak semudah itu ngambil jeputusan besar dengan waktu kurung yang cepet banget,” Nalen menoleh, “Tapi Kev, lo bener-bener belum dapet kabar sama sekali tentang Jeje selama ini?” Tanya Nalen lagi. Kevin menggeleng, “Belum, bahkan hampur gak ada kabar sama sekali. Instagramnya aja udah gak aktif, ilang gitu aja nomer yang selalu dia pake udah gak aktif juga. Dia bener-bener menghilang gitu aja,” Mendengar itu Nalen hanya menghela nafas panjang, kekehan itu terdengar lemah karena rasa sedih nya yang terkadang masih berlarut setiap harinya. “Sejujurnya gue juga tulus kok sayang dan cinta sama Sisil Kev,” “Karena apa ya, siapa sih yang gak suka sama Sisil di mana gadis itu terlalu banyak cinta di dalam dirinya? Maksud gue gini,” Nalen sedikit membenarkan posisi duduknya sekarang. “Dengan kepolosan yang dia punya, ketulusan dia kepada semua orang juga. Apa gak bikin semua orang makin jatuh hati sama tuh cewek? Dan satu lagi di saat dia udah mulai senyum lebar? Semua orang pasti bakal tertuju buat lihat senyuman itu,” “Mangkanya itu alasan kenapa gue bisa tertarik sama Sisil juga selama ini, karena daya tarik gadis itu sangat amat berbeda dari cewek-cewek yang pernah gue temuin,” Jelas Nalen sebari membayangkan wajah Sisil yang sedang tersenyum malu-malu jika melihat ke arahnya dalam waktu yang terkadang tidak menentu. “Lo bener, gimana pun Sisil. Bakal banyak semua orang yang tertarik sama dia. There’s so much love, jadi wajar jika Sisil banyak di cintai semua orang sebagaimana di dalam diri gadis itu hancur banget,” Kali ini Kevin menyetujui hal itu, sangat amat setuju karena memang hamoir semua orang sangat suka Sisil sebagaimana ia terkenal introvert oleh sebanyakan orang. “Iya, dan dia tidak menydari hal itu sedikit pun karena permasalahan yang tengah ia alami akhir-akhir ini. Karena di kepala dia sekarang semua orang yang sayang sama dia udah pergi, selamanya. Dan harapan dia satu-satunya sekrang cuma kakaknya untuk berdiri tegap di kesepian yang dia milikin, tapi sayang kakak yang harusnya bisa menjadi rumah. Bahakan keluh kesahnya dia itu udah gak ada karena si Angga udah gak peduli sama sekali sama Sisil karena menurut Angga kepergian semua orang ya gara-gara Sisil,” Kevin sedikit prihatin sebenarnya dengan hal tersebut, dan itu cukup menyakitkan juga sebenarnya di saat kita butuh pegangan agar tetap kuat namun akan tetapi orang yang kita percaya dengan rasa penuh itu berhasil mematahkan dengan cepat sehingga semuanya semakin memburuk. “Ngerasa gak sih? Kakaknya Sisil itu Toxic?” Tanya Kevin “Banget! Bahkan David aja tadi pagi ribut sama dia,” Kevin mengerutkan keningnya, terlihat tertarik dengan apa yang baru saja di ucapkan oleh Nalen. “Ribut kenapa?” Nalen sedikit menaikan kedua bahunya, “Perihal Sisil lah! Apalagi? Ya David emosi aja masa iya adeknya terus cewek lagi gak balik sekitar seminggu lebih gak di cariin? Malah dia keliatan santai-santai aja sekaligus gak peduli. Sinting kali tuh cowok, jujur gue aja gedeg banget rasanya,” “Sumpah lo?” Nalen kembali menganggukan kepalanya, “Gue serius, tanya aja ke David sendiri biar lo makin yakin,” Kevin diam sejenak, kemudian menghela nafas kasar, “Sadar gak sih? Sebagaimana kita berempat berusaha bikin dia sembuh dari penyakit mentalnya sekarang, tapi kalau di rumah ya dia masih saja tetep ngerusak mental Sisil tiap hari. Udaha kita bakal sia-sia anjir, gak ada kemajuan sama sekali. Karena kuncinya sendiri ya ada di kakaknya Sisil,” Mendengar itu Nalen pun sadar, bahwa apa yang di ucapkan Kevin seratus persen benar. . . . “Lo nangis ya?” Tanya David saat dirinya hanya berdua saja dengan Reon di ruang tunggu pasien. Koridor rumah sakit sepi, sednagkan Nalen setelah percakapan yang terjadi beberapa waktu lalu izin untuk menyebat rokok di luar. Dan Kevin, tentunya mengikuti laki-laki tersebut dengan alasan mau cari angin. “Siapa? Gue?” Tanya Reon heran sebari menatap ke arah laki-laki yang sudah duduk tepat di sebelahnya. Mendengar hal tersebut Reon hanya terkekeh pelan, “Lah nangis ngapain gila? Padahal gue dari tadi juga diem sambil ngelamun,” “Mikirin Sisil?” Tebak David lagi. “Haha! Ya itu udah psti lah Vid, bagi gue Sisil itu semuanya,” Mendengar tuturan Reon membuat David sedikit terdiam karena sejujurnya bagi dirinya laki-laki yang entah kenapa penampilannya semakin tidak karuan baginya terlalu sangat berlebihan memikirkan tentang Sisil yang notabenennya gadis itu bukanlah siapa-siapa bagi sesosok Reon. “Kenapa sih Re?” Celetuk David membuat Reon menoleh dan menatapnya tidak mengerti. “Lo kenapa harus mengorbankan perasaan dan diri lo sendiri, padahal udah jelas bahkan gue, Nalen dan juga Kevin tahu kalau lo tuh cinta mati saya Sisil,” Reon hanya tersenyum miring, wajar. Itu hal wajar jika David mungkin sekarang terlihat gemas sekaligus emosi rasanya dengan dirinya karena terlalu banyak bertele-tele dan drama yang dia buat. Tetapi, ayolah! Ini bukan drama bukan? Ini memang pure apa yang Reon rasakan selama ini!M? Bahkan untuk menjelaskan kembali dan berulang-ulang saja juga percuma karena semua orang tidak akan pernah paham sekaligus mengerti posisinya saat ini. Mungkin, mungkin seandainya kalau Reon mempunyai banyak waktu seperti teman-teman lainnya ia bosa mengambil dikap dan mengambil hati gadis tersebut agar tidak jatuh dalam pesona Nalen lalu Reon bisa membahagiakan gadis itu dengan usaha sekaligus effor yang ia punya selama ini. Namun sayang, hal yang ia impikan selama ini tidak bisa karena sesuatu halangan dan masalah yang sudah tersimpan di dalam dirinya. Sesuatu hal yang bisa meledak kapan saja kalau seandainya Sisil memang mencintai balik laki-laki tersebut lalu mencintai Reon sepenuh hati dan jiwa ragamya gadis tersebut. Tetapi setelah itu? Setelah permasalahan itu keluar, muncul lalu kemudian meledak siapa yang akan tanggung jawab? Dirinyakah? Atau orang lain dan teman-temannya? Tentu tidak ada, tidak ada yang bisa mempertanggjng jawabkan hal tersebut karena bagaimana pun urusannya adalah kesehatan mental Sisil sendiri yang sekarnag ini adalah masa persembuhan sekaligus recovery penuh dan hal tersebut jelas di bantu oleh ibunya Ranti “Sulit untuk gue jelasin secara detail Dav, jadi gue harap lo gak perlu mempertanyakan sesuatu atau alasan yang jauh-jauh banget karena gue gak akan jelasin hal tersebut kepada lo,” “Kalau pun lo gak terima atau apalah itu namanya, gue pun gak akan luluh juga dengan pendirian gue karena menurut gue hal ini emang seoangasnya hanya gue yang tahu,” “Kevin dan Nalen? Gak harus tahu juga?” Reon menganggukan kepalanya pelan, “Iya, gak harus tahu karena gimana pun ini terlalu prinadi untuk di jelaskan,” “Tapi kan mereka berdua sahabat lo, terutama Kevin yang udah kenal lo dari lama,” Jawab David lagi yang rasanya semakin berjalannya wajtunsemakin tidak paham dengan pola pikir sekaligus maksud Reon selama ini. Terlaly sulit untuk di pahami bahkan di mengerti. Karena seakan-akan seperti ada yang di sembunyikan oleh laki-laki itu tetapi entah itu apa karena Reon memang tidak mudah untuk dinpancing atau semacamnya Hentakan halus ujung sepatu terdengar, dengan pandangan yang lurus ke depan menatap sebuah pintu kaca yang bertuliskan BOS ROOM, sesampainya di depan, tangan kekar lelaki itu menyentuh knop pintu, lantas membukanya. Diapun memasuki ruangan tersebut, dan mendatangi seseorang yang selama dua jam terakhir menelfonnya berturut-turut untuk datang ke kantor, walaupun saat ini adalah harinya untuk libur bekerja. "Oh, Izat. Kau datang!" Ucapnya seraya menyuruh lelaki itu duduk tepat dihadapannya. Izat berdecih, kesal karena hari liburnya diganggu setelah lelaki itu selesai menjalankan misi sehari yang lalu, dan hari ini? Ia dipanggil kembali oleh lelaki k*****t yang menyandang menjadi bosnya. "Kau mau apa kopi? Teh? Atau-" "Ck! Langsung saja! Kau ingin menyuruhku melakukan misi apa kali ini?" Lelaki tua itu terkekeh, karena tahu bahwa lelaki di hadapannya ini kesal karena hari liburnya diganggu kembali setelah selesai menjalankan misi, namun baginya ini situsi yang genting. Dimana kota ini sedang dilanda ketakutan dari masyarakat akan halnya pembunuhan berantai dan kematian misterius. Lelaki itu melemparkan beberapa foto kearah Izat, dimana foto itu adalah foto-foto korban yang terbunuh secara sadis dan kecelakaan yang tidak masuk akal. Dan hal yang sangat ganjil adalah setiap korbannya mempunyai tanda salib terbalik yang dililit sebuah ular. Izat tertawa, tidak percaya bahwa lelaki itu akan mendapatkan misi yang berbau dengan hal mistis seperti ini. "Kau bercanda? Ini sudah bukan tugasku San!" San menggeleng, lelaki itu bangkit dari duduknya dan melangkah mendekat kearah Izat. "Ayolah, hanya kau yang bisa memecahkan kasus ini, semua teman-temanmu tidak akan bisa sanggup bahkan berhasil. Karena mereka tidak sejenius dirimu." Bujuk San.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN