Nalen dan Nela

1958 Kata
Nalen memetik gitar di balkon kamarnya. Memikirkan ucapan Reon di arena Street Dance beberapa yang lalu, dan juga ucapan dinmana ia memberi tahu bahwa Sisil mengidap Bipolar Disorder dan Depresi, ucapan laki-laki terus terngiang-ngiang di pikirannya. "b*****t lo! Gue kan udah bilang, kalau mau cicip sana sini jangan di luar! Lo tahu kan kenapa gue dari dulu ngelarang ? alasannya satu, yaitu Sisil! " Nalen memejamkan matanya sebentar, memang apa yang ia lakukan malam itu memang salah sebenarnya tapi akan lebih salah jika ia mendekati Sisil juga kan di saat dirinya masih berhubungan dengan kekasihnya yang bernama Jeje. Nalen sadar perasaan ini salah, dan tidak seharusnya muncul secara tiba-tiba. Dan baginya ia tidak pantas untuk Sisil, apalagi ia selalu ke sana-sini untuk mengajak seorang gadis ngdate bahkan mengajak mereka untuk melakukan one night stand. Beda jauh dengan Reon yang tergolong anti melayani wanita-wanita seperti itu. Kalau Nalen boleh jujur, sebenarnya perasaanya kepada Sisil memang tulus kok. Tetapi terhalang aja dengan rasa bucinnya sama Jeje, apa karena dirinya dan Jeje sudah melakukan hubungan yang sangat jauh sehingga Nalen susah sekali melepaskan gadis tersebut? Entahlah! Yang penting untuk menyentuhnya seperti gadis yang lain saja dia harus mikir dua kali. tapi Reon yang sudah tau tingkah laku dirinya yang tidak percaya dengan ucapannya, apalagi Reon juga menyukai Sisil. Namun sekarang? Reon malah terang-terangan memintanya untuk mengencani gadis itu, sedikit mengherankan memang. "Bro!!" seru Kevin sambil menepuk pundak Nalen yang berhasil membuat Nalen menoleh ke arahnya. "Ngelamun aja lo! Mikir apaan lagi sih?" sambungnya dan segera duduk di atas sofa yang kosong. Nalen menaruh gitarnya tepat di sebehlah tubuhnya dan tersenyum miring ke arah Kevin," enggak ada, ngadem doang di sini, mumpung anginnya menel ke gue," "Sialan!" Nalen tertawa begitu pun juga Kevin. Memang pertemanan mereka tidak selama Kevin dan Reon. Karena Nalen kenal dengan mereka saat mereka sedang melakukaan MOS, awal masuk SMA. "Reon mana?" "Balik duluan katanya, tadi nyokap dia nelfon ada yang harus di omongin mangkanya gak ikut ke sini," Jelas Kevin. Nalen hanya mengangguk, pandangannya teralih dari laki-laki itu dan kembali menatap pemandangan luar yang hanya di hiasi oleh bulan terang di atas sana. “Lo gak laki mikirin tentang hal Sisil yang ngidap bipolar kan?” Tanya Kevin basa-basi. Nalen langsung menoleh, kepalanya sedikit menggeleng dan tertawa kecil. “Enggak, gue gak mempermasalahkan hal itu kok. Banyak cara yang harus gue lakukan biar dia gak kambuh kalau sama gue,” Ucapnya percaya diri. “Tapi ada satu hal yang gue takutin,” Kali ini Nalen terlihat putus asa. “Gue takut gak bisa bikin dia bahagia dan malah merusak ekpetasi Reon ke gue, itu doang yang gue takutin Kev,” “Lo tahu gak sih? Jalanin ini tuh sebenarnya berat. Tapi gue juga gak mau hubungan pertemanan gue sama Reon hancur hanya karena gue gak mau menuruti keinginan Reon yang di luar nalar,” Jelas Nalen lagi. Kevin menatap wajah samping Nalen dengan seksama, “Len,” Panggilnya membuat laki-laki itu menoleh ke arahnya. “Gue yang udah kenal lama sama dia aja juga gak bisa nebak jalan pikiran Reon sekarang, apalagi lo. So! I’m sorry about your situation,“ Nalen hanya tersenyum simpul membalas dan merespon ucapan Kevin barusan, akhirnya mereka berdua kembali terlarut dengan pikiran mereka masing-masing. Saling diam dan hanya suara jangkring malam yang terdengar. Saat mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing, ponsel Kevin berbunyi menandakan panggilan masuk. Nalen menatap Kevin dengan ekpresi Siapa? Kevin membalas dengan gerakan bibir yang membuat Nalen paham. Itu panggilan dari tante Rini – mama Kevin- " Iya ma bentar lagi.... Duh iyaiya, apalagi..... nanti uang Kevin ganttiin ya..... bukannya pelit Ma kan itu uang emang jatahnya buat sebulan...iyaiya Kevin lagi jalan ke mobil nih...iya ma walaikumsalam," Kevin mematikan sambungannya lalu mengembungkan kedua pipinya dan membuang nafas kasar, Nalen menaikan sebelah alis matanya sebari menatap sahabatnya itu. "kenapa lo?“ Kevin bangkit dari duduknya lantas merogoh sakunya, mengambil kunci mobil lalu mengarahkan kepada Nalen " Balik, nyokap gue pengen martabak, mangkanya gue di suruh balik cepet. Gue duluan ya bro!" pamit Kevin sambil menepuk pundak Nalen. Nalen terkekeh dan menganggukan kepalanya. "Ati-ati baliknya, gue khawatir nanti di jok belakang ada cewek duduk di situ lagi." Kevin bergidik lalu mengambil bantal dan melemparkan kepada Nalen " lo nakutin sekaligus ngingetin gue lagi nyet! Lo gitu lagi gue jamin yang terbang nanti bukan bantal, tapi tiang listrik," "Sialan lo!“ umpat Nalen di sertai dengan gelegak tawa mereka berdua. "Bang?”" Nalen dan Kevin menatap ke arah suara, di hadapan mereka ada perempuan sekitar umur 15 tahun, dengan piyama dan rambut lurus terurai, ia mengucek-ucek matanya terlihat seperti bangun tidur yang masih menyimpan kantuk. "Ada apa? Kamu mimpi buruk lagi?” Tanya Nalen kepada Nela, adik perempuannya. Nela mengangguk lalu melihat ke arah Kevin "Bang Kevin nginep di sini? ini udah jam sebelas malem loh?" Kevin Terkekeh sambil sedikit merendahkan tubuhnya kepada Nalen, berusaha menyampaikan sesuatu dengan bisikan "Bangun tidur aja adik lo cantik banget! Sangking aja dia masih smp, kalau seumuran, gue embat dah Len," bisik Kevin di terlinga laki-laki itu, Nalen tertawa lalu menoyor kepala Kevin "Gak ikhlas gue! Udah sono balik," Kevin masih tertawa dan berjalan meninggalkan Nalen dan Nela di balkon, tapi sebelumnya Kevin berjalan mendekat ke arah Nela lalu menyentuh puncak kepalanya dengan tangan kanan milik Kevin "Good night peri kecil," ucapnya membuat pipi Nela merona merah dan malu. Sedangkan Kevin yang melihat perubahan pada Nela tekekeh geli dan mencubit pipinya pelan. Merasa gemas dengan adiknya Nalen yang satu ini. Sepeninggalan itu Nela duduk bersebelahan dengan Nalen, menyenderkan tubuhnya dan memangku bantal yang tadi sempat di lempar oleh Kevin. "Bang Kevin ngapain sih tadi, sok so sweet gitu deh. Dangdut banget lagi kata-katanya,“ ucap Nela dengan ekpresi kesal. Tapi di dalam hati dia bersorak senang karena menurutnya, kapan lagi sih di perlakukan manis oleh teman abangnya yang kelewat tampan. Ya walaupun Nela sudah mempunyai pacar. Normal-normal saja kalau begitu. Apalagi Kevin, Nalen dan Reon tergolong cowok hitz di sekolah kakaknya itu, dan hampir semua orang tahu mereka bertiga. Ya, yang tahu hanyalah kalangan-kalangan remaja atau Anak Baru Gede alias ABG. Bahkan Nela adiknya Nalen yang saat ini bersekolah di SMPN 9 Surabya saja teman-temannya tahu mereka bertiga, dan mereka juga tahu bahwa Nela adalah adik dari Nalen. Nalen tertawa "Ngomong aja kalau kamu seneng terus baper di gituiin, iya kan?“ Goda Nalen. "Apa sih bang! ngaco mulu kalau ngomong," Nela mengerucutkan bibirnya, membuat Nalen gemas. Nalen meraih Nela hanya supaya Nalen bisa merangkulnya. Memang Nalen sering cicip cewek sana sini, maksudnya selalu meng-iyakan ajakan perempuan yang ingin di cumbu oleh Nalen. Sebenarnya ia bisa saja menolak, dan mencintai orang yang ia cintai lalu mempunyai hubungan dan bahagia deh. Tapi tidak sesimpel itu karena di sisi lain sahabatnya juga mencinttai gadis yang sama, jika Nalen menuruti niatnya itu sama saja akan menimbulkan masalah di pertemanannya dengan Reon dan Kevin kan? Saat tahu bahwa Sisil juga ternyata menyukainya, Nalen senang tidak ketulungan. Tapi rasa senang itu terhalang oleh sahabatnya. Nalen pun sebenarnya sudah menutupi perasaan ini dari Reon dan Kevin, tapi bagaimanapun juga mereka berdua tahu dengan perasaan Nalen terhadap Sisil. Memang sih tidak menimbulkan pertengkaran. Tapi selama 3 hari sikap Reon agak sedikit berubah. Dan Nalen menjadi seperti ini semenjak tahu bahwa Reon juga menyukai Sisil. Gadis yang bisa membuatnya bertekuk lutut kalau melihatnya. Dan Nalen juga memutuskan menerima tawaran perempuan-perempuan yang siap untuk di cumbu olehnya sebagaimana ia masih berhubungan dengan Jeje. Nalen juga sebenarnya tidak habis pikir, kenapa perempuan yang mengaku penggemarnya malah rela ingin di cumbu dan bahkan meminta bantuan untuk mengambil mahkotanya. Yang tahu masalah ini hanya Reon dan Kevin. Nalen memeluk adiknya dengan kasih sayang yang penuh, Nela yang menyenderkan kepalanya di d**a Nalen membuat ia sesekali mengelus rambut hitam pekat milik Nela. Nalen tersenyum menyadarkan bahwa Adik kecilnya ini sudah menginjak masa-masa puber, Nalen pun juga tahu bahwa Nela sudah mempunyai kekasih. "Gimana sama Varo ? ayem gak?” Tanya Nalen. senyum Nela merekah lalu menegakkan duduknya dan menatap kearah Nalen sambil mengangguk semangat. “Semenjak anniv satu tahun kita kemaren, si Varo makin sweet bang, ya terkadang kata-kata dia Dangdut banget kaya bang Kevin. Receh abis lah! " Kali ini Nalen benar-benar tertawa tidak bisa membayangkan bagaimana Varo menggoda Adiknya dengan gombalan-gombalan tingkat cap kapak. Ini yang Nalen suka kalau sedang dengan Nela. Mereka berdua bisa leluasa saling sharing dengan cerita-cerita mereka. "Masa nih ya waktu ada kakak-kakak UNESA lagi ngomong di depan kelas aku. Si Varo tiba-tiba nongol sambil bawa tempat makan dan bilang " Kak permisi, saya mau ke Nela, mau nganterin bekal dari mama saya, soalnya kalau Nela gak makan pas istirahat bisa-bisa sakit, nah kalau sakit saya sebagai pacarnya juga yang repot.” mana ngomong kek gitu tuh wajah polos-polos kek tai sumpah! Bikin malu serius!“ Ucap Nela sebal sebari membayangkan hal itu lag. Tawa Nalen makin meledak mendengar cerita adiknya. Bahkan perutnya pun sakit karena kebanyakan ketawa. Nela hanya terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. Lalu tiba-tiba saja Nela mengingat Sisil, gadis yang selalu di ceritakan oleh Nalen, selain Jeje tentunya "Bang?“ Panggil Nela membuat Nalen berdehem pelan. “Hubungan aban sama kak Jeje gimana? Aku kok lihat di i********: foto kakak di feed kak Jeje di hapusin semua,“ Nalen menghela nafas panjang, ya percuma sih kalau mengelak pertanyaan ini dari Nela. Karena bagaimana pun ia tahu persis kalau Nalen ini bucin banget sama tuh cewek, sebagaimana adiknya juga tahu kalau Nalen suka sama cewek lain. “Sudah putus,” Nela menatap Nalen tidak percaya, “Paling juga balikan,” Tebaknya karena tahu tipikal kakaknya yang satu ini. Nalen tertawa kecil, “Enggak akan, karena abang mau deketin Sisil rencananya,“ Mendengar itu Nela tersenyum lebar. “SERIUS!” Ucapnya semangat. “Jadi, kapan kak Sisil di bawa ke rumah?“ Tawa Nalen berhenti mendengar pertanyaan adiknya. Menatap Nela yang menunggu jawaban dari Nalen. Nalen tersenyum lalu menghela nafas. "Nela kan tahu pokok permasalahannya, sebagaimana Abang mau deketin Sisil ada banyak hal yang harus abang pikirkan,” jawab Nalen, Nela menatap Nalen mengamati settiap inci wajah abangnya yang tampan. "Pasti Bang Reon ya?" Nalen menaikan kedua bahunya lalu tertawa "Kamu tahu gak sih? dia itu bagaikan kupu-kupu indah. Sehingga banyak orang yang ingin menggapainya termasuk Abang. Tapi di sini Abang hanya bisa melihat dan mengamati kupu-kupu indah itu dari jauh." "Kenapa? Abang kan ganteng, baik, hitz apalagi. Kenapa abang gak langsung hajar aja. Maksud Nela tuh langsung sikat gitu deh. Lagian kan Bang Reon bukan siap-siapanya Kak Sisil. Ngapain juga abang harus mundur sebelum berperang," Nalen tersenyum, meraih jemari Nela dan mengelusnya lembut. " Abang gak mau kehilangan sahabat kaya Bang Reon, Nela. Sebagaimana bang Reon mendadak nyuruh abang buat deketin Sisil. Tetep aja pikiran abang tuh ke mana-mana, kaya ada yang aneh,” Nela berdesis, “Kok Abang lebay sih? Iu kan kesempatan bagus lo,” jawabnya asal. Percuma ya, ngomong sama anak ABG gak Ada habisnya, Nalen mengangguk mantap, “Iya serah Nela aja deh." “Tapi bang, kayanya bener ya, untuk ngebuat orang lain seneng perlu mengorbankan perasaan juga ternyata,” Tanyanya tiba-tiba. "Tergantung permasalahannya Nela. Kalau masalahnya kayak Abang sih iya." Nela manatap kedua bola mata Nalen lama. Lama sekali memahami arti di balik kedua matanya. "Abang sayang banget ya sama Kak Sisil?" Pertanyaan Nela membuat Nalen diam serbu bahsa dan membuat detak jantungnya tidak normal. Apa yang adiknya ucapkan itu benar adanya bahkan untu mengatakan perasaan yang sebenarnya saja ia tidak berani. Tapi karena ia hanya berdua dengan adiknya. Nalen tidak takut untuk mengatakan itu. "Iya, abang memang sayang sama kak Sisil. Tapi abang terjebak sama pesona Kak Jeje yang sudah nemenin abang selama dua tahun ini,“ ••••••••••••••••••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN