Keluar UKS

1543 Kata
Yuni?” Panji memaksakan diri untuk bangkit. “Argh!” Sayangnya, tubuh Panji kehilangan banyak tenaga, sehingga ia langsung lemas ketika hendak duduk. “Pak Panji!” Yuni dengan sigap memegang bahu Panji lalu membantunya kembali berbaring. “Pak, Bapak minum obat dulu aja, biar badannya enakan.” Yuni mengambil ibuprofen yang disiapkan di atas meja samping ranjang, lalu ia meminta Panji untuk memiringkan badan. Dengan telaten, Yuni memberikan obat dan menyodorkan satu botol air dengan sedotan kepada Panji. Setelah itu, Panji kembali telentang. Nafas Panji terdengar memburu, suhu tubuhnya masih cukup panas. Meskipun Panji telah sadar, tetapi Yuni masih tetap setia menemaninya di UKS, padahal seharusnya ia kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran. Yuni rela –atau bahkan hobi– meninggalkan kelas, demi bisa merawat guru BK-nya agar betah mengajar di Tumimbal. Atau mungkin itu hanya alasan Yuni untuk bisa kabur dari kelas. “Yuni, kamu bisa balik ke kelas, Bapak udah gak apa-apa,” ucap Panji lemas. “Enggak ah, Pak, aku gak suka di kelas, gurunya gak enak, boring,” gerutu Yuni. Panji tahu, perilaku Yuni sebenarnya tidak bisa dibenarkan. Tapi saat ini Panji tidak bisa marah, karena ia sadar Yuni telah menyelamatkan hidupnya. Entah apa yang terjadi jika tidak ada Yuni yang menemukannya sedang lemas di koridor, mungkin Panji bisa tidak selamat dan menjadi korban selanjutnya dari teror di sekolah internasional ini. Panji pun tidak tahu, di tengah ia pingsan, Rika datang untuk menyelamatkannya dan bahkan Rika lah yang menjadi penolong utama di mana ia adalah orang yang mengeluarkan makhluk astral yang mengganggu Panji. Sayangnya, Panji tidak memiliki ingatan tentang Rika, karena ia tidak sadarkan diri. Panji hanya bisa tersenyum lemas melihat raut wajah Yuni yang tampak manja namun tetap meneduhkan, membuat Panji semakin tidak tega jika harus marah kepadanya. “Yun, nanti makan malam Bapak traktir, ya?” ucap Panji hendak berterima kasih. “Ha? Traktir? Kayaknya Pak Panji ini beneran lagi sakit deh ya? Saya kan udah bilang, Pak, duit itu gak berharga di dalam sekolah ini,” sahut Yuni terkekeh, membuat Panji bingung. Ia masih belum tahu maksud dari “uang tidak berharga di sekolah ini” yang sudah dua kali diucapkan oleh Yuni sejak pertama kali mereka berjumpa. “Yaudah, kalau gitu kamu mau apa sebagai ucapan terima kasih?” Panji masih tetap mencoba merayu Yuni, tetapi bukan untuk dijadikan kekasih. Kali ini, Panji yang nakal benar-benar ingin berterima kasih kepada orang yang telah menyelamatkan nyawanya. “Heum … apa ya?” Yuni menggaruk-garuk dagunya yang tidak gatal. “Nanti malam mau temenin saya ke perpus?” Yuni tampak antusias. “Ha?! Perpus?! Malem?! Gila kamu, Yun! Enggak ah! Ngapain ke perpus malem-malem? Siang aja udah banyak setan di sini! Apalagi malem?!” sahut Panji sambil melotot. Sejenak, ia lupa dengan keadaan tubuhnya yang masih lemas. “Ayolah, Pak …,” rayu Yuni sambil memegang tangan Panji. “Katanya Bapak mau berterima kasih ke saya ….” Panji menghela nafas panjang, sambil berusaha menjaga kepalanya yang masih terasa pusing. “Yun, kamu tahu kan Bapak ini guru BK? Lagipula, sekolah ini punya jam malam … kenapa gak besok siang aja?” Mendengar ucapan Panji yang tampak polos, Yuni tersenyum sambil mendekatkan wajah kepada Panji, membuat pipi Panji perlahan terasa semakin panas. Entah, sebagai seorang pemain wanita, seharusnya Panji sudah terbiasa dengan kedekatan fisik seperti ini. Bahkan ketika Lia menunjukkan tubuh padanya sekalipun, Panji tidak merasakan gejolak aneh di dalam hatinya. Namun hal itu berbeda ketika Yuni yang mendekatkan diri kepadanya. Meski sebenarnya Yuni tidak memiliki maksud terselubung, tetapi tetap saja membuat Panji salah tingkah. “Pak, Bapak kan orang baru … Bapak gak pengen tahu satu rahasia?” ucap Yuni sambil berbisik. “Rahasia? Apa?” Panji sedikit menjauhkan wajah dari Yuni, agar ia bisa melihat dengan jelas wajah dari bidadari muda yang kini sedang membungkukkan badan agar lebih dekat dengannya. “Di perpus, ada beberapa buku terlarang yang gak boleh dibaca sama siswa maupun guru. Kabarnya, buku itu isinya misteri dan legenda sekolah ini. Bapak gak mau ikut?” Yuni mengedipkan mata beberapa kali ketika wajahnya dipandang dengan seksama oleh Panji, seakan ia sengaja menggoda guru BK-nya tersebut. Saat ini, keteguhan hati Panji goyah. Satu sisi, ia sangat ingin mengetahui tentang rahasia yang disembunyikan oleh sekolah ini terhadapnya, namun sisi lain ia takut melanggar peraturan. Sangat banyak hal yang ingin ia ketahui tentang sekolah ini. Mulai dari bagaimana bisa sekolah ini memiliki lingkungan yang angker padahal bangunan sekolah ini sangat modern dengan semua fasilitas yang ada, lalu bagaimana sekolah ini bisa memiliki satu murid yang tampak seperti om-om berkumis tebal, dan juga kenapa banyak perundungan dan kenakalan yang seakan dibiarkan dan tidak diurus, semua itu menimbulkan tanda tanya besar di kepala Panji. Sayangnya, sebagai orang baru, ia tidak tahu harus memulai dari mana mencari tahu tentang semua hal tersebut. Belum lagi, ini baru hari pertamanya bekerja, sehingga Panji masih harus beradaptasi dengan lingkungan. “Pak, saya tahu, Bapak punya banyak banget pertanyaan tentang sekolah ini. Kalau Bapak ikut saya, Bapak gak akan menyesal. Saya yakin!” Yuni terus berusaha membujuk Panji agar bisa masuk ke perpustakaan tengah malam. “Maaf, Yun, kalau malam Bapak gak berani. Ketemu setan aja Bapak masih merinding! Gimana kalau siang aja? Nanti Bapak bakal bantu kamu buat masuk ke seksi buku yang kamu butuhin. Bapak tahu, kalau cuma sendirian masuk ke sana, kemungkinan berhasilnya kecil. Tapi kalau sama Bapak, bisa lah itu diatur. Gimana?” Panji mencoba balik membujuk Yuni, karena ia sadar jika masih banyak hal yang yang perlu dicari tahu. Dengan keakraban yang mulai terbangun antara dirinya dan Yuni, Panji yakin jika bidadari muda di depannya ini bisa berguna suatu saat nanti. “Hahhh ….” Yuni menghela nafas kecewa, ia tidak bisa menguji adrenalin untuk memasuki perpustakaan di malam hari, padahal ia sangat ingin. “Yaudah lah, gak apa-apa. Emang Bapak punya rencana?” “Jadi rencananya gini, Yun ….” Hari berangsur petang. Yuni yang sedari tadi menjaga Panji pun telah meninggalkannya seorang diri di dalam ruang UKS, sementara Panji masih memulihkan diri, sebelum akhirnya ia meninggalkan UKS dan kembali ke apartemen. Di tengah perjalanan menuju kompleks apartemen pun, Panji harus kembali melewati lorong panjang yang mana terdapat banyak sekali penampakan mengerikan yang membuatnya bergidik ngeri. Apalagi, saat ini matahari hampir tenggelam. Waktu senja adalah saat yang paling ideal bagi para makhluk astral penghuni Tumimbal untuk berkeliaran menampakkan diri kepada manusia. Karena senja membawa cahaya berwarna merah yang memiliki resonansi selaras dengan para makhluk astral tersebut, sehingga membuat mereka memiliki energi terkuatnya ketika senja. Kebanyakan siswa-siswi Tumimbal pun telah masuk ke kamar mereka saat senja. Berada di ujung lorong, Panji sudah merasa tidak enak karena melihat banyaknya bayangan hitam berkeliaran di sepanjang lorong. Ingin rasanya Panji berbalik, sayangnya ia harus tetap melewati lorong tersebut yang menjadi satu-satunya jalan menuju ke kompleks apartemen. Sendirian, ketakutan, keringat dingin kembali bercucuran. Lagi, para makhluk astral itu kembali mencium dan merasakan aura rasa takut dari tubuh Panji. Mereka serentak berhenti, berdiam diri saat Panji hanya terpaku di ujung lorong. Bayangan hitam tanpa wajah, sosok bayangan yang berangsur-angsur memperlihatkan sosok aslinya yang berupa harimau putih bertaring panjang dan bermata merah, serta anak kecil yang berlarian tanpa kepala, mulai berbalik menengok ke arah di mana Panji berada. Firasat Panji sudah tidak enak saat ini, sepertinya ia akan dikeroyok oleh belasan makhluk astral yang ada di depannya. Badan Panji masih lemas saat ini, meskipun ia sudah beristirahat selama berjam-jam di dalam ruang UKS. Jantung Panji berdebar kencang, ia mundur perlahan saat mengetahui bahwa makhluk-makhluk itu mulai bergerak perlahan ke arahnya. Harimau putih yang mengeluarkan air liur busuk dari sela bibirnya, anak kecil tanpa kepala yang berlarian dengan riang, memutari koridor sambil mengawal harimau putih menyeramkan itu, lalu bayangan yang melayang dan bergerak cepat di sekitar harimau putih yang tampak seperti pemimpin di antara mereka. “Bangke … ginian lagi! Capek aku lama-lama, lah!” Seketika Panji berbalik arah dan berlari sekencang-kencangnya, kembali menuju ke ruang UKS. Cahaya matahari yang semakin redup, membuat penampakan yang terlihat menjadi jauh lebih banyak. Pekikan tawa dari perempuan yang melengking, teriakan dari anak kecil yang berlarian dengan riang, suara tangis dari perempuan remaja, hingga suara burung yang terdengar mematikan muncul seiring semakin gelapnya senja di langit. Ini adalah waktu puncak dari para makhluk astral itu untuk berkeliaran. Cahaya senja seakan menjadi angin segar, sehingga mereka sangat senang menampakkan diri. “Bodo amat lah!” Jantung Panji berdegup kencang ketika berlari melewati banyaknya penampakan yang ada. Rasa takut sudah menguasai pikirannya, membuat setiap makhluk astral yang ditemui menjadi tertarik dan mengejarnya. Di belakang Panji, puluhan makhluk astral telah siap menyergapnya. Panji harus berpikir cepat di tengah rasa takut yang menghantui. Panji sadar, ia tidak bisa menghadapi makhluk-makhluk itu seorang diri. Ia butuh bantuan orang lain, tapi siapa? Sambil terus berlari, Panji memikirkan siapa orang-orang yang mungkin bisa membantunya, hingga muncul satu nama yang kemungkinan besar bersedia membantunya. “Aku harus sampai ke pos satpam!” gerutu Panji sambil tetap berlari. Adrenalin yang sudah terlampau tinggi, membuat Panji tidak lagi merasakan sakit dan lelah di sekujur tubuh. Ia terus saja berlari, meski sebenarnya kakinya terasa sakit. Adrenalin memang terkadang bisa menjadi anestesi yang membuat manusia tidak bisa merasakan nyeri di tubuhnya. Tapi, berapa lama Panji bisa bertahan sebelum akhirnya tertangkap oleh makhluk-makhluk aneh itu? Apakah ia sanggup terus berlari?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN