Perpustakaan 2

1380 Kata
"Gimana, Yun? Sukses?" "Sukses dong, Pak … saya kalau urusan ambil mengambil itu jagonya," jawab Yuni dengan penuh percaya diri. "Tapi, kok kamu gak bawa apa-apa dari perpustakaan?" Kembali ke satu hari ke belakang saat di mana Panji berada di UKS bersama Yuni, saat ia baru pulih dari kerasukan setelah diselamatkan oleh Rika. Panji yang sedang dalam keadaan lemas, memberikan penawaran kepada Yuni yang dianggap sebagai penyelamat. Panji yang ketika itu menawarkan makan bersama, ditolak mentah-mentah. Yuni lebih memilih untuk meminta Panji menemaninya pergi ke perpustakaan demi membaca buku terlarang milih Tumimbal yang disimpan di sana. Saat itu, Panji dan Yuni mengatur strategi untuk bisa mengambil buku itu diam-diam, karena menurut Yuni, pustakawan yang menjaga terkenal cukup teliti mengawasi setiap gerak-gerik para pengunjung perpustakaan. Yuni berpendapat, Panji yang merupakan orang baru, bisa menjadi pengalih perhatian agar Yuni bisa dengan leluasa masuk dan mengambil buku yang dimaksud. Keesokan harinya, saat yang dinanti oleh Yuni pun tiba. Sejak pagi, Yuni sudah merasa sangat antusias, karena akhirnya keinginannya untuk mengetahui isi dari buku yang selama ini disembunyikan oleh Tumimbal bisa diketahui. Sayangnya, saat Yuni mendatangi ruang BK demi menagih janji yang disepakati, Panji justru terlihat lemas dan tidak memiliki gairah hidup sama sekali. Yuni pun geram, tetapi ia tidak bisa mengutarakannya secara langsung karena takut menyinggung Panji. Sehingga membuat Yuni harus memutar otak untuk bisa membuat Panji mengikuti rencananya. Yuni pun memberikan ancaman dan mengatakan bahwa ini adalah kesempatan satu-satunya untuk Panji jika ingin mengetahui rahasia dari Tumimbal. Setelah berpikir panjang, Panji pun jatuh ke dalam siasat Yuni. Di tengah perjalanan menuju ke perpustakaan, Yuni berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan kembang senyum yang menghiasi wajah cantiknya. Yuni tidak ingin Panji menaruh curiga terhadapnya. Saat masuk ke perpustakaan, Yuni dan Panji langsung disambut oleh Edward, pustakawan yang sudah menjaga perpustakaan selama beberapa tahun terakhir. Menurut Yuni, Edward adalah lelaki yang sedikit mencurigakan, karena ia selalu menjaga seksi tersembunyi dari perpustakaan. Beberapa kali Yuni sempat mencoba memasuki seksi tersebut, namun Edward selalu bisa mengetahuinya, sehingga Yuni berpikir untuk menggunakan orang baru sebagai umpan. Panji dan Edward mulai saling mengakrabkan diri satu sama lain. Mereka saling berkenalan dan bertukar latar belakang. Saat itulah Yuni mencium aroma kesempatan, sehingga ia meminta izin untuk menelusuri sendirian. Setelah berjalan menyusuri tumpukan buku yang tersusun rapi di atas rak, akhirnya Yuni tiba di seksi rahasia yang dikunci menggunakan gembok. Yuni melihat ke sekitar, memastikan keadaan sekeliling aman. Sayup-sayup, Yuni masih bisa mendengar Panji dan Edward berbincang mengenai buku terjemahan modern dari naskah kuno di Nusantara. Yuni pun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk segera membuka gembok yang mengunci seksi rahasia di depannya. Berbekal jepitan rambut dan bobby pin, Yuni mengotak-atik gembok di hadapannya. Satu persatu lekukan yang ada di dalam lubang kunci didorong perlahan, hingga seluruh pengait yang ada di dalamnya terbuka. Dengan sedikit putaran, Yuni berhasil membuka seksi rahasia itu. Setelah seksi rahasia yang berada di dalam lebari itu terbuka, Yuni tidak langsung mengambil buku yang ia incar. Yuni masih mencoba mendengar perbincangan yang terjadi di antara dua guru muda rupawan di sudut lain perpustakaan. Setelah dirasa aman, barulah Yuni memeriksa satu persatu deretan buku yang tersusun di dalam seksi itu. Catatan berdirinya Tumimbal, perjanjian masa lalu, serta kutukan Tumimbal, terlihat sangat menggoda untuk dilihat dan dibaca. Tapi saat ini, Yuni ingin sesuatu yang lain. Sebelumnya, Yuni telah berjanji untuk memberikan informasi rahasia yang disembunyikan Tumimbal kepada Panji, sehingga Yuni mengambil satu buku yang berisi catatan sejarah Tumimbal selama beberapa tahun terakhir. Setelah berhasil diambil, Yuni mengambil satu buku dari rak yang berada di luar seksi rahasia, lalu meletakkan buku itu di tempat ia mengambil buku catatan sejarah Tumimbal, agar tidak terlalu mencurigakan karena terdapat rongga kosong di dalamnya. Yuni pun kembali menutup dan mengunci dengan rapat seksi rahasia itu, sebelum akhirnya ia melempar buku itu ke luar melalui lubang ventilasi, meskipun ia harus memanjat meja untuk melakukannya. Yuni pun memastikan tempat mendarat buku itu aman, baru setelahnya Yuni turun dari meja, membersihkan bekas telapak sepatu yang tertinggal di permukaan meja, lalu kembali kepada Panji. "Kok kamu gak bawa apa-apa keluar dari perpus, Yun?" Panji melirik Yuni yang hanya membawa badan. Ia masih belum tahu tentang apa yang dilakukan Yuni selama di dalam perpustakaan. "Udah, yang penting kan semua beres, Pak." Yuni melipat tangan ke depan disertai dengan tatapan sombong, merasa dirinya lebih hebat dari Panji. "Jadi gimana, Pak? Amu kita baca di kantin? Mumpung masih jam pelajaran, jadi kantin masih sepi." "Kamu ini kadang pinter, tapi kadang rada-rada ya, Yun? Kamu lupa kalau sekolah kita diawasi CCTV?" gerutu Panji. "Alah, CCTV itu cuma aktif kalau ada pelanggar aja, Pak. Kalau ada sesuatu yang terjadi sama siswa, gak ada tuh guru yang nolongin …," sahut Yuni sambil terus berjalan. "Tapi di mana ya tempat yang gak diawasi CCTV? Rungan Bapak aja gimana?" "Ruangan Bapak juga ada CCTV-nya, Yun." Panji dan Yuni berdiam sejenak sambil terus berjalan mengelilingi sekolah. Sejenak, Yuni lupa terhadap buku yang ia ambil dari perpustakaan. Entah Edward sudah menyadari atau belum jika ada barang miliknya yang berpindah tempat. "Gimana kalau di atap, Yun?" celetuk Panji tiba-tiba. "Atap? Tempat Rika biasa nongkrong itu?" sahur Yuni. "Kamu kenal sama Rika, Yun?" "Ya kenal lah, Pak, dia satu kelas sama saya … ya udah deh, kita ke atap. Bapak ke sana dulu aja, saya mau ambil sesuatu dulu." Tanpa menunggu jawaban dari Panji, Yuni langsung berlari ke arah lain. Panji hanya bisa melongo, melihat tingkah Yuni yang terkadang semaunya sendiri. Panji hanya bisa menghela nafas, lalu berjalan santai menuju ke tempat yang dijanjikan. Yuni berlari menuju ke sisi lain dari bangunan perpustakaan di mana tempat itu ditumbuhi rumput liar dan pepohonan. Yuni adalah salah satu anak yang suka berpetualang, menyusuri setiap rinci dari bangunan Tumimbal. Ditempatkan di dalam asrama tidak membatasi rasa ingin tahu yang tinggi terhadap lingkungan sekitar. Tidak heran jika akhirnya Yuni sangat hafal dengan seluk beluk Tumimbal. Tiba di belakang perpustakaan, Yuni menyusuri jengkal demi jengkal rumput ilalang yang menjulang tinggi hingga menutupi pinggang. Rimbunnya rumput ilalang membuat Yuni sedikit kesulitan menemukan buku yang ia lempar dari dalam perpustakaan. Yuni menengok ke samping, ke arah lubang ventilasi yang ia gunakan untuk membuang buku itu. Yuni berpikir sejenak, memperkirakan tempat jatuhnya buku yang ia lempar. "Harusnya di sekitar sini deh." Yuni terus membuka rimbunnya rumput ilalang, hingga akhirnya menemukan apa yg ia cari. Sebuah buku yang tidak terlalu tebal, namun memiliki isi yang berguna untuk Panji, orang baru di Tumimbal. Yuni tersenyum lega, lalu segera berlari menemui Panji yang mungkin saat ini sudah menunggunya di atap. Di sisi lain, Panji pun harus kembali menghadapi rasa takutnya terhadap makhluk-makhluk astral penghuni Tumimbal saat ia berhadapan dengan tangga besi yang menjadi satu-satunya jalan menuju ke atap. Tangga gelap dan pengap di hadapannya, mampu membangkitkan kembali rasa trauma di dalam kepala. Kaki Panji mulai gemetar saat ia menapaki satu demi satu anak tangga. Bunyi alas kaki beradu dengan logam yang menjadi pijakannya, berhasil membuat suasana tangga menuju ke atap semakin menyeramkan. Meski sebelumnya ia mendapat kalimat dari Edward yang mengatakan bahwa semua orang di Tumimbal sudah terbiasa dengan penampakan makhluk astral, tetapi hal itu belum berlaku kepada Panji yang notabene adalah orang baru di sekolah ini. Panji berusaha keras mengalihkan pikirannya dari rasa takut dan hal-hal buruk dengan memikirkan hal-hal baik yang ia alami selama memasuki sekolah ini. Pikirannya melayang kepada wajah cantik Yuni dan Rika yang terlihat meneduhkan, membuat rasa takut yang ada di kepalanya sedikit berkurang. Meski begitu, cahaya yang temaram membuat Panji tidak bisa sepenuhnya mengusir rasa takut di dalam kepala. Belum lagi, di tengah perjalanan, tiba-tiba ada angin dingin yang berhembus kencang. Leher Panji bergidik ngeri saat merasakannya, karena sadar bahwa saat ini ia sedang berada di dalam ruangan yang hampir tidak memungkinkan untuk angin berhembus, karena baik pintu atas maupun pintu bawah saat ini sedang dalam keadaan tertutup. "Sial, masih aja aku digangguin ah!" protes Panji sambil tetap berjalan menyusuri tangga besi. Gangguan yang ia terima memang tidak seberapa jika dibandingkan dengan makhluk halus yang mengganggunya kemarin hingga membuat Panji demam hari ini. "Ah akhirnya sampai juga …," ucap Panji lega saat ia berhasil membuka pintu atas dan keluar ke atap. Perjalanan yang tidak terlalu panjang, terasa lama dan melelahkan karena rasa takut yang menghantui. Rasanya, Panji tidak ingin melewati tangga itu lagi. Tapi sayangnya, tempat inilah yang dirasa sangat aman untuk dijadikan persembunyian dan markas rahasia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN