Chapter 7

1538 Kata
“Lalu apa kau memukulnya?” “Tentu saja tidak. Aku harus tetap ramah pada kekasih Tuan Dave itu. Tapi kuakui dia sungguh menyebalkan.”   Callista kemudian menghela napasnya kasar. Ia lantas meminum minuman yang telah dipesannya.   “Tapi kau keren juga berhasil membuatnya diam. Aku kira dia akan menjambakmu atau mungkin akan menamparmu.”   “Setelah minum dia tetap memulai perdebatan tapi aku berhasil membalasnya. Itu terdengar cukup menyebalkan.”   Audi kemudian bertepuk tangan.   “Kau memang spesialis menangani orang-orang menyebalkan.”   Callista pun memutar bola matanya malas.   “Bagaimana restoran selama aku berhenti?” “Untungnya tidak ada masalah perdebatan seperti yang biasa kita harus hadapi saat kau masih ada.” “Wah. Restoran sepertinya menjadi tenang tanpa aku.”   Audi menganggukkan kepalanya. “Sepertinya begitu.”   “Hei!”   Audi pun terkekeh melihat ekspresi Callista yang terlihat kesal. Callista pun memilih untuk kembali meminum minumannya.   “Omong-omong bagaimana pekerjaanmu? Apa kau nyaman bekerja disana?” “Sangat. Tapi rasanya sepi. Tidak ada yang bisa membuatkan masakan untukku  dan tidak ada yang menjahiliku.”   “Jadi kau merindukanku dan Sean, ya?” tanya Audi dengan sumringah.   Callista mengangkat bahunya acuh. “Ya begitulah.”   Callista tidak dapat memungkiri bahwa ia merindukan rekan kerjanya itu.     -------   “Dia sangat pandai berdebat Mommy!”   Lucia menceritakan pengalamannya setelah bertemu dengan Callista.   “Matanya menyala dengan berani saat menatapku. Dia juga bicara tanpa ragu. Bicara dengan tegas tapi tidak mengurangi kesopanannya. Benar-benar sangat..”   Lucia mengangkat kedua tangannya ke atas kepala saking meras terpesonannya dengan Callista. “Benarkah? Jadi menurutmu dia sangat siap untuk menjadi rekan debat Lucas?”   Lucia mengangukkan kepalanya dengan mantap. “Dia berani dan bisa menanganiku. Aku 11 12 sama  keras kepalanya seperti Lucas. Jadi dia bisa menanganiku maka dia juga pasti bisa menangai Lucas.”   Amanda pun menganggukkan kepala dan tersenyum lega. ”Tidak salah lagi. Dia sangat cocok untuk Lucas,” ujar Amanda.   “Benar, Mommy. Dia cantik, muda, dan pemberani.”   Lucia sudah bertemu secara langsung dengan  gadis itu dan melihat kecantikannya secara langsung. Callista termasuk sangat cantik. Bahkan Lucia bisa mengatakan bahwa Callista jauh lebih cantik dari mendiang istri Lucas. Jadi seharusnya Lucas tidak memiliki alasan apapu untuk menolak gadis itu.   “Yang harus kita pikiran sekarang adalah bagaimana caranya agar mereka berdua mau menikah.”   Amanda pun menganggukkan kepalanya . “Saat kau bertemu Callista, dia tah kau adalah adik Lucas?” Lucia pun menggelengkan kepalanya. “Aku mengaku sebagai kekasih Dave.”   Amanda membulatkan matanya. Wanita itu kemudian terkekeh.   “Apa Dave tahu soal itu?” tanya Amanda. “Tentu saja tidak. Dia akan besar kepala bila tahu.”   Amanda masih saja terkekeh. “Callista pasti akan memberitahu Dave bahwa kekasihnya datang ke penthouse.”   “Aku sudah memberitahu namaku jadi bila Dave tahu dia pasti akan langsung menelpon.”   Amanda pun memilih untuk tidak membahas lebih lanjut mengenai Dave dan Lucia.   “Baiklah. Sekarang kita harus cari tahu cara membujuk Callista.”   Lucia menoleh kepada ibunya. “Mommy sudah tahu cara pasti supaya Lucas setuju?”   Lucia hanya merasa tidak yakin. Pasalnya lelaki itu sudah berubah drastis sejak empat tahun lalu. Selain sikapnya, prinsipnya juga sudah sangat berubah. Bahkan sudah banyak perempuan yang dikenalkan kepadanya namun Lucas tetap tidak mau menikah. Callista adalah salah satunya harapan karena gadis itu memenuhi semua kriteria idaman Lucas. Meski Lucas bahkan belum tau bahwa ibunya berniat menjodohkan Lucas dengan gadis itu namun Amanda kali ini akan berusaha keras.   “Sudah. Kita hanya tinggal pastikan Callista.”   “Bagaimana cara membujuk Lucas?”   Lelaki itu adalah manusia normal hingga kejadian nahas itu terjadi. Sekarang Lucas tidak lebih seperti boneka hidup yang tidak memiliki semangat atau tujuan. Kehidupan lelaki itu berubah menjadi kelam seketika.   Amanda mendekat kepada Lucia untuk membisikkan rencana yang terpikirkan olehnya.   Setelah beberapa menit setelah Amanda memberitahu rencananya kepada Lucia, Lucia membulatkan matanya.   “What?” tanyanya tidak percaya dengan apa yang dipikirkan oleh sang ibu   “Mommy?” tanya Lucia dengan mata memulat.   Amanda pun tersenyum menatap putrinya. “Itu sangat brilian.”   Lucia tidak pernah menyangka ibunya akan setotalitas ini. “Sekarang hanya tinggal cara untuk membujuk Callista.”   Lucia menganggukkn kepalanya. Ia pun langsung berpikir cepat. Berusaha mencari ide yang bisa dijalankan supaya Callista setuju dengan ide gila ini.   “Mom..”   “Apa?”   “Tapi Callista sudah dipastikan tidak memiliki kekasih, kan?” tanya Lucia memastikan.   Amanda menganggukkan kepalanya. Dave yang mencari tahu lebih lanjut mengenai Callista. Lelaki itu sudah mengetahui banyak hal dan ia mengatakan bahwa saat ini Callista sedang tidak menjalin hubugan dengan siapapun. Gadis itu lajang.   “Dave bilang Callista lajang.” “Dave tahu semuanya tentang Callista ya, Mom?” “Ya, benar.”   Lucia mulai berpikir bahwa akan lebih baik bila ia bertemu dengan Dave dan mengintrogasi pria itu mengenai informasi Callista.   “Baiklah. Sepertinya emang akan jauh lebih baik bila aku bertemu dengan Dave dulu. Aku harus tahu informasi penuh mengenai Callista. Supaya lebih mudah untuk mendapatkan ide membujuknya.” “Benar. Mommy juga ingin bertemu dengan Dave untuk membahas lebih serius mengenai calon menantu.”   Lucia kemudian tersenyum menatap ibunya. “Aku jadi tidak sabar mengenal lebih dekat kakak iparku, Mommy.”   “Mommy juga.Tapi masih ada beberapa hari. Dave pergi ke Texas bersama Lucas. Kita harus bersabar untuk menunggu.” Lucia pun menganggukkan kepalanya.     -------   “Sean!”   Callista merentangkan tangannya penuh semangat ketika ia melihat Sean baru saja tiba.   Mereka memiliki agenda untuk makan bersama malam ini. Sean yang mengajak. Katanya untuk melepas rindu.   “Hai..” Sean sudah hampir memeluk Callista karena gadis itu merentangkan kedua tangannya. Akan tetapi Callista justru mendorong tubuhnya. Seperti biasa, gadis itu selalu menolaknya.   “Kau kelihatan sangat ceria,” ujar Callista.   Sean pun hanya tersenyum. Mereka kemudian melangkah bersama memasuki restoran.   “Pasti ada sesuatu. Kau juga sampai mengajakku makan di tempat seperti ini dan rela menraktirku pula.”   Sean kemudian terkekeh. “Anggap saja aku sedang berbaik hati.” “Benar juga. Selama ini kau selalu saja bersikap buruk.” Sean hanya menggelengkan kepalanya dan kemudian menntun Callista menuju sebuah kursi. Lelaki itu menarik kursi untuk Callista kemudian Calista mengucapkan terima kasih dan duduk.   “Pesan apa saja yag kau mau. Aku yang traktir.” “Kau yakin? Menu disini sangat mahal,” ujar Callista. “Tenang saja. Kali ini aku mampu membayar.”   Callista hanya bisa menganggukkan kepala seolah percaya. Dirinya mulai melihat menu yang ada.   “Callista?” “Ya?” “Aku ingin mengatakan sesuatu”   Callista masih fokus menatap menu. Ia berubaha mencari menu termurah yang bisa dimakannya. Beberapa masakan tidak ia sukai jadi Callista lama memilih karena memastikan ia bisa menghabiskan makanan yang dipesannya. Itu semata-mata untuk menghargai Sean yang menraktirnya malam ini.   “Silahkan katakan saja.”   “Nanti.”   Callista mengernyitkan keningnya. Ia lantas menatap Sean seraya mengangkat satu alisnya.   “Pesan saja dahulu,” ujar Sean.   Callista kemudian menganggukkan kepalanya. Ia kembali menatap buku menu dan kemudian menyebutkan menunya kepada pelayan. Sean juga memesan makanannya segera setelah Callista menyebutkan pesanannya.   Pelayan pergi meninggalkan mereka setelah mencatat makanan pesanan keduanya. Callista pun menyandarkan tubuhnya di kursi.   “Kau mau bicara apa?” tanya Callista. Sean terdiam menatap Callista. Callista dapat merasakan ada yang berbeda dari tatapan mata Sean kali ini. Pandangan mata yang tidak seperti biasanya. Lelaki itu kemudian tersenyum.   “Aku-”   Ucapan Sean terhenti ketika terdengar suara dering telepon Callista. Callista menatap ponselnya dan kemudian membulatkan mata ketika Dave yang menelponnya.   “Sebentar, Sean.”   Callista segera mengambil ponselnya dan mengangkat telepon masuk itu.   “Halo..” “Kau dimana?”   Callista sangat tahu bahwa Dave kembali dari Texas malam ini.   “Aku sedang-” “Tolong cepatlah bergegas. Bawakan semua pakaianku.” “Ada apa?” tanya Callista panik. Pasalnya suara bosnya itu terdengar begitu panik di seberang sana.   Callista menatap Sean begitu Dave menjelaskan apa yang terjadi. “Baiklah.”   Callista langsung menutup teleponnya.   “Sean. Maafkan aku. Tapi aku harus segera kembali.” Callista segera bangkit dari duduknya.   “Apa? Kenapa, Callista? Ada apa?” tanya Sean ikut berdiri dan merasa panik.   “Tuan Dave masuk rumah sakit. Aku harus cepat membawa pakaian ganti.   Sean pun terkejut. “Apa? Kenapa Tuan Dave?”   “Aku tidak tahu bagaimana kronologinya. Tapi aku harus bergegas.”   Callista kemudian menepuk pundak Sean. “Aku minta maaf. Aku benar-benar harus pergi.”   Callista berbalik setelah berpamitan. Sean menarik tangannya dengan cepat. “Callista, biar ku antar.”   Gadis itu pun berbalik dan melepas tangannya dari Sean dengan cepat. “Tidak perlu, Sean. Aku akan pergi sendiri. Kau habisi makan malam yang sudah dipesan ya? Sekali lagi aku benar-benar minta maaf. Aku akan ganti bayaran makananku nanti. Sekarang aku sedang buru-buru.”   “Tapi, Call.”   “Bye.. Sampai jumpa.”   “Call.. Callista..”   Sean pun hanya bisa mematung karena gadis itu telah pergi. Ia menghela napasnya kasar.   Callista berlari dengan cepat dan segera mengendarai sepeda motornya. Ia masih sediki terkejut.   “Aku tidak tahu harus bahagia atau sedih. Tapi aku akan bertemu Lucas lagi. Astaga ini seperti sebuah keajaiban,” gumam Callista kala mengingat pesan Dave untuk membawa pakaian lebih karena ada Lucas juga di rumah sakit. Sayangnya lelaki iu berada disana karena ia korban kecelakaan juga seperti Dave
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN