Chapter 9

1161 Kata
"Aku sebenarnya tidak enak menahamu disini. Tapi, ya. Tidak ada lagi yang bisa ku andalkan." Callista menganggukkan kepalanya. Ia juga tidak masalah bila harus menginap menemani Dave sebentar disini. Ia tidak perlu melapor pada siapa pun kemana ia pergi atau dimana ia menginap. Ia tidak memiliki orang tua atau pun keluarga. Jadi tidak ada yang akan mengkhawatirkannya. Ia tinggal sendiri. "Apa kau tidak mau memberitahu kekasihmu?" Sebenarnya Callista bukan bermaksud tidak sopan. Akan tetapi pembawaan Dave yang ramah sehingga lelaki itu meminta agar antara dirinya dan Callista menggunakan panggilan biasa saja layaknya teman. Awalnya memang canggung namun kini Callista telah terbiasa. Dave benar-benar adalah lelaki yang sangat baik. "Kekasih?" tanya Dave dengan kening mengernyit. "Yang waktu itu aku katakan. Lucia?" Tanpa Callista sadari, ucapannya itu didengar oleh Lucas. Lelaki itu pun menoleh ke arah Callista yang duduk di dekat bangkar Dave. Sementara Lucas duduk di sofa sejak tadi dan memainkan tabletnya. Dave mengetahui Lucas melirik Callista. Dirinya kemudian menatap Callsta dan tersenyum. "Dia pasti khawatir bila tahu. Jadi aku tidak mengabarinya. Kau juga jangan mengabari siapa pun, ya?" Callista menganggukkan kepalanya. Ia tidak paham mengapa dua orang itu seolah bersembunyi disini. Keduanya tidak mau menghubungi siapa pun. "Apa kau bisa pulang besok?" "Ya, bila kondisinya telah membaik." Callista menganggukkan kepalanya. "Kenapa? Kau pasti tidak suka menunggu di rumah sakit, kan?" "Bukan begitu. Kalau kau boleh pulang, tentu itu kabar baik. Kondisimu benar-benar tidak apa-apa, kan?" Dave menganggukkan kepalanya. Ia lantas menatap Lucas yang fokus menatap tabletnya. "Lucas. Kemarilah! Kau ini diam saja sejak tadi." Lucas mendongakkan kepalanya dan kemudian menatap Dave. Detik kemudian ia mengangkat tabletnya dan memperlihatkan layar tabletnya. Meski dari kejauhan, Dave dapat paham bahwa lelaki itu tengah bekerja sekarang. "Ayolah. Ini sudah tengah malam dan kau masih saja bekerja." "Kau tidurlah," ujar Lucas. Lelaki itu kemudian lanjut fokus kepada tabletnya. Dave menghela napasnya. "Call. Bisa bantu aku ke kamar mandi?" Callista mematung seketika. "Bagaimana kalau aku panggil perawat saja?" "Jangan," ujar Dave seraya menahan tangan Callista. Gadis itu telah berdiri dan hendak melangkah pergi meninggalkan Dave untuk memanggil perawat. Sikap Dave yang mencegahnya itu pun membuat Callista menjadi penasaran. "Mengapa?" "Beberapa perawat disini cukup muda dan aku merasa malu dengan mereka. Kau saja yang bantu aku." Callista tidak mengerti dengan jalan pikiran lelaki itu. "Tapi aku juga sama saja seperti mereka." "Setidaknya aku bisa lebih merasa sedikit tidak canggung denganmu." "Okay, baiklah." Callista kemudian mulai bergerak dengan menggeser selimut Dave. "Aku bisa berdiri. Tenang saja. Kau hanya perlu membantu membawakan inpus." Callista baru mengerti. Ia lantas menganggukkan kepalanya. Dirinya mengambil inpus Dave dan kemudian melangkah menuntunnya ke kamar mandi. Lucas yang melihat Dave bangkit pun kemudian langsung meletakkan tabletnya dan menghampiri Callista. Gadis itu tengah membantu memapah Dave yang melangkah perlahan seraya tangan kanannya mengangkat kantong inpus. Lucas menghampirinya dan langsung mengambil kantong inpus itu. "Aku saja," ujar Lucas kemudian langsung mengambil alih untuk memapah Dave. Callista pun hanya bisa diam karena terkejut. "Ku kira kau tidak bisa diganggu bekerja, Lucas." Lelaki itu hanya diam saja dan melanjutkan langkahnya. "Terima kasih, Call. Kau tunggu saja dulu disitu." Callista menganggukkan kepalanya. Ia kembali duduk di kursi dekat bangkar. Rasanya aneh bila dipikir kembali. Ia berada disini bersama dua lelaki asing. Akan tetapi setidaknya ia cukup akrab dengan Dave. Jangan lupa bahwa ia sangat mengagumi Lucas. Detak jantungnya benar-benar tidak terkendali karena ia berada satu ruangan bersama Lucas sejak tadi. ---------- Callista terbangun dan ia rupanya tertidur di kursi. Gadis itu tidur dengan posisi duduk dan bagian pundak ke atas bersandar di kasur Dave. Badannya benar-benar terasa sangat pegal karena posisi itu. Callista lantas memilih untuk pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil sejenak. Dirinya memasuki kamar mandi itu dengan pandangan setengah sadar dan kemudian menutup pintu. "Arghhh!!!" Begitu berbalik, dirinya memekik terkejut karena melihat d**a kekar. "Kau!" Callista merasa jantungnya hampir mencelos karena melihat Lucas tanpa sehelai benang pun. Lelaki itu tengah mandi dan berdiam diri di bawah shower. Ia langsung membalikkan tubuhnya begitu Callista masuk tiba-tiba. "Keluar!" "Kenapa tidak dikunci!" pekik Callista seraya menutup matanya. "Keluar!" Callista pun dengan terburu-buru langsung keluar dari kamar mandi itu. Tadi ia memasuki kamar mandi dalam keadaan setengah sadar. Kini matanya benar-benar langsung terbuka sepenuhnya karena kejadian itu. "Ada apa, Call?" Callista menoleh kepada Dave yang rupanya terbangun. Lelaki itu pasti terbangun karena suara teriakannya. "Kau seperti habis melihat hantu?" "Aku..Itu.." Callista tergagap. Ia masih sedikit shock karena melihat tubuh bagian atas Lucas tadi. Dirinya sedikit menyesal karena tidak menatap ke bawah. Callista langsung menggelengkan kepalanya ketika pemikiran itu muncul. Kepalanya jadi memikirkan hal yang tidak-tidak karena kejadian itu tadi. "Aku tidak tahu kalau ada Lucas di dalam kamar mandi." Dave mengangkat satu alisnya. "Oh. Aku kira ada sesuatu. Ini masih pukul empat pagi. Aku akan tidur lagi." Callista menganggukkan kepalanya. "Maaf aku sudah membangunkanmu." "Tidak apa, Call. Aku tidur." Callista menganggukkan kepalanya. Ia lantas segera menoleh begitu Lucas keluar dari kamar mandi. Lelaki itu kini telah mengenakan kaos hitam dan celana selutut. Rambutnya yang basah dan menitikkan air itu membuatnya terlihat begitu maskulin dan tampan. Callista benar-benar terpesona olehnya. "Ketuk pintu sebelum masuk," ujar Lucas dingin disertai tatapan tajamnya. "Aku minta maaf. Tadi nyawaku belum terkumpul." Lelaki itu kembali duduk di sofa dan kini menyalakan laptopnya. Callista tidak tahu kapan Lucas tidur. Seingatnya semalam lelaki itu bahkan masih bekerja ketika Callista memejamkan mata. Lalu Lucas sudah mandi di jam empat pagi begini.  Sekarang dia nampak tengah melanjutkan pekerjaannya. Callista jadi penasaran apakah hidup lelaki itu selalu begitu. Bila ia maka tidak heran ia begitu handal dalam menjalankan banyak perusahaan. Lucas ternyata sangat pekerja keras. "Berhenti menatapku." Lucas yang tengah menatap laptop di pangkuannya kemudian menatap Callista dengan tajam. Callista yang baru tersadar bahwa ia menatap Lucas sejak tadi pun berdehem dan kemudian mengalihkan pandangan. "Ah, aku ingin ke kamar mandi tadi." Callista mengakhiri suasana canggung antara dirinya dan Lucas itu dengan masuk ke dalam kamar mandi. Begitu kembali masuk ke ruangan itu, ingatan akan kejadian tadi pun muncul di kepalanya. Callista tentu tidak dapat melupakan pahatan otot Lucas yang begitu sempurna. Lelaki itu benar-benar sangat indah tanpa balutan busana. Callista membulatkan matanya. Ia langsung memukul kepalanya yang sempat memikirkan hal aneh. Dirinya kemudian mengunci pintu. "Dia benar-benar seperti dewa," gumam Callista. Tubuh yang tinggi, wajah yang tampan, badan yang begitu indah, aroma maskulin, serta kepiawaian dalam bekerja. Lelaki itu benar-benar menawan dan memiliki aura memikat yang sangat kuat. "Perempuan yang bisa mendapatkan dia pasti akan menjadi perempuan yang sangat beruntung," gumam Callista. Callista kemudian tersenyum mengingat tatapan tajam nan dingin dari lelaki itu. "Aku penasaran bagaimana tatapan penuh cinta yang Lucas tunjukkan. Rasanya gemas sekali ingin mengubah tatapan dingin itu menjadi tatapan penuh memuja," gumam Callista. Detik kemudian Callista menghela napasnya. "Sadarlah, Callista. Lihatlah dirimu. Lihatlah siapa dia. Memangnya apa yang bisa membuat lelaki itu bertekuk lutut. Lagi pula aku hanyalah pelayan penthouse. Sedangkan dia? Dia adalah lelaki yang paling diinginkan oleh sebagain besar wanita di New York. Bahkan mungkin Amerika? Atau seluruh dunia? Lelaki itu terlalu sulit digapai."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN