Chapter 18

1361 Kata
"Kau sangat cantik, Callista! Astaga." Lucia tidak berbohong. Callista memang sangat cantik. Dengan kecantikan yang ia miliki ditambah dengan penampilannya sekarang, ia yakin Lucas akan tergila-gila. Bila lelaki itu normal maka seharusnya ia merasa tertarik dengan penampilan Callista saat ini. Lucia terlihat sangat kagum dan berterima kasih ia bisa bertemu Callista. Saking kagumnya, sejak tadi ia terus saja memuji gadis itu hingga mereka tiba di tempat pesta. "Kau sangat cantik. Bahkan lebih cantik dari Carissa," gumam Lucia. "Carissa?" tanya Callista bingung. "Sudah, ayo kita masuk." Sebenarnya Callista Lucia berencana agar Lucas berangkat bersama mereka. Akan tetapi entah kemana perginya Lucas. Lelaki itu seolah menghindar setelah tahu bahwa Callista ikut datang ke pesta. Kedatangan mereka berdua membuat begitu banyak lelaki langsung menatap.  Bagaimana tidak, Lucia Dixie cukup terkenal sebagai perempuan kaya raya lajang yang baru saja kembali ke New York. Ada begitu banyak lelaki yang mengincarnya untuk dinikahi. Lalu bila menatap Callista, kecantikan dan tubuh perempuan itu benar-benar sangat menarik hati. Seolah keduanya bagaikan bercahaya sehingga sangat menyilaukan mata. Callista dan Lucia benar-benar menarik perhatian semua orang. ----------- "Lihatlah, Lucas terus saja melirik kemari." "Aku yakin karena begitu banyak lelaki yang menatapmu. Dia pasti sedang menjadi kakak yang posesif sekarang." Lucia meminum minumannya dan kemudian menggelengkan kepala. "Dia justru menatapmu. Lihatlah matanya yang tajam. Dia memang sangat suka menatap dengan sinis." Callista pun mengalihkan pandangan dari Lucia dan mulai menatap Lucas. Lelaki itu jauh disana namun matanya memang secara terang-terangan menatap kemari. Begitu ia menatap Lucas, matanya pun bertemu dengan manik mata lelaki itu. Dirinya benar-benar tidak menyangka bahwa tengah menatapnya kini. Begitu terang-terangan. "Kau benar. Dia menatapku." Lucia pun ikut menatap Lucas. "Dia biasanya tidak menatap perempuan terlalu lama selain aku dan Ibu. Kurasa dia terpesona dengan kau yang sangat cantik malam ini," ucap Lucia santai. Lucia pun teringat akan sesuatu. "Ada Dave juga disini. Aku harus bertemu dia sebentar." Callista sebenarnya bingung mengapa Lucia tidak berangkat bersama Dave saja. Padahal mereka berdua adalah pasangan kekasih. "Kau tidak apa aku tinggal sebentar?" "Tidak masalah," ujar Callista. "Baiklah. Jangan kemana-mana, okay?" "Lucia. Aku akan pergi ke toilet sebentar." "Perlu aku antar?" "Tidak perlu." "Baiklah. Setelah selesai langsung kembali kemari ya, Callista?" Callista pun menganggukkan kepalanya. Lucia lantas melangkah meninggalkan Callista. Callista mengalihkan pandangan sejenak. Lucas masih saja tetap menatapnya.  Padahal adik dari lelaki itu baru saja melangkah pergi, namun mata Lucas tetap saja menatapnya dirinya. Seolah lelaki itu benar-benar tengah mengintai Callista saat ini. Callista kemudian berdiri dan melangkah pergi untuk menuju toilet. Lucas mengernyitkan keningnya begitu ia melihat Callista yang melangkah pergi. Dirinya akhirnya mengalihkan pandangan setelah sejak tadi terus saja menatap Callista. Ia meminum minumannya. Lucas lantas meletakkan gelasnya di atas meja dan menatap gelas itu sejenak. Pandangannya kemudian menatap sekeliling pesta. Dua menit kemudian Lucas berdiri seraya merapikan jasnya. Meninggalkan tempat duduknya dan melangkah pergi. --------- Callista dapat merasakan ada banyak orang yang menatapnya di pesta ini. Bahkan ketika ia memasuki toilet pun, semuanya menatap dirinya dari atas hingga bawah. Ia menjadi merasa tidak nyaman. Pandangan iri dari para perempuan membuatnya merasa terganggu. Lalu pandangan nakal dari beberapa lelaki juga terasa sangat mengganggu. Begitu selesai dengan urusannya, Callista pun langsung keluar dari toilet. Ia cukup terkejut menemukan Lucas tengah berdiri di depan toilet pria. Toilet pria dan wanita memang bersebelahan. Lelaki itu berdiri disana seolah tengah menunggu seseorang. "Dimana Lucia?" tanya Lucas. Callista pun mengernyitkan keningnya. "Kau mengikutiku kemari hanya untuk menanyakan itu?" Lucas pun mengangkat satu alisnya. Lucas yang berbincang dengan Callista membuat begitu banyak pasang mata yang menatapnya. Pasalnya selama ini Lucas tidak pernah terlihat bersama perempuan. Bahkan meski ada banyak perempuan yang dengan terang-terangan menggoda dan berharap bisa menjadi pasangannya, Lucas selalu saja menolak. Melihat Lucas bersama Callista sekarang terlebih Callista terlihat sangat asing bagi banyak orang disini tentu mengundang tanda tanya. "Dimana?" "Dia bertemu dengan Dave." Lucas hanya diam saja dan kemudian melangkah meninggalkan Callista. Lucas masuk ke dalam toilet. Hal itu pun membuat Callista memilih untuk melangkah pergi meninggalkan toilet. Ia sedikit tersenyum karena Lucas terlihat begitu tampan malam ini. Begitu dirinya kembali di tempat tadi, tidak lama kemudian seorang pria datang dan duduk di sebelahnya. "Hai," sapa sang lelaki seraya tersenyum. "Apa aku boleh duduk disini?" Callista sebenarnya tidak suka ada lelaki asing yang mendekat. Belum lagi sejak tadi ia terasa seolah diintai bagaikan mangsa. "Ya," ucap Callista kemudian. Lelaki itu hanya duduk dan Callista cukup perlu menunggu hingga Lucia kembali. "Kau menikmati pestanya?" tanya lelaki itu. Callista menoleh kepadanya seraya mengernyitkan kening. "Ah, perkenalkan aku Tommy Aquila. Boleh tahu namamu?" Lelaki itu menyerahkan tangannya untuk berjabat tangan. "Callista." Callista menjabat tangan lelaki itu yang kemudian tangannya justru dikecup. Callista cukup terkejut dengan itu. Lelaki ini memang tampan dan setelannya terlihat mahal. Hanya saja Callista merasa tidak nyaman. "Nama yang cantik, secantik dirimu." Callista langsung menarik tangannya begitu ia merasa tangannya digenggam dengan erat. Ia jadi khawatir karena Lucia tidak kunjung kembali. Padahal tadi ia menduga bahwa dirinya sudah cukup lama berada di toilet. "Terima kasih, Mr. Aquila." "Panggil saja Tom." Lelaki itu tersenyum manis. Memang terlihat sangat tampan. Akan tetapi Callista tidak menyukainya. "Aku ingin bicara." Callista terkejut mendengar suara bariton itu. Dia dan Tom pun seketika mendongak. Mereka sama-sama terkejut melihat Lucas yang datang menghampiri. "Waw. Halo, Lucas. Sebuah kehormatan kau mencariku. Ada apa?"  Tom berdiri dengan percaya diri dan menyambut Lucas dengan hangat. Para pebisnis tentu tahu siapa Lucas Dixie. Lalu diajak bicara terlebih dahulu atau dicari oleh lelaki itu adalah sebuah kehormatan. "Bukan kau," ujar Lucas. "Aa apa?" tanya Tom terkejut. Callista juga terkejut. Lucas kemudian menatap Callista. Pandangan Lucas lantas berubah menatap Tom. "Pergilah." Tom terlihat terkejut dan kesal namun ia memilih mengangguk. Tom menatap Callista sejenak. "Senang ber-." "Pergilah," ujar Lucas tegas. Tom kemudian memilih langsung pergi. Callista tidak tahu angin apa yang membawa Lucas kemari. "Senang menggoda banyak lelaki?" tanya Lucas. Pertanyaan yang menurut Callista sangatlah tidak masuk akal untuk ukuran pertanyaan pembuka setelah Lucas duduk di sebelahnya. "Aku tidak menggoda banyak lelaki." "Beberapa lelaki?" "Aku tidak menggoda lelaki." Lucas terkekeh mencemooh. "Aku yakin kau datang kemari untuk menggoda banyak lelaki." "Lucia yang mengajakku kemari untuk menemaninya." "Lihatlah bagaimana caramu berpakaian." Lucas kemudian mendekat kepada Callista untuk berbisik. "Sangat menggoda," bisiknya dengan suara rendah di telinga Callista. Hal itu membuat Callista sangat terkejut. Selain itu ini pertama kalinya Lucas berbisik padanya. "Kau tergoda olehku?" tanya Callista seolah menantang. Lucas seolah terkejut. Lelaki itu tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. "Jadi kau memang berniat menggoda?" "Tidak. Tapi bila kau tergoda, itu bukan salahku." Mereka tidak sadar bahwa saat ini semuanya tengah menatap mereka. Lucas berbincang dengan seorang gadis benar-benar adalah sebuah keajaiban. Belum lagi Callista yang sangat cantik dan Lucas menatapnya cukup lama. Membuat banyak orang menduga bahwa sepertinya Lucas sudah menemukan gadis baru yang ia cintai. "Dimana Lucia?" tanya Lucas kemudian. "Dia menemui Dave. "Dia tidak ada dimana pun?" "Apa maksudmu?" tanya Callista bingung. "Dia tidak terlihat dimana pun." "Kau yakin sudah melihat ke segala tempat di pesta ini?" "Dave juga tidak terlihat." Callista juga tidak paham mengapa Lucia tidak kunjung terlihat. "Aku tidak tahu dia dimana." "Coba telepon dia." Callista menatap Lucas bingung. "Aku?" "Dia tidak mengangkat teleponku." "Memangnya kenapa? Lucia pasti masih berada disini. Dia tidak mungkin meninggalkanku. Lalu kenapa juga kau terlihat cemas bila dia tidak terlihat?" "Telepon dia," ujar Lucas tegas. Callista pun memilih tidak membantah dan segera mengambil ponselnya dari tas.  Dirinya lantas mencari kontak Lucia dan mulai mengubunginya. "Tidak diangkat juga." "Coba lagi." Callista pun menurut. Beberapa waktu kemudian sambungan telepon itu pun terangkat. "Halo, Lucia." Lucas langsung mengambil ponsel Callista. "Halo," ujar Lucas. "Halo, Lucas." "Kau dimana?" Matanya membulat dan Lucas terlihat terkejut. Callista pun menjadi penasaran karena perubahan raut wajah Lucas terlihat begitu nyata. Lelaki itu terlihat terkejut dan khawatir. "Ada apa?" tanya Callista. Begitu Lucas mematikan sambungan telepon, lelaki itu menyerahkan kembali ponsel Callista. "Ikut denganku cepat." Lucas langsung menarik tangan Callista. Hal itu membuat semua orang yang menatap mereka sejak tadi menjadi terkejut. Lucas pergi bersama Callista. Bukankah itu bisa menjadi berita yang sangat hangat? Setelah empat tahun kematian istri tercintanya, Lucas yang berubah menjadi orang sangat dingin dan seolah anti perempuan kini menggandeng tangan seorang gadis keluar dari pesta. Gadis itu juga datang bersama adik Lucas tadi. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN