Harusnya Episode 18 yang Ini

1654 Kata
“Pak Panji, ini bukunya,” ucap Yuni sambil menyerahkan buku yang ia peluk selama perjalanan menuju ke atap. Bagaimanapun, ketika sedang melakukan sesuatu yang buruk, pasti ada perasaan tidak nyaman yang sangat mengganggu di dalam kepala. Hal itu juga yang terjadi kepada Yuni ketika ia membawa buku yang ia curi dari perpustakaan. Yuni sangat takut ketahuan oleh Edward, sehingga ia memilih untuk menempuh jalan memutar demi tiba di tempat yang sudah disepakati bersama Panji. “Eh … baru sampai? Lama banget?” sahut Panji yang tidak tahu menahu tentang apa yang dihadapi oleh Yuni. Setibanya di atap, Panji memang fokus menikmati pemandangan Gunung Agung yang menjadi latar belakang Tumimbal. Gunung yang megah itu seakan menjadi tanda jika Panji tidak boleh kalah dari para makhluk astral yang menghuni Tumimbal. Yuni hanya memutar bola mata saat mendengar protes dari guru BK-nya itu, karena ia sadar jika Panji sebenarnya hanya orang baru yang tidak tahu apa-apa. Dengan tatapan kesal dan sedikit terpaksa, akhirnya Yuni pun menyerahkan buku yang ia ambil dengan susah payah. “Setelah ini kita harus segera balikin buku ini, sebelum Pak Edward sadar jika ada buku yang hilang di koleksinya,” ucap Yuni. Panji hanya tersenyum ketika menerima buku itu. “Kamu seperti orang yang udah profesional di bidang nyolong, ya?” celetuknya. Yuni hanya menatap Panji datar, lalu ia ikut duduk di sampingnya dan menatap Gunung Agung. “Di sini emang enak sih, pantes Rika betah lama-lama di tempat ini,” gerutu Yuni. Panji mulai tidak menghiraukan apa yang Yuni katakan, ia lebih fokus ke buku yang ada di pangkuannya. Buku dengan sampul hitam tanpa judul yang berisi catatan sejarah Tumimbal itu, ia buka satu persatu. Panji sengaja tidak bertanya kepada Yuni sebelumnya, karena ia ingin tahu semua informasi itu secara segar, tanpa ada bias informasi dari orang lain. Lembar demi lembar yang dibuka, rupanya tidak menyajikan apa yang Panji cari dari buku tersebut. Rasa ingin tahunya tidak terpuaskan, ia masih bingung dengan maksud dari isi buku tersebut. Lembar awal catatan itu berisi tentang biografi seorang perempuan asal Negeri Sakura yang menjadi kepala sekolah pertama di Tumimbal. Perempuan itu digambarkan sebagai orang yang sangat baik dan pengertian, serta visioner karena mendirikan sekolah internasional di tempat yang cukup jauh dari pusat peradaban. Lembar-lembar selanjutnya cukup membuat Panji mengerutkan dahi. Bagaimana tidak, catatan sejarah Tumimbal yang seharusnya berisi tentang bagaimana sekolah ini dibangun, justru berisi tentang biodata orang-orang yang tidak patut untuk ditulis. Orang pertama yang tertulis adalah seorang remaja yang merupakan anak dari salah satu anggota dewan di salah satu provinsi Indonesia timur. Awalnya Panji terkejut, kenapa bisa anak dari seorang dewan bisa tertulis di catatan sejarah? Seberapa penting peran remaja tersebut? Tetapi semakin Panji membaca catatan itu, ia semakin dikejutkan dengan fakta jika anak anggota dewan itu memiliki catatan kriminal yang cukup mengerikan. Ia terlibat dengan skandal pencucian uang dalam jumlah masif, mafia proyek pembangunan daerah dengan cara mark up anggaran proyek menggunakan CV kecil yang ia dirikan untuk dijadikan pusat pencucian uang. Remaja yang hanya bekerja di balik layar itu, terciduk di kediamannya di Indonesia Timur dan dijatuhi vonis hukuman 20 tahun penjara. kasus ini ditutup dari sorot media, demi menjaga nama baik dari si anggota dewan. Bisa dibilang jika anak ini adalah salah satu tumbal untuk memuluskan proyek si anggota dewan ke depannya. Sesuatu lain yang mengejutkan adalah, satu tahun kemudian remaja tersebut menjadi murid angkatan pertama di Tumimbal. Lembar berikutnya berisi tentang seorang gadis remaja yang merupakan anak dari salah satu pimpinan perusahaan BUMN yang sedang bersekolah di luar negeri. Ketika Panji membacanya, ia merasa takjub dengan latar belakang gadis tersebut. Namun setelah membaca di paragraf-paragraf selanjutnya, Panji bergidik ngeri mengetahui fakta gelap di balik gadis tersebut. Ketika berada di luar negeri, gadis yang baru memasuki usia puber itu terjerat dengan lingkaran gembong narkoba kelas internasional. Opium adalah komoditi utama yang diperdagangkan di organisasi tersebut. Dengan uang nyaris tidak terbatas yang ia dapatkan dari orang tua, gadis itu berhasil menduduki posisi tinggi di dalam organisasi tersebut hanya dalam waktu beberapa bulan. Ia menjadi salah satu pendana utama yang menyokong berjalannya bisnis terlarang tersebut. Uang yang diberikan oleh gadis itu pun, dijadikan modal untuk memperluas pangsa pasar organisasi tersebut hingga ke seluruh wilayah uni eropa. Sayangnya, suatu hari gadis itu diringkus oleh unit kepolisian internasional dan dijatuhi hukuman mati. Berita tentang gadis itu memang menyebar hingga ke dunia internasional. Tapi, hampir semua orang tidak mengetahui identitas gadis tersebut adalah anak dari petinggi salah satu perusahaan BUMN. Saat mendengar sang anak terjerat kasus narkoba, sang ayah jelas sangat marah dan kecewa. Namun, semua orang tua tetap akan berusaha menyelamatkan anaknya, apapun yang terjadi. Meskipun identitas asli gadis tersebut nyaris tidak diketahui, tetapi ada seseorang dari Tumimbal yang berhasil mengungkap, meski tetap disembunyikan dari khalayak. Staf Tumimbal itu menemui si pimpinan perusahaan BUMN seorang diri, melakukan perbincangan rahasia dengannya dan menemui kesepakatan. Pihak Tumimbal akan akan melobi kepolisian internasional untuk membawa gadis tersebut pulang. Pimpinan perusahaan BUMN itu sempat meragukan perkataan pihak Tumimbal, hingga akhirnya pihak Tumimbal benar-benar berhasil mengembalikan gadis tersebut ke Indonesia. Keberhasilan pihak Tumimbal tidak luput dari bagaimana cara mereka melobi kepolisian internasional. Tumimbal tidak ingin membebaskan gadis itu, mereka hanya ingin kasusnya dipindahkan ke Indonesia sesuai dengan alamat yang tertulis pada passportnya. Tidak mudah memang melobi pihak kepolisian internasional. Tapi setelah negosiasi panjang, akhirnya gadis itu berhasil dibawa pulang. Pimpinan perusahaan BUMN itu sangat senang bisa melihat anaknya kembali ke negara tercinta. Sayangnya, kesenangan itu harus dibayar mahal. Pimpinan perusahaan BUMN itu harus merogoh kocek sangat dalam sebagai bentuk ucapan terima kasih. Selain itu, pimpinan perusahaan BUMN itu tidak bisa menemui sang anak sebelum kasusnya benar-benar bersih. Setelah pulang ke Indonesia, apakah gadis itu dijebloskan ke penjara? Sayangnya tidak. Gadis itu justru menjadi siswi angkatan ketiga dari Tumimbal. Panji membuka catatan itu, lagi dan lagi, membuatnya semakin tercengang dengan isinya. Para kriminal kelas kakap, dengan kasus yang beragam dan berat, tertulis dengan gamblang dari hulu hingga hilir seakan mereka semua menjadi legenda dan saksi hidup yang ada di Tumimbal. Tangan Panji mulai gemetar, pikirannya melayang liar ke segala arah. Panji terus saja membuka lembar demi lembar hingga ia menemukan satu nama yang sangat tidak asing di telinga meskipun baru dua hari Panji mengajar di Tumimbal. Komang Sandi, anak dari konglomerat Pulau Dewata yang memiliki salah satu perusahaan transportasi dan bus pariwisata. Awalnya, Komang Sandi hanyalah seorang siswa biasa yang memiliki kehidupan normal layaknya anak-anak remaja yang lain. Tetapi semua itu berubah ketika ada seorang teman yang merebut kekasihnya. Karena marah, Komang Sandi nekat menghunuskan pisau dan mencabik berkali-kali tubuh dari lelaki yang merebut kekasihnya, dengan harapan wanita yang ia cintai akan kembali kepadanya. Sayangnya, bukannya kembali kepada Komang Sandi, perempuan itu justru semakin takut dan benci setelah mengetahui tabiat buruk dari lelaki yang saat itu baru berusia 18 tahun tersebut. Akhirnya, Komang Sandi pun dijebloskan ke penjara. Namun pihak Tumimbal berhasil bernegosiasi dan membuat Komang Sandi menjadi murid dari Tumimbal International School hingga hari ini, di tahun ketujuh ia menempuh pendidikan di tempat ini. Panji tidak berhenti sampai di sini, ia terus saja membuka lembar demi lembar buku catatan sejarah Tumimbal tersebut sambil menggerutu, "malang banget nasib Om Brewok kelas satu itu. Udah sad boy, niat habisin perebut cewek orang, malah ditolak. Nasib … nasib, cinta tidak selamanya indah ya …." Tapi sambil menggerutu, Panji memahami satu hal aneh dari apa yang tertulis di dalam buku tersebut. Panji menarik nafas Panjang, lalu menoleh ke gadis cantik yang duduk di sampingnya, memandang gadis itu dengan tatapan heran. "Tunggu, kalau semua orang di buku ini adalah murid Tuminbal, berarti …." Yuni yang mengetahui jika Panji menyadari sesuatu, hanya terkekeh pelan sambil menjawab, "apa yang ada di pikiran Bapak, bisa jadi benar, Pak." "Kalau gitu, apa yang membuatmu masuk ke sekolah ini, Yun?" Yuni menghela nafas lalu berdiri, mengulurkan tangan kepada Panji. Panji yang bingung dengan maksud dari Yuni hanya menatap telapak tangan yang terbuka di sampingnya. "Kalau udah selesai, aku mau balikin bukunya ke perpus," ucap Yuni tanpa menoleh kepada Panji. Sepertinya Yuni sedang menderita kegalauan setelah Panji mengetahui isi dari buku tersebut, padahal dirinya lah yang memberikan buku itu kepada guru BK-nya tersebut. Panji hanya melongo, mematung, dan masih berusaha mencerna apa yang sedang terjadi. Ia masih tidak percaya jika Yuni juga merupakan kriminal. Mungkin, mungkin apa yang tertulis di buku ini hanyalah sebagian dari masa lalu para murid dan Tumimbal berusaha membersihkan nama mereka di masyarakat. Panji merasa, tidak mungkin jika ada satu sekolah yang seluruh muridnya adalah kriminal. Apalagi, sikap yang Yuni tunjukkan selama tiga hari ini sangat ramah dan bersahabat, seakan tidak mungkin jika Yuni adalah salah satu dari kriminal. "Pak, udah selesai, kan? Mana bukunya?" Yuni menagih kembali buku itu, karena jengkel melihat Panji yang masih termenung di tempatnya. "E–eh, maaf-maaf, saya melamun," sahut Panji terbata sambil memberikan buku di tangannya kepada Yuni. Tanpa berkata apapun lagi, Yuni segera mengambil buku dari tangan Panji dan berjalan meninggalkan atap dengan pemandangan Gunung Agung yang indah. Wajah Yuni tampak murung, ia khawatir dengan pandangan Panji terhadapnya setelah ini. Pelan-pelan ia berjalan sambil memikirkan kalimat yang pantas untuk menjawab pertanyaan Panji sebelumnya. Sesaat sebelum Yuni sampai di pintu atap, ia berbalik. "Oh iya, Pak Panji." Panji yang semula kembali termenung, menoleh ke arahnya. "Saya pengen kasih tahu sesuatu deh, jangan menilai orang cuma dari sampulnya aja. Ada banyak hal yang Pak Panji gak tahu, setiap orang punya alasan tersendiri untuk berbuat sesuatu," ucap Yuni sebelum akhirnya ia pun menghilang dari atap, menyusuri tangga dan kembali ke perpustakaan mengembalikan buku yang ia ambil. Meninggalkan Panji sendiri ditemani lamunannya yang semakin liar. Semua siswa yang pernah berbincang dengan Panji, memang tampak aneh. Yuni yang tiba-tiba bisa datang dengan membawa barang milik Panji yang hilang, ada Lia yang tanpa ragu membuka pakaian di depan Panji, ada juga Rika yang tampak dingin dan tidak bisa diajak berbicara, lalu om brewok Komang Sandi yang merasa bahwa tempat ini jauh lebih baik daripada dunia luar. Sebenarnya, tempat apa yang Panji masuki sekarang?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN