Chapter 8

1157 Kata
Callista melangkah dengan terburu-buru menuju koridor rumah sakit. Nampak seorang lelaki tengah duduk di kursi depan ruangan. Callista mempercepat larinya. Ia lantas menghentikan langkah di depan lelaki itu. Dirinya mengira itu Dave namun ternyata Lucas. Callista membulatkan matanya karena merasa terkejut. "Dimana Dave?" tanya Callista. Lucas mendongakkan kepalanya. Saat itu juga napas Callista terasa tercekat. Entah mengapa tatapan lelaki itu seolah mengunci dirinya. Seolah membuat Callista tidak mau berpaling dan hanya boleh terus menatap Lucas. Lelaki itu mengernyitkan keningnya. Nampak menatap Callista dengan bingung. "Dave?" Callista menganggukkan kepalanya. "Ku pikir kau pelayannya." Callista tidak mengerti apa ucapan lelaki itu. "Dimana dia?" Sebenarnya Callista tidak mengerti apa yang terjadi. Dave mengatakan bahwa Lucas juga kecelakaan bersama dirinya. Akan tetapi lelaki itu terlihat baik-baik saja sekarang. Seolah tidak terjadi apapun. Lucas hanya diam saja dan menunjuk sebuah pintu di dekatnya dengan dagu. Callista mengikuti arah tunjukan Lucas. Dirinya pun hendak bergegas langsung pergi melangkah meninggalkan lelaki itu. Akan tetapi dirinya teringat bahwa ia harus memberikan pakaian kepada Lucas. Callista kembali membalikkan tubuhnya dan menatap Lucas yang masih terduduk. Ia lantas memberikan salah satu tote bag yang dibawanya. "Dave memintaku membawa ini untukmu." Lucas mengangkat satu alisnya dan menatap tote bag pemberian Callista. Lelaki itu tidak kunjung mengambilnya dan hanya menatap saja. "Apa?" "Satu set pakaian." Lucas menyipitkan matanya. "Sudahlah. Ambil saja cepat!" Callista memegang tangan Lucas dan mengarahkan lelaki itu agar menggenggam tote bag. Hal itu tentu saja membuat Lucas terkejut. Callista kemudian bergegas masuk ke ruangan yang ditunjukkan oleh Lucas tadi. Tempat dimana Dave berada. Dia benar-benar merasa detak jantungnya tidak dapat dikendalikan ketika memegang tangan Lucas tadi. Rasanya ingin lari saja atau ditelan bumi. Belum lagi tatapan mata Lucas. Tatapan mata tajam, dingin, dan penuh kecurigaan itu. Rasanya Callista benar-benar gemas ingin menaklukannya. ------ "Dave? Apa yang sebenarnya terjadi." Callista terkejut karena melihat Dave yang terbaring dengan kepala diperban.  Lelaki itu sepertinya mengalami kecelakaan yang parah. "Hai. Kau sudah sampai." Dave seolah ingin bangkit dari posisi rebahnya. Akan tetapi Callista langsung mencegahnya. "Merebah saja." Dave kemudian menurut. "Baiklah. "Orang tuamu sudah diberi tahu?" Dave pun tersenyum. "Orang tuaku sudah meninggal." "Ah, maafkan aku." Callista benar-benar terkejut dengan fakta itu. "Tidak masalah." Dave menatap ke arah pintu. Nampak Lucas masuk ke dalam ruangan. "Lucas. Kau sudah makan?" "Belum." "Call, bagaimana bila kau menemani Lucas mencari makan?" Callista langsung menatapnya bosnya itu dengan terkejut. "Kau sudah lebih baik?" tanya Lucas. Dave menganggukkan kepalanya. "Kau pergilah cari makan dengan Callista. Call, pastikan dia makan dengan benar." "Aku akan cari sendiri." "Aku tidak percaya padamu. Call, temani dia." "Tapi kau-" "Tidak apa-apa. Lucas lebih berbahaya bila ditinggal sendiri. Apalagi dia belum makan," ucap Dave kemudian terkekeh. "Aku akan pergi sendiri," ujar Lucas penuh penekanan. "Kalau begitu aku akan beritahu Ibumu." Lucas menghela napasnya. Lelaki itu kemudian melangkah pergi keluar ruangan setelah meletakkan tote bag yang tadi diberikan oleh Callista. Begitu Lucas menutup pintu, Dave langsung menatap Callista. "Call. Cepat ikuti dia." "Aku? Tapi.." "Ikuti saja dan pastikan dia makan dengan baik." Callista masih tidak mengerti mengapa ia harus bersama Lucas dan menemani lelaki itu. Akan tetapi ini akan menjadi kesempatan emas. Makan bersama Lucas? Rasanya benar-benar seperti mimpi. "Baiklah." Callista tidak mungkin menolak perintah dari tuannya, kan?  Jadi ia akan menjadi asisten yang baik dengan menjalankan apa yang Dave minta. Dengan demikian, ia melangkah meninggalkan ruangan dan segera mengejar Lucas. "Tuan, tunggu." Lucas terus saja melangkah. Callista yakin suaranya sudah cukup keras ia lantas mempercepat langkahnya karena tidak mungkin terus berteriak. Tiba-tiba saja Lucas sudah masuk lift dan nampak menekan tombol lantai. Callista segera mempercepat larinya. Pandangan mata dingin lelaki itu pun menatap Callista yang tengah berlari ke arahnya. "Hiyakk!" Callista berhasil mencegah lift tertup dengan tangannya.  Padahal hanya tersisa lima cm lagi sebelum pintu tertutup namun ia berhasil tiba dan membuat pintu lift kembali terbuka. Callista kemudian masuk ke dalam lift dan berdiri di sebelah Lucas. Lelaki itu hanya diam saja dan tidak peduli. "Dave memintaku menemani. Jadi tidak ada yang bisa ku lakukan." Lucas diam saja dan tidak menimpali ucapan Callista. Callista dapat merasakan jantungnya berdebar karena berada di dekat lelaki yang ia kagumi itu. Bahkan aroma Lucas tercium begitu kuat dari jarak antara dirinya dan Lucas yang tidak terlalu dekat.  Aroma maskulin itu benar-benar membuat Callista menjadi semakin tertarik. "Sebenarnya bagaimana bisa terjadi kecelakaan?" tanya Callista. "Tanya Dave." Suara dingin dan bernada dingin itu benar-benar membuat hati Callista bergetar. Suara maskulin  Lucas membuat Callista jadi penasaran bagaimana bila lelaki itu berbicara cukup panjang dengannya. "Aku penasaran dan kau ada bersamanya. Jadi kau pasti tahu kronologi kecelakaan itu terjadi." Lucas diam saja. Callista pun menatapnya karena lelaki itu tidak kunjung bersuara. Pintu lift terbuka dan Lucas segera melangkah seraya memasukkan tangannya ke saku celana. "Kau tidak menjawab pertanyaanku," ujar Callista. "Tanya Dave." Lucas kemudian melangkah meninggalkan Callista. Callista pun terus mengejarnya. "Ini basement, bukankah harusnya kau ke cafetaria?" Lelaki itu terus saja melangkah dengan cepat meninggalkan Callista. Callista jadi ingat tingkah menyebalkan lelaki itu yang mengirim uang padanya sebagai ucapan terima kasih karena telah menyelamatkan ibunya. Callista jadi paham mengapa Lucas begitu menyebalkan. Lihat saja bagaimana sikapnya sekarang, benar-benar menyebalkan. Lucas menghampiri sebuah mobil. "Kau mau kemana?" Langkah Callista terhenti seketika saat seseorang keluar dari mobil. "Tuan, kau baik-baik saja?" "Ya." Lelaki itu lantas memberikan makanan yang Lucas minta. "Terima kasih," ujar Lucas seraya menatap isi tote bag. "Saya akan mencari tahu penyebab kecelakaan itu." "Tidak perlu." "Tapi, Tuan-" "Jangan sampai Ibuku tahu." Lelaki itu menganggukkan kepalanya. Lucas menepuk pundak lelaki itu kemudian pergi. Melangkah begitu saja mengabaikan Callista yang menatapnya dengan bingung. Callista lantas menghampiri lelaki yang tadi memberikan sesuatu kepada Lucas. "Hei, kau. Apa yang kau berikan kepadanya?" Lelaki itu nampak terkejut dan menatap Callista. Keningnya mengernyit. "Kau?" Callista mengangkat satu alisnya. "Apa kau mengenalku?" tanyanya. "Kau yang menyelamatkan Nyonya Amanda? Aku, Ben. Lelaki yang menemuimu beberapa waktu lalu untuk menggumamkan terima kasih." Callista kini mengingatnya. "Benar. Pantas saja wajahmu terasa tidak asing." Callista menatap Lucas yang masih melangkah. Kemudian kembali menatap Ben. "Apa yang kau berikan?" "Itu makanan." "Makanan?" Callista terperangah dengan Lucas yang tiba-tiba sudah mengambil makanan. "Dia memesannya dari tadi?" Ben menganggukkan kepalanya. "Baiklah." "Mengapa kau ada disini?" "Tidak apa-apa." "Kau akrab dengan Tuan Lucas?" "Mengapa kau bertanya? Kau pasti orang kepercayaannya, kan? Seharusnya kau tahu." Callista kemudian melangkah lelaki itu dan mengejar Lucas. Kali ini Lucas belum mencapai lift sehingga mereka memasuki lift bersama-sama. "Aku tidak menyangka kau sudah memiliki inisiatif memesan makanan sejak tadi." Lucas hanya diam saja tidak menjawab. Callista kemudian memutar bola matanya malas. Ia lantas mengusap perutnya. Dirinya belum makan malam tadi. Kini ia merasa lapar. Tadi ia terburu-buru menuju penthouse Dave untuk mengambil pakaiannya. Hal itu membuat Callista tidak sempat makan malam. Padahal ia seharusnya makan malam dan ditraktir oleh Sean. "Kau yakin makanan itu aman?" tanya Callista kemudian. Lucas hanya menganggukkan kepalanya. Sepertinya Callista memang harus sedikit menahan diri dalam menghadapi lelaki itu. Bahkan meski Callista sangat mengaguminya, Lucas benar-benar sangat menyebalkan karena sikap dinginnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN