Masa lalu Angga dan Nugra

1806 Kata
“Selamat Pagi. Maaf Kak, boleh lihat kelengkapan atributnya” Tanya perempuan kelas sepuluh bertopi OSIS berdiri di dekat gerbang masuk. Dengan malas, Nugra mengangkat celana abunya. Memperlihatkan kaus kaki putih berlogo yang wajib dikenakan setiap hari Senin. Nugra melangkahkan kakinya kembali. Namun baru beberapa langkah, anak OSIS itu kembali menghadang jalannya. Maaf Kak, belum selesai. Seragam Kak Nugra keluar, menghalangi sabuk. Boleh tunjukkan sabuknya” tanyanya lagi membuat Nugra berdecak. Laki-laki itu mengangkat sedikit seragamnya untuk menunjukan sabuk hitam yang selalu ia gunakan untuk sekolah, adik kelas yang statusnya anggota OSIS itu tersenyum senang kearahnya. “Makasih ya kak Nugra,” Ucapnya, tanpa menjawa Nugra melangkahkan kakinya dengan kedua matanya yang sedang terfokus pada layar ponsel. Nugra Gunawan, laki-laki yang tidak pernah tersorot oleh orang-orang di sekolahnya. Dia bukan tipikal laki-laki yang gampang di kenali ataupun di kagumi semua orang terutama para siswi di sekolah ini. Nugra hanyalah laki-laki biasa yang mempunyai tinggi badan sekitar 160 cm, bisa di bilang sih tinggi Nugra memang sangat pendek jika di peruntukan untuk laki-laki. Nugra juga sebenarnya gak jelek-jelek banget, dengan kulit yang hitam manis di karenakan ia mempunyai darah keturunan orang timur yaitu dari ayahnya-Algi, maka dari itu Nugra bisa di bilang laki-laki yang tergolong manis di sini, mana punya lesung pipi di kedua pipinya lagi. Belum lagi dengan kedua mata yang mempunyai sorot mata yang tajam, benar-benar gak jelek-jelek banget kan? Kalau di ajak jalan berdua oke lah! Nugra pinter milih outfit kok, gak malu-maluiin juga karena Nugra begini-begini gak katrok-katrok banget lah sebagaimana di kenal sebagai cowok nolep di kelas, ya memang kekurangan Nugra cuma satu yaitu pendek. Dahlah nyesek! Masih dengan fokus yang tertuju ke arah layar ponselnya, tiba-tiba saja dua orang manusia yang menjelma menjadi perempuan tidak sengaja menabrak tubuhnya. Tunggu! Mereka benar perempuan kok bukan perempuan jadi-jadian m. “Ish! Lo jalan ngehalangin mulu. Mangkanya punya mata tuh di pake!” Celetuk gadis berambut pendek sepundak. Yap! Itu Meylinda tetapi bisa di panggil Mey, dia teman sekelas Nugra. Dengan sikapnya yang ceplas-ceplos sekaligus galak itu sudah cukup menggambarkan di kesan awal bukan? Sedangkan gadis yang Nugra tahu bahkan semua murid disini mengenalinya itu sedikit tersenyum kikuk. “Maafin Mey ya Gra, dia gak sengaja,” ia berucap sungkan. Dia Aleka, gadis primadona di SMA PERMATA semua orang benar-benar menggumi gadis itu, tidak hanya parasnya yang cantik bahkan sikap dan hatinya pun cantik. Definisi cantik luar dalam sih intinya kalau kata orang. Nugra yang melihat Aleka meminta maaf kepadanya hanya menatap gadis itu datar lalu kembali melanjutkan langkahnya untuk menuju ke kelas. Melihat sikap Nugra yang cueknya minta ampun dan seenak jidat seperti itu membuat Aleka hanya memasang wajah melongo tidak percaya. Bisa-bisanya ada orang yang dinginnya hampir sama seperti pulau es di antartika Mey yang tahu bahwa Aleka di cuekin Nugra, ia hanya berdecak. “Udah sih Al ngapain minta maaf sama cowok nolep kek gitu. Terlalu ramah tau gak,” Omel Mey, Aleka mengerucutkan mulutnya. “Kan orang kalau gak sengaja ngelakuiin sesuatu ke orang lain harus minta maaf Mey, emangnya lo? Gak pernah ngucapin tiga kata magic. Heran deh gue.” Kali ini Aleka juga tidak terima jika ia di salahkan kembali oleh Mey hanya perkara Aleka mengucapkan kata maaf ke orang. Iya itu benar, tiga kata magic andalan Aleka. Maaf, tolong dan terima kasih. Bagi Aleka tiga kata tersebut penting banget di hidupnya. Ya memang sederhana tetapi dangat berarti bagi beberapa orang bukan? “Ya kan lo minta maafnya sama orang nolep yang ng-cosplay jadi es batu Al,” Jawab Mey kali ini tidak mau kalah. Meylinda ya tetap si Meylinda yang gak mau kalah kalau udah debat sama siapapun, mau dia bener apa engga ya intinya Mey harus menang dalam perdebatan tersebut. Sedangkan Aleka gadis itu sudah tidak berminat untuk menjawab ataupun berdebat dengan Meylinda, lagian ini masih pagi ia harus menyimpan tenaga untuk ujian fisika yang akan di lakukan pada pukul sembilan pagi nanti. “Al Reno tuh,” Ucap Mey semangat saat melihat sosok Reno yang baru saja keluar dari toilet pria. Kali ini Mey dan Aleka berada di depan theater karena mereka berdua sedang menunggu pengumuman pembagian karakter untuk tampilan drama yang akan di adakan sekitar empat bulan lagi saat wisudah kelulusan mereka nanti. Iya, Mey dan Aleka, enggak maksudnya kelas dua belas di SMA permata baru saja selesai melakukan ujian untuk kelulusan mereka nanti dan sekarang mereka cuma tinggal nunggu pengumuman hasil ujian dan juga SMPTN untuk masuk ke kampus impian mereka semua. Reno yang melihat Aleka dan Mey akhirnya tersenyum lebar menunjukan gigi rapihnya. Sial! Ganteng banget gak sih tuh cowok? Udah bule, mana rambutnya coklat asli terus kedua bola matanya berwarna coklat muda kaya pake soflenr. Bener-bener laki-laki paling ganteng di sekolah ini. “Ngapain kalian pagi-pagi di sini?” Tanya Reno setelah langkahnya sudah berada tepat di hadapan Mey dan Aleka. “Biasa lah nunggu pengumuman pembagian karakter drama putri tidur nanti,” Jawab Mey. Reno mengangguk mengerti lalu pandangannya jatuh kepada Aleka yang sedari tadi menatap Reno dalam diam. “Ngapain lo Al? Ngeliatin gue mulu? Demen ya?” Goda Reno dan itu mampu membuat wajah Aleka memerah karena malu. Dengan cepat Aleka menggeleng berusaha meyakinkan bahwa apa yang di ucapkan Reno asal tadi tidak benar. Ya, walaupun sebenarnya Aleka beneran demen. Mey yang memperhatikan mereka berdua hanya diam, di dalam hatinya entah kenapa merasakan nyeri sekaligus sesak menjadi satu disaat mereka bercanda tidak jelas seperti ini. Di lihat segimanapun Mey paham bahwa Aleka dan Reno benar-benar serasi bahkan semua murid disini pun mengharapkan mereka berdua segera menjalin hubungan. Gadis itu menghela nafas panjang, berniat meninggalkan Reno dan Aleka yang masih berbasa-basi. Tetapi setelah Mey baru saja melangkahkan kakinya beberapa langkah, tangan seseorang menyentuh lengannya dan membuat Mey menoleh. “Mau kemana sih ni bocah satu, maen pergi aja,” Celetuk Reno yang tangan kekarnya masih memegang lengan Mey. Mendapat perlakuan sederhana begitupun itu sudah membuat degup jantung Mey berpacu dua kali lebih cepat dari biasanya, kenapa sih Mey lemah banget kalau udah berhubungan sama Reno? Lo tuh cuma remahan debu tau ga? Lo gak ada apa-apanya, gak kaya Aleka. “Gue tiba-tiba mules,” Jawab Mey asal, Aleka yang tahu bahwa Mey memang mempunyai penyakit lambung gadis itu langsung khawatir. “Lo gak sarapan ya Mey tadi? Udah tau punya perut tuh sensitif masih aja nekat ngelewatin sarapan pagi,” Cerocos Aleka. Mendengar Aleka mengonel seperti itu membuat Mey menghela nafas kasar. Untung sahabat yang di sayang-sayang sama Mey kalau engga udah di buang kali ke sungai. Aleka tuh sejak dulu kalau khawatir suka berlebihan dan ujung-ujungnya ngomel dan bahasanya kemana-mana juga, kan yang denger makin kesel. Padahal pagi ini Mey memang tidak mules ataupun hal lainnya, ia cuma ingin pergi dari antara mereka berdua saja. Tiba-tiba Reno menyodorkan jajanan warung yaitu beng-beng ke arah Mey, gadis itu mendongak tidak mengerti kenapa Reno memberi ini kepadanya. Random banget emang. “Makan ini dulu buat ganjel perut lo,” Suruh Reno. Ia sedikit ragu untuk menerima pemberian dari Reon, kedua matanya melirik ke arah Aleka sekilas yang sudah menatapnya dengan tatapan khawatir. Akhirnya Mey menghela nafas panjang, gadis itu menyerah dan akhirnya mengambil beng-beng dari genggaman Reon tersebut. Sesudahnya, berniat untuk memasukan beng-beng itu ke dalam saku roknya dan menyimpannya untuk ia makan nanti. Ternyata tidak di indahkan sama sekali dan itu cukup membuat Mey sedikit merutuki Reon dalam hati. “Lah? Napa lo masukin kantong? Makan di sini lah! Gue gak mau ya pemberian gue di buang sia-sia sama lo Mey,” Omel Reon sebari mengambil beng-beng pemberiannya lagi dan membuka bungkus cemilannya itu. “Buka mulutnya,” Suruh Reon sebari menyodorkan beng-beng tersebut ke arah mulutnya. “Makan, habisin.” Ucapnya sebari menekankan di setiap kata yang ia ucapkan. Sedangkan Aleka yang melihat sikap mereka berdua hanya diam, rasa nyeri yang bergejolak di dalam hatinya itu cukup membuat Aleka langsung mengalihkan pemandangannya ke arah lain. Rasanya tidak mampu menatap secara langsung hal yang Aleka anggap uwu itu. Susah ya memang kalau harus secara terang-terangan menyukai seseorang, di mana orang tersebut juga di sukai oleh sahabat kita sendiri. Serumit itu. ••••••••••••• Terlalu mencolok, adalah sebuah dosa. Cantik, pintar, dan ramah. Jago di bidang olahraga pula. Semua kemampuan Aleka, menjadi bumerang sendiri untuk gadis itu sebenarnya. Sampai kelas 4 SD, Aleka hanya di dekati kalau orang-orang ada maunya. Tidak jarang uang jajannya di palak terus oleh teman sekelas. Kinar, anak perempuan yang menjadi preman kelas namun di kelilingin banyak teman. Semua orang takut pada Kinar. Begitu juga Aleka. Komando Kinar saat ia masih menginjak sekolah dasar seolah mutlak dulu. Pernah saat olahraga voli Kinar memilih anak-anak yang pintar bermain voli ke kelompoknya dan Aleka di sisihkan begitu saja ke tim yang tidak jago olahraga. Hasilnya tim Aleka menang atas usaha Aleka sendiri. Keren? Oh! Tentu jelas keren banget sebenarnya. Akan tetapi hal tersebut tidak bisa ia banggakan karena besoknya, Aleka di jauhi teman sekelas. Menyebalkan? Memang! Itu dulu, saat Aleka masih berada di sekilah dasar dan di sekolah menengah atas. Sebelum bertemu dengan Meylinda, yang tulus berteman dengannya sampai detik ini. Awalnya sih Aleka saat akan memasuki sekolah menengah akhir, berniat agar tidak terlalu kembali mencolok di sekolahan karena ia tidak ingin di jadikan bahan keuntungan oleh orang-orang yang baru saja mengenalnya. Tetapi ternyata tidak semudah yang Aleka pikir. Seperti siang ini, guru olahraga yang bernama Aris itu memintanya untuk membantu adik-adik kelas (Perempuan) Aleka untuk berlatih Basket untuk turnamen yang akan di lakukan sekitar satu bulan lagi. Sebenarnya ini udah bukan wilayah kewajibannya bukan sih? Karena banyak yang harus di urus Aleka di sekolahan sebagaimana kelas dua bulan sudah melakukan ujian. Tetapi kenapa Pak Aris jadi seenaknnya gini sih? Arrghhh!!! Rasanya pengen maki-maki sekaligus teriak-teriak kaya orang kesurupan. “Kak?” Panggil seseorang yang Aleka ketahui namanya itu Dinda. Aleka menoleh, senyuman manis Aleka itu terpancar jelas untuk merespon panggilan adik kelasnya tersebut. “Anu..” Dinda menggantung ucapannya sebentar. “Bisa ajarin aku one hand shoot ga? Aku agak kaku kalau mau shoot pake cara itu,” Tanya Dinda ragu. Aleka mengangguk semangat, “Sure! Why not,” Tangannya mengambil bola basket dari tangan Dinda, gadis itu memberi aba-aba kepada adik kelasnya agar sedikit lebih dekat jaraknya dengan Aleka. Dinda mengikuti arahan kakak kelasnya itu, dan yap! Aleka memberi sedikit contoh kepada Dinda agar ia bisa mengikuti cara yang ia kasih untuk melakukan one hand shoot pada bola basket. “Kamu nanti edikit lemesin aja tangan kanan waktu mau ngelempar, i mean gak lemes banget. Kek gini,” Aleka memasang kuda-kuda sebentar lalu sedikit meloncat pelan sebari melempar bola basket dengan tangan kanannya. Masuk? Ternyata tidak karena tangan Aleka yang sedikit berkeringat alhasil lemparan gadis itu sedikit meleset dan mengenai tiga orang laki-laki yang sedang berada di pinggir lapangan. Mereka bertiga yang terlihat sibuk bermain dengan
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN