Chapter 10

1997 Kata
Hari ini Dave sudah bisa pulang. Callista benar-benar menemani lelaki itu di rumah sakit dan juga mengantarnya ke penthouse.   Tentu saja semua itu ia lakukan bersama Lucas. Callista merasa senang karena bisa menghabiskan waktu bersama lelaki itu, namun ia juga kesal karena dirinya sebatas satu ruangan dengan Lucas. Lelaki itu sibuk dengan pekerjannya. Meski demikian, setidaknya Lucas cukup baik dengan menunggu Dave di rumah sakit hingga laki-laki itu pulang. “Terima kasih banyak. Kau boleh berlibur selama tiga hari.” “Tiga hari?” tanya Callista. “Ya. Aku ingin istirahat penuh dan butuh ketenangan.” “Tapi bagaimana dengan menyiapkan makanan.” “Kekasihku akan datang,” ucap Dave kemudian terkekeh.   “O begitu. Baiklah.” “Ya. Sekarang kau boleh pulang Callista. Aku sudah merepotkanmu selama dua hari di rumah sakit.”   “Tidak masalah. Sudah menjadi tugasku.”   Lucas sejak tadi diam memperhatikan mereka. Hingga kemudian ia menghampiri Dave. “Aku pulang. Anak buahku akan datang menjagamu nanti.”   Dave menganggukkan kepalanya. “Lucas. Tolong pulanglah bersama Callista. Kau bisa mengantarnya pulang, kan?”   Lucas menatap Callista sejenak kemudian ia menganggukkan kepalanya. Melihat hal itu Callista membulatkan matanya. Ia akan diantar pulang oleh Lucas? Mereka akan satu mobil lagi? Akan tetapi kali ini hanya dirinya dan Lucas. Tadi ia juga bersama Dave ketika satu mobil dengan Lucas.   “Jagalah dirimu,” ucap Lucas. Dave menganggukkan kepalanya.   “Hati-hati, Call.”   Callista menganggukkan kepalanya. Ia tidak tahu apa hubungan antara Dave dan Lucas. Entah mereka hanya sekadar berteman atau saudara sepupu. Yang jelas Callista benar-benar sangat berterima kasih dengan Dave. Berkat lelaki itu, Callista bisa mendapatkan pengalaman yang selama ini hanya bisa ia dapatkan melalui mimpi saja.   “Kalau perlu apapun, hubungi saja aku.”   Dave menganggukkan kepalanya.   Lucas pamit pergi dan Callista pun kemudian mengikuti langkah lelaki itu.   Begitu mereka sama-sama memasuki lift, keheningan terasa begitu menyiksa. Callista ingin berbincang dengan lelaki itu namun ia tidak tahu apa yang harus ia bicarakan.   “Apa keluarga Dave benar-benar tidak akan diberitahu? Maksudku sepupu atau Bibinya?”   Callista dapat memahami bahwa Dave tidak ingin membuat keluarganya cemas. Bahkan lelaki itu baru akan mengabarkan kekasihnya terkait ini.   “Atau saudara kandungnya. Kakak atau adik Dave?”   Lucas menoleh ke arah Callista. Pandangan tajam dari lelaki itu pun membuat Callista terdiam.   “Kurasa keluarga berhak tahu mengenai kecelakaan yang menimpa kalian,” ujar Callista seraya mengalihkan pandangan ke pintu lift.   Lucas masih tetap menatapnya dengan tajam.   “Jangan ikut campur.”   Ucapan penuh penekanan itu membuat Callista kemudian kembali menatap kepada Lucas. Kedua mata itu bertemu. Tatapan tajam Lucas membuat Callista menatap mata lelaki itu seolah ingin menantangnya.   “Kau hanya pela*yan,” ujar Lucas kemudian.   Callista pun terdiam dan tidak menyahuti ucapan dari Lucas itu. Ia masih tetap menatap mata Lucas dengan lekat. Rasanya sangat penasaran ketika menatap soro mata dingin nan tajam itu. Callista yakin ada yang tersembunyi.   Ting..   Lift terbuka. Lucas mengakhiri kontak mata mereka terlebih dahulu dan melangkah keluar lift. Keduanya telah sampai di basement.   Callista pun mengikuti arah langkah Lucas. Hingga ketika lelaki itu berada di dekat mobilnya, ia menghentikan langkah dan berbalik untuk menatap Callista.   “Kau akan diantar supir,” ujarnya Lucas seraya menatap Calista tajam. Lelaki itu lantas memasuki mobilnya meninggalkan Callista yang mematung.   “Apa?” tanyanya tidak percaya.   Mobil yang dikendarai Lucas itu kemudian melaju begitu saja meninggalkan basement dan Callista.   Callista kemudian tersenyum hambar. “Dasar..”   Callista mengepal tangannya. “Bren*sek!” pekik Callista seraya menatap bagian belakang mobil yang semakin lama semain menjauh.   Callista kemudian menarik napasnya.   “Permisi, Nona.” Callista kemudian menatap lelaki yang menghampirinya.   “Saya diperintahkan Tuan Lucas untuk mengantar Anda.”   Callista tidak tahu kapan lelaki itu menelepon supir. Dirinya kemudian menganggukkan kepalanya kepada lelaki paruh baya itu.   “Baiklah, Pak. Ayo.”   Callista kemudian melangkah mengikuti lelaki itu.   Lucas yang mengendarai mobilnya perlahan menatap melalui pantulan spion sejak tadi. Ia kemudian mempercepat laju mobilnya sehingga menghilang dari basement begitu melihat Callista melangkah bersama supirnya.     ------     “Kau bersama Lucas?! Kau?”   Callista menghabiskan makanan yang dimasak oleh Audi itu. Ia benar-benar bersabar menanti malam dan dirinya datang beberapa menit sebelum restoran tutup. Bila sudah begitu, ia bisa berbincang bersama Audi sepuasnya. Itu adalah kegiatan yang biasa mereka lakukan saat Callista masih bekerja disini dahulu.   Karena masih mengunyah makanan, Callista hanya menganggukkan kepalanya. “Bagaimana bisa? Wah, kau sangat beruntung!” Callista mendongakkan kepalanya. “Benar. Tapi dia sangat dingin! Sangat dingin dan menyebalkan.” Audi menganggukkan kepalanya. “Tapi bagaimana bisa kau bertemu lelaki itu?”   Callista menenggak minumannya sebelum kemudian menatap Audi dengan lekat. “Kau jangan bilang pada siapapun, ya?” Audi menganggukkan kepalanya. Callista mendekat untuk berbisik dan Audi pun reflek mendekat juga. “Tuan Dave dan Lucas kecelakaan saat kembali dari Texas,” bisiknya.   Audi kemudian membulatkan matanya dan memekik. “Apa?”   Callista langsung menutup mulut Audi yang memekik. “Jangan berteriak. Pegawai lain masih berasa disini.”   Beberapa pegawai masih berada di restoran untuk berberes. Berbeda dengan Audi yang sudah bekerja dengan cepat sehingga tugasnya sudah selesai dan ia bisa berbincang dengan Callista sepuas hati di tempat ini.   “Apa katamu?” tanya Audi terkejut.   Callista menganggukkan kepalanya. “Mereka kecelakaan? Kecelakaan bagaimana?” tanya Audi penasaran. “Mereka kecelakaan setelah kembali dari bandara. Pengendara mobil mabuk dan menabrak mobil mereka.” “Lalu bagaimana kondisi mereka?” “Lucas luka-luka namun ia masih baik-baik saja. Dave juga luka-luka tapi ia sempat dirawat di rumah sakit dua hari. Ia kelelahan dan ditambah kecelakaan. Jadi perlu dirawat.” Audi terperangah. “Lalu kau menemani Dave?” tebak Audi.   Callista menganggukkan kepalanya. “Bersama Lucas,” ujar Callista.   Audi kemudian bertepuk tangan. “Kau adalah perempuan beruntung di dunia ini!”   Callista mengernyitkan keningnya. “Kenapa?”   “Ayolah, Call. Siapa lagi yang bisa menghabiskan waktu satu ruangan bersama Lucas Dixie. Itu Lucas, Call. Lucas Dixie!”   Callista menganggukkan kepalanya. “Tapi dia menyebalkan.”   Audi meminum jusnya terlebih dahulu kemudian menatap Callista. “Menyebalkan? Ah, iya. Cepat ceritakan bagaimana pengalamanmu dan apa saja yang kau lakukan bersama Lucas. Cepat, Call.”   “Aku sebenarnya merasa sedikit heran karena dia terlalu dingin. Maksudku, sikapnya sinis dan dia menyebalkan. Matanya selalu menatap tajam padaku. Padahal aku tidak melakukan kesalahan apapun. Hanya berusaha mengajaknya mengobrol.”   “Kau berbincang dengannya?” tanya Audi terlihat terkejut. “Ya. Tapi hanya sedikit. Dia cenderung menjawab singkat dan menatap tajam. Seolah tidak ingin berbincang. Dia aneh.”   Callista memilih untuk tidak menceritakan kejadian yang ia alami di kamar mandi jam empat pagi kala itu. Itu akan menjadi memori terindahnya dan hanya akan ia simpan sendiri saja.   “Call. Mendekatlah.” “Hmm?” “Akan aku beri tahu sesuatu.”   Callisa pun memajukan tubuhnya. “Kau suka pada Lucas, kan?”   Callista terdiam sejenak. Ia memang belum mengatakan bahwa dirinya menyukai Lucas. Akan tetapi selama ini memang ia sering menceritakan kekagumannya pada Lucas. Audi mengetahuinya.   “Aku awalnya mengagumi dia layaknya penggemar-idola. Tapi setelah bertemu langsung, aku penasaran dan tertarik.”   Audi menganggukkan kepalanya. “Kau berarti menyukai dia?”   Callista menganggukkan kepalanya. “Kau tahu tentang kehidupannya? Maksudku selain berita tentang perusahaan dan pekerjaannya.” Callista menggeleng kali ini. Ia memang tidak tahu dan tidak ingin mencari tahu. Selama ini dirinya hanya fokus pada berita mengenai pekerjaan Lucas atau pun berita mengenai perusahaan Lucas. Itu karena dirinya memang hanya mengagumi Lucas karena pekerjaannya. Ia tidak mau menyelam terlalu jauh untuk mencari tahu kehidupan Lucas.   “Kau mau tahu berita tentang kehidupan percintaan Lucas?” tanya Audi. “Dia memiliki kekasih?” “Kau mau tahu atau tidak? Aku akan beritahu semuanya bila kau mau.”   Callista terdiam. Bila ini mengenai kehidupan percintaan Lucas. Maka bisa saja dirinya akan merasa sakit hati. Mengingat ia sudah mulai mencintai lelaki itu.   “Baiklah. Aku ingin tahu.”   Callista tidak dapat membendung rasa penasarannya. “Bagus. Ini ada hubungannya dengan sikap Lucas yang kau bilang menyebalkan itu.”   “Apa?” Callista terkejut. Ia semakin mendekatkan dirinya kepada Audi. “Cepat katakan!”   Audi tersenyum. “Apa dia sudah memiliki kekasih? Atau diam-diam sudah menikah namun merahasiakannya ke publik?” tanya Callista menggebu.       --------     Dave terbangun di pagi hari dan menerima sebuah telepon. Ia tersenyum melihat siapa yang menelpon. “Hai, sayang.” “Tutup mulutmu, Dave. Kau dimana? Mommy ingin bertemu.”   Dave pun terkekeh. “Ku dengar kau datang kemari dan mengaku sebagai kekasihku kepada Callista.” “Ya, itu terpaksa! Aku hanya ingin mengujinya. Cepat katakan kau dimana?” “Kau merindukanku, hm?” “Ck. Aku sudah bilang tadi bahwa Mommy ingin bertemu.” Dave kemudian bangkit dari tidurnya dan mengubah posisi menjadi duduk.   “Ada apa?” “Membicarakan tentang Callista.”   Dave kemudian teringat bahwa ia belum terlalu pulih. “Aku sedang memiliki beberapa pekerjaan. Tolong kabarkan pada Bibi bahwa aku akan mengabarinya saat sudah senggang.” “Baiklah kalau begitu. Cepatlah senggang. Kau sama saja seperti Lucas. Selalu sok sibuk.” “Hei, ayolah. Jangan begitu. Kalau kau mau kencan bersamaku, aku akan meluangkan waktu sebanyak mungkin. Bahkan aku siap berlibur kemana saja kau mau.” “Ck. Jangan bermimpi. Sudahlah. Jangan lupa segera luangkan waktu. Ini benar-benar urgent.” “Baik, Sayangku.” “Kau menggelikan. Bye!”   Sambungan telepon terputus. Dave pun kemudian hanya bisa terkekeh. “Adik dan kakak sama saja. Sama-sama menutup diri.”   Dave kemudian bangkit dari duduknya. Ia mengernyitkan kening ketika mendengar suara pintu terbuka. Dirinya menoleh dan kemudian membulatkan mata.   “Kau datang?” tanya Dave terkejut.   Gadis itu melangkah memasuki kamar Dave begitu saja. Pandangannya seolah mengintimidasi Dave. “Ya. Ku dengar kau masuk rumah sakit.”   Dave pun menjadi gelagapan. Bagaimana bisa radar gadis itu begitu kuat sehingga mengetahuinya. “Apa maksudmu? Aku bekerja berhari-hari di Texas.”   Gadis itu menyilangkan kedua tangannya kemudian melangkah mendekati Dave. “Kau yakin?”   Dave pun menghela napasnya. “Baiklah. Ya aku masuk rumah sakit. Aku tidak tahu kau mengetahuinya dari mana. Tapi tenanglah karena aku baik-baik saja sekarang.”   Gadis itu yang kini menghela napasnya.   Dave lantas mendekati gadis itu dan menggenggam tangannya. “Maafkan aku. Tapi sungguh, kau tidak perlu khawatir. Aku baik-baik saja.”   “Kau membuatku kesal!”   Dave kemudian tersenyum dan mengelus rambut gadis itu. “Maafkan aku. Karena kau sudah ada disini sebaiknya kau membuatkanku makanan. Lalu kita bisa menonton film bersama.”   Gadis itu pun menatap Dave dengan pandangan tajamnya. “Ayolah. Lama-lama matmu seperti Lucas saja.”     ------     Callista bangkit dari tidurnya karena sejak tadi ia mendengar suara ketukan di pintu yang begitu keras. “Ada apa sebenarnya!”   Ia langsung bangkit dari tempat tidur.   “s****n! Buka pintunya.”   Callista langsung menghela napasnya begitu ia tahu siapa yang berteriak dan mengetuk pintu. “Rasanya baru kemarin aku membayar mereka.”   Callista lantas melangkah menuju lemari dan mengambil uang yang telah ia siapkan. Rasanya hidupnya habis hanya untuk melunasi hutang orang lain. Paman dan bibinya itu benar-benar sangat tidak memiliki hati nurani. Bisa-bisanya mereka kabur dan membuat Callista yang harus membayar semua hutang mereka.   Callista membuka pintu dan kemudian menyerahkan uang yang ia masukkan dalam amplop dengan kasar. “Lama sekali!” “Pergilah! Kalian mengganggu pagiku.”   Callista lantas segera menutup pintu. Detik kemudian ia membuka kembali pintunya. Dua lelaki berotot besar dan berperawakan seram itu masih berdiri disana.   “Berikan kertasnya. Cepat!” Hampir saja Callista lupa menandatangani bukti lunas dan meminta surat berisi bukti ia telah membayar untuk bulan ini.   Preman itu segera memberika Callista dua surat. Dirinya lantas menandatanganinya dengan cepat dan menyerahkan surat itu kepada sang preman. Lalu ia mengenggam satu surat lainnya dan lantas kembali masuk serta menutup pintu dengan kasar.     “Sampai kapan aku harus seperti ini!”   Callista menarik laci nakasnya dengan kasar kemudian memasukkan surat itu kedalamnya.   Ia lantas melangkah menuju balkon apartemennya. Menghabiskan waktu untuk menatap pemandangan pagi yang lumayan indah.   “Aku jadi teringat Lucas,” gumamnya. Fakta yang diberitahu oleh Audi, entah mengapa terus terngiang-ngiang di kepala Callista.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN