Chapter 17

1195 Kata
"Sepertinya Ibu dan Adikku sangat menyukaimu." Callista cukup terkejut Lucas akan bicara sepanjang itu. Ia menoleh kepada Lucas. "Kurasa iya. Mungkin karena Ibumu merasa berhutang budi dan adikmu merasa nyaman menghabiskan waktu denganku." "Kau harus sadar diri." Callista mengernyitkan keningnya dan menatap Lucas serius. "Banyak orang yang ingin menempel dengan keluarga Dixie." Callista merasa terkejut. Ucapan lelaki itu membuat Callista menyangka bahwa Lucas memandangnya melakukan semua ini agar dapat mengambil keuntungan dari keluarga Dixie yang kaya raya.  Padahal Callista melakukannya semata-mata hanya agar bisa mendapatkan kesempatan dekat dengan Lucas. Ia mengagumi pria itu. Memilikinya adalah tidak mungkin jadi Callista ingin membahagiakan diri dengan memperoleh kesempatan bisa menghabiskan waktu di sekitar Lucas. Itu saja sudah cukup baginya. Hanya saja ia ingin kesempatan itu bisa ia dapatkan lebih lama agar dirinya merasa lebih baik lagi. Setidaknya halusinasinya akan beberapa menjadi kenyataan bila ia berteman baik dengan Lucia. Perihal ibu Lucas, itu benar-benar hanya sebuah kebetulan karena Callista bisa menolongnya dari kecelakaan sehingga wanita itu menjadi sangat berterima kasih. "Tetaplah dalam jalurmu." Mobil kemudian terhenti dan Callista menoleh ke keadaan sekitar. Lelaki itu telah mengantarnya sampai selamat ke depan gedung apartemennya.. Klik Lucas membuka kunci pintu. Ia bermaksud untuk agar Callista segera keluar dari mobilnya. Callista memilih tidak mengatakan apapun untuk ucapan Lucas sebelumnya. "Terima kasih sudah mengantar. Berhati-hatilah di jalan." Ia melepas sabuk pengaman dan kemudian membuka pintu. Dirinya turun dari mobil dengan cepat. Begitu pintu mobil tertutup, Lucas segera menjalankan mobil meninggalkan pekarangan itu. --------- Lucia masih cukup terkejut dengan ucapan dari Lucas ketika mereka berada di meja makan. Ia tidak menduga kakaknya itu berpikir bahwa gadis seperti Callista hanya cukup menjadi pelayan saja di rumah ini. Hal itu tentu saja membuat dirinya tidak terima. Callista memang berasa dari keluarga sederhana dan pekerjaan gadis itu adalah sebagai waitress saat bekerja di restoran Dave. Lalu demi memuluskan pengawasan dan mencari tahu lebih dalam sikap Callista, ide menjadikan Callista sebagai pelayan di penthouse Dave pun muncul. Akan tetapi bukan berarti hal itu bisa menjadikan Lucas hanya berpikir bahwa Callista cukup menjadi pelayan saja. Lucia dan ibunya telah mempersiapkan agar gadis itu lebih dari itu di rumah ini. "Sepertinya ada yang sedang banyak pikiran," ujar Lucia. Gadis itu melihat Lucas tengah berdiri di hadapan air terjun buatan di taman sebelah rumahnya. Taman itu adalah tempat favorit Lucas untuk mencari ketenangan atau sejenak mencari jeda dari waktu bekerjanya. Lucas hanya diam saja dan tidak merespon ucapan Lucia itu. Kedua tangannya berada di saku celana dan ia memanang fokus ke arah air terjun. Lucia pun terdiam dan ikut melakukan apa yang dilakukan oleh kakaknya itu. "Apa kau dan Mommy benar-benar menginginkan menantu baru?" Lucia cukup terkejut dengan pertanyaan itu. Ia tidak menduga Lucas akan tiba-tiba bertanya seperti itu. Ia pun terdiam karena tidak tahu harus menjawab apa. Lagi pula Lucas sudah tahu itu sejak lama, bukan? Sejak dulu juga ibunya selalu berusaha mencarikan Lucas gadis yang tepat. "Hidupmu harus terus berlanjut." "Aku sudah melanjutkan hidupku. Aku ada disini sekarang." Lucia kemudian menoleh kepada Lucas. "Tapi kau tidak melanjutkan hidup dengan baik! Kau menyebalkan." Lucia sungguh ingin mengatakan itu sejak lama. "Aku tidak ingin menikah lagi." "Lucas!" "Jadi tidak perlu repot mencari gadis untukku." "Lucas! Kenapa kau begitu egois?" Lucas menoleh ke arah Lucia. Ia menatap adiknya itu. "Kau segeralah menikah. Berikan Mommy cucu." Lucia merasa semakin kesal pada kakaknya itu. "Kau yang segeralah menikah! Lalu berikan Mommy cucu. Apa kau tidak ingat apa pesan Daddy?!" Lucas pun terdiam. "Sudah empat tahun, Lucas! Sudah empat tahun. Jangan bertingkah seolah kau yang paling menderita disini. Mommy-" "Berhentilah bicara seolah kau paham apa yang terjadi padaku." Lucas menghela napasnya dan mengeluarkan tangannya dari saku celana. Ia lantas menatap adiknya itu dengan serius. "Aku hanya mencintai Carissa. Sampai kapan pun, tidak ada yang bisa menggantikan posisinya." Lalu setelah itu Lucas melangkah pergi meninggalkan Lucia. Kalimat yang baru saja diucapkan oleh lelaki itu, benar-benar membuat Lucia naik pitam. "Carissa sudah mati!" pekiknya kesal. Langkah kaki Lucas pun terhenti.  Lucia menatap kakaknya itu. Ia mengepalkan tangannya untuk menahan rasa sakit sekaligus kesal yang kini dirasakannya. "Dia sudah mati. Lalu kau pikir, dengan begini terus hidupmu bisa bahagia?" Lucas membalikkan tubuh menatap adiknya itu. "Pikirkan saja kebahagiaanmu. Kau juga belum bahagia," ujar Lucas. Lelaki itu kemudian pergi begitu saja. "Hei, Lucas. Aku belum bahagia karena kau belum menikah! Lucas!" Lelaki itu terus saja melangkah pergi. Lucia pun menghela napasnya. "Callista akan membuatmu bertekuk lutut suatu hari nanti. Lihat saja!" Lucia berusaha menenangkan napasnya yang terengah setelah berteriak. Ia kemudian menatap langit. "Lucio ayolah bantu sadarkan kakakmu itu! Dia sangat bodoh! Daddy, bantu juga sadarkan anak sulungmu itu," gumamnya. -------- Seminggu kemudian.. "Aku sangat menanti untuk ini!" Lucia melangkah dengan begitu bersemangat saat dirinya memasuki salah satu butik ternama. "Ayo, Callista." Lucia begitu bersemangat untuk mencari gaun. Ia mengajak Callista untuk hadir di salah satu pesta pernikahan temannya. Sebenarnya itu teman Lucia saat kecil dulu, namun karena yang akan menikahi temannya itu adalah partner bisnis Lucas maka Lucia pun mendapatkan undangan setelah putus kontak bertahun-tahun. Lucas akan hadir disana sebagai tamu undangan dari mempelai lelaki. Sementara Lucia akan hadir sebagai tamu undangan dari mempelai wanita. Ia berniat untuk mengajak Callista. Gadis itu juga tidak keberatan.  Lalu disinilah sekarang mereka berniat untuk bersama-sama mencari gaun. Callista sendiri sudah menyiapkan uang untuk mencari gaun. Ia ingin tampil cantik. Berhubung Lucas juga akan ada disana dan ia berpikir bahwa ini akan menjadi satu-satunya kesempatan bagi Callista untuk menampilkan dirinya yang terbaik untuk Lucas maka ia akan berusaha totalitas. Lagi pula dirinya tidak memiliki pilihan lain lagi. Lucia sangat bersemangat mengajaknya pergi. Ia hanya ingin menyenangkan gadis itu. Lucia melihat sebuah gaun yang sangat cantik. Ia pun segera melangkah kesana dan berniat untuk mencoba gaun itu. Tiba-tiba saja gaun itu sudah disentuh lebih dahulu oleh seorang gadis. Secara otomatis, Lucia pun langsung menatap kepadanya. "Oh, hai Lucia. Maafkan aku. Gaun ini terlihat sangat cantik dan aku ingin membelinya. Tapi sepertinya kau ingin gaun ini, ya?" "Kau siapa?" tanya Lucia. Callista menahan tawanya karena ia merasa bahwa reaksi Lucia itu lucu. Gadis itu sudah terlihat sangat ramah seolah mereka adalah teman akrab yang kebetulan bertemu di butik ini dan menyukai gaun yang sama. Sayangnya Lucia tidak mengenal gadis itu. Gaids itu tersenyum. "Aku Naomi Aisley." Lucia terdiam sejenak kemudian terperangah. Seolah baru mengingat sesuatu. "Begitu," gumam Lucia. Lucia lantas menoleh ke gaun tadi. "Tidak apa. Kau ambil saja gaunnya. Ayo, Callista." Lucia menggandengan tangan Callista dan berniat mengajaknya pergi ke sisi lain untuk melihat-lihat.  Gadis itu pun mengernyitkan kening melihat Callista. "Lucia.." Lucia menghentikan langkahnya begitu pula dengan Callista. "Apa kau tidak ingin memperkenalkanku dengan teman barumu?" Lucia kemudian menatap Callista. "Kenalkan ini Callista. Callista, dia adalah Naomi. Teman saat aku kecil." Callista pun kemudian tersenyum dan ia berjabat tangan dengan Naomi. Setelah acara perkenalan formal itu, Lucia lantas segera menarik Callista untuk pergi menjauh. "Ayo, Call. Aku malas bertemu dia," bisik Lucia yang menggandeng tangan Callista erat. "Aku kira kau mengenalnya." "Aku tidak ingat wajahnya." "Dia adalah model yang cukup terkenal." "Kau tahu dia menjadi model?" Callista menganggukkan kepalanya. "Kalau aku sampai tidak tahu dia, berarti dia tidak terkenal." Lucia memang cukup percaya diri. Akan tetapi yang ia ucapkan itu memang sebuah kenyataan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN