Kecupan Dalam Sadar

1746 Kata
'Kata para pujangga, jika cinta datang merasuk ke dalam hati, maka bisa membuat gumpalan darah itu berdebar-debar tidak beraturan, dan frekuensinya lebih cepat dari pada biasanya. Sekarang, untuk pertama kalinya, Ken Arashi dapat merasakan hal yang sama. 'Apakah aku telah jatuh cinta?' Ken bertanya pada dirinya sendiri, sembari menatap punggung Kalila dengan wajah kaku, tanpa senyum. Apalagi saat ini, ia kesulitan untuk mengatur napasnya. 'Tapi, dia tampak beku dan kaku.' Tanpa sepengetahuan Ken, sebenarnya Kalila juga merasakan hal yang sama. Sikap lari cepat dan terus mengelak, seolah tak ingin, yang ia tampilkan saat ini, semata-mata hanya untuk menutupi wajahnya yang kerap kali memerah di hadapan Ken Arashi. Sesungguhnya, sesering apa pun Kalila mendapatkan perhatian dari lawan jenis selama ini. Ia tetaplah perempuan yang cuma bisa memperlihatkan sikap malu-malu kucing. Seandainya mendadak ditatap oleh pria sekelas Ken Arashi, ia pun tidak mampu mengelak dan menutupi perasaannya. Sebab, sejatinya hati itu telah terjerat dan mulai terikat. Namun, Kalila berusaha untuk menyembunyikan perasaannya, dan hanya mampu melempar senyum, serta menutupi rona di pipinya, sambil berhati-hati untuk melangkah. Bukan tanpa sebab, ia hanya ingin merasakan kembali rasanya dicintai, bukan hanya dimiliki. Sehingga ketakutan dan trauma di masa lalu, bisa luntur dengan sendirinya, bukan sekedar ditutupi. Sebenarnya, Kalila juga mulai menyadari mengenai hatinya. Menurutnya gejala awal dari cinta adalah rasa malu-malu, lalu dilanjutkan dengan kondisi yang semakin kritis, di mana pikiran tidak sejalan dengan hati, gerak tubuh tak serasi dengan jiwa, dan mata tak sejalur dengan bibir. 'Tidak atau jangan!' Kata bibir, tetapi mata dan hati terus saja memohon dan meminta. "Hei, Ibu negara!" panggil Ken yang sudah berada di dalam posisi duduk dengan kaki kanan yang ditekuk, dan tangan kanan ditimpa di atasnya. "Mau ke mana? Pesta buahnya ada di sebelah sana," ujar Ken karena Kalila bergerak ke arah yang berlawanan arah, sebab terlalu malu dan terus mengalihkan pandangannya dari Ken Arashi. "Apa?" gumam Kalila yang langsung terdiam sambil berkedip dan berpikir ulang. 'Agh! Kenapa aku bisa sebobrok ini? Bukannya tadi, dia sudah mengatakannya kepadaku tentang arahnya?' Wajah Kalila kian memerah, namun kali ini ia harus memutar tubuh dan kembali berjalan ke sisi Ken Arashi. "Ada apa dengan gaya berjalannya itu?" tanya Ken dalam gumam karena baru kali ini melihat Kalila canggung. "Haaah, ya ampun." Ken berdiri dan kembali memungut buah-buahan segar yang semula menggelinding ke berbagai arah. Setelah selesai, Ken mengangkat tas rotan dan kantong plastik yang semula digunakan sebagai wadah alpokat. 'Emh, ini terlalu berat untuk wanita cantik itu.' Katanya tanpa suara. "Lila, tunggu sebentar!" Kalila menghentikan langkahnya. 'Apalagi yang diinginkan oleh dewa kematian itu? Bisa-bisa, aku mati berdiri dibuatnya.' Kalila mulai mengeluh akibat siksaan jiwanya. Bahkan wajahnya tampil panik saat ini. Ken berdiri, mengatakan sesuatu yang membuat jantung Kalila semakin berdebar. "Ada apa denganmu?" tanya Ken yang memang tampak heran akan kelakuan Kalila. "Kamu seperti istri yang sedang merajuk dan mabuk kepayang dalam waktu yang bersamaan?" "Apa?" tanya Kalila sambil berbalik arah. Ken Arashi tersenyum simpul. Ia begitu suka dengan ekspresi terkejut dan rona wajah Kalila yang memerah seperti ini. Semua itu berhasil membuatnya tersenyum dan terus tersenyum. "Tidak ... tapi tunggu di sana sebentar! Aku ingin mengambil tas yang baru. Ini terlalu berat untukmu." Ken berbelok ke kanan, masuk ke dalam dapur, dan terus saja memperhatikan Kalila dari dalam yang hanya dibatasi oleh kaca besar pembatas antara pekarangan dan rumahnya. Setelah mendapatkan apa yang ia cari. Ken pun bergumam seorang diri. "Baiklah, ini dia." Ken sudah mendapatkan keranjang buah yang lainnya. "Lila, ayo!" ajak laki-laki tampan tersebut, sambil melangkah ke pekarangan belakang. "Kamu sangat cantik, Kalila," ucap Ken tanpa menatap wajah wanita berlesung pipi dalam itu. "Apa?" Kalila pun tersipu malu. "Aku serius," timpal Ken yang terus berjalan berdampingan dengan Kalila. Tiba-tiba, Kalila menggerutu. "Setelah ini, aku ingin pulang saja!" katanya sambil menggigit bibirnya yang ranum. Ken merasa bingung sekaligus heran. Sebab, sejak tadi semua terasa baik-baik saja. Ia hanya memuji, tetapi kenapa Kalila bertingkah aneh seperti bocah SMP. Pertanyaan pun bermunculan di sekitar kepalanya. Apalagi ia masih sangat ingin menghabiskan waktu istirahat bersama wanita cantik ini. 'Apa yang harus aku lakukan untuk menahannya agar terus bersamaku?' Ken mulai mencari alasan dan mengatur strategi baru yang manis. "Ingin makan siang, sekarang?" "Tidak!" jawab Kalila tanpa senyum. "Atau, kamu lelah? Ingin aku gendong? Atau ... ." "Tidak, tidak, tidak," jawab Kalila terdengar manja. "Baiklah," kata Ken yang langsung menghentikan langkahnya. Lalu ia menatap Kalila, sambil melipat tangan dan memeluk dirinya sendiri. "Asal kamu tahu saja, aku punya sesuatu yang hebat dan mungkin tidak pernah kamu temukan di mana pun." Kalila menghentikan langkah dan rasa penasaran pun muncul. "Emmmh ... seperti apa misalnya?" "Ini adalah sesuatu yang spesial." "Tidak percaya." Kalila semakin memperlihatkan sisi manja dan kekanak-kanakan di hadapan Ken Arashi. 'Ya Tuhan. Kalila, apa-apaan ini? Sudah lama sekali, bahkan aku hampir kehilangan sifatku yang satu ini.' Kalila kembali berdiskusi pada diri sendiri. 'Bagaimana mungkin, di hadapan lelaki ini aku bisa ... ?' "Baiklah, ayo!" Ken menyusul Kalila yang sudah berdiri empat langkah lebih depan dari pada dirinya. Lalu menggenggam tangan berkulit halus nan lembut tersebut, hingga ke depan sebuah bangunan yang begitu memukau. Sebuah ruangan yang dibangun dengan kaca bulat besar, seperti akuarium raksasa. Di bagian atap, dinding, serta sekelilingnya dihiasi dengan tumbuhan menjalar yang berbunga aneka warna. "Waw." Mata Kalila membulat dan maniknya berbinar-binar. Ken memperhatikan elok binaran mata itu, lalu tersenyum. "Apa definisi kencan romantis menurutmu, Kalila? Apakah tentang memakai gaun bagus, dijemput mobil mewah, dan pergi ke fine dining restaurant bintang lima?" "Aku rasa tidak," jawab Kalila yang maju beberapa langkah, mendekati teras yang ditumpuk dengan batu alam berwarna putih. "Ini semua lebih dari sempurna." "Benarkah?" Kalila melihat ke belakang dan menatap Ken dalam-dalam. "Taman buah, pepohonan yang rindang, rumput hijau yang menari bergantian ketika angin menyapa, bunga-bunga, suara kicauan burung, dan tempat ini. Semua begitu indah, Ken. Sempurna," puji Kalila dengan ekspresi wajah yang girang. "Ken, ini indah sekali." "Berarti, kita sama." "Apa?" "Tidak." Ken membuka pintu ruangan yang dikelilingi dengan kaca dan hanya terdapat ranjang nomor dua, sebuah sofa panjang nan empuk, meja sudut ukuran sedang, dapur, dan juga kamar mandi minimalis. Hati Kalila tak henti-hentinya memuji bangunan tersebut. Menurutnya, Ken benar-benar memiliki selera yang bagus dan semua ini membuatnya bahagia. Padahal, bukanlah miliknya. "Hmmm, ngomong-ngomong, berapa wanita yang sudah kamu bawa ke tempat ini, Ken?" tanya Kalila mulai menyelidiki. Tatapan matanya juga dipenuhi dengan percikan api curiga. "Namanya juga ruang bulan madu, jadi ... pastinya hanya ada satu perempuan saja yang pernah menginjakkan kakinya ke tempat ini," sahut Ken dan bola matanya tampak membesar. 'Apa ini?' Tanya Kalila tanpa suara. Seketika, jantungnya kembali berdebar. 'Apa lagi yang terjadi kepadaku?' "Dasar pembohong," elak Kalila yang menyadari maksud ucapan dari Ken Arashi saat ini. Lagi-lagi, ia salah tingkah dan pura-pura linglung. "Tidak. Untuk apa aku melakukannya?" tanya Ken yang kembali memburu tatapan mata Kalila, demi menangkap cahaya cinta di dalamnya. "Bagaimana menurutmu?" "Tentang apa?" Kedua mata Kalila terbuka lebar. Lalu ia mundur perlahan karena Ken maju sambil menatap tajam. "Seperti yang aku katakan sebelumnya. Ini adalah tempat rahasia dan tidak ada satu pun perempuan yang pernah masuk ke dalam ruangan ini, kecuali kamu Kalila. Wanita cerdas sepertimu pasti akan bertanya alasannya, kan?" kata Ken yang sudah mampu membaca hati perempuan yang berada di hadapannya. "Iya, sebab aku ingin berbagi rahasia denganmu." "Apa?" Kalila tertegun dan ia hanya bisa mengatakan kata 'apa', sepanjang hari selama ia bersama Ken Arashi. Ken melengkungkan bibirnya, apalagi saat melihat kemilau di wajah Kalila yang berwarna putih keemasan, berlatar belakang hijau daun nan menyegarkan mata. "Cantik" pujinya sekali lagi dan itu terdengar tulus. Ketika memuji, Ken juga terlihat salah tingkah. Wanita berlesung pipi dalam itu, seperti berada di lautan rimbun hijau yang begitu lebat. Sehingga Ken seperti melihat seorang peri di antara untaian tirai anggrek bulan, berwarna merah muda berbatik timbul nan indah. Pesona Kalila pun kian tak terbantahkan. Rasanya, sulit bagi Ken untuk menolak dan tidak mengaguminya. Gairah liar pun menyentak tubuh Ken Arashi bagaikan pecutan cambuk yang datang secara tiba-tiba. Pemandangan tersebut berhasil mengencangkan seluruh otot dan urat sarafnya. Sensasi mendesak yang tak dapat dijelaskan pun mulai muncul dalam dirinya. Dan kata 'Hidup' terlintas pada benaknya. Ia tak menyangka, Kalila berhasil membuatnya mencapai sesuatu yang langka. Wanita itu benar-benar membuatnya sangat terkejut, atas apa yang terjadi. Ini seperti tubuh Ken Arashi, tapi dapat dikontrol hebat hanya dengan remote otomatis karena pandangan atau visual tentang Kalila Husain. Jika dilihat-lihat secara seksama, Kalila lebih mirip tokoh utama Titania, si ratu peri yang terpelajar sekaligus linglung. Rambut wanita itu mengingatkannya akan semburat warna-warni ketika matahari terbenam. Selama ini, Ken sangat sering bertemu dengan wanita yang memiliki talenta kuat dan cantik secara fisik. Namun Kalila berbeda, sebab sesuatu di dalam dirinya bereaksi terhadap energi Kalila secara spontan, baru, aneh, dan agak mengganggu. Sampai-sampai, ia harus berjuang keras untuk melawan dorongan kuat dan menghasut, agar ia mendekati Kalila dan menjamahnya. 'Ahg! Apa yang terjadi kepadaku?' Tanya Ken mulai gelisah. "Jangan menatapku seperti itu!" pinta Kalila, tetapi wajahnya seperti merayu. "Hm," sahut Ken dalam gumaman penuh makna dan keinginan. Ken maju dan Kalila mundur hingga ke sudut kaca yang merupakan tembok di ruangan ini. "Berhenti di situ!" perintah Kalila. "Jantungku, rasanya akan meledak!" Napas Kalila tampak mulai terengah-engah. Padahal dia sama sekali belum disentuh. "Aku akan menjinakkan bomnya," bisik Ken yang kini berada begitu dekat dengan wanitanya. Tanpa basa basi, Ken pun langsung memiringkan wajah, dan menyesap bibir Kalila yang ranum. Kecupan penuh perasaan dan keinginan kembali terjadi. Namun, kali ini keduanya melakukannya dengan sadar. Sesekali, manik mata Ken menatap ke arah dadda Kalila yang naik turun, akibat menahan guncangan akan hasrat yang membara. Suara kecapan dan kecupan pun terdengar berisik di rongga telinga keduanya. Di tambah lagi dengan desahan manja dan napas hangat yang kian memburu, setelah sapuan bibir yang panjang. Setelah lebih dari lima belas menit membungkus bibir dalam nikmat, Kalila menarik wajahnya dengan cepat. "Kamu bisa membunuhku, Ken." Kalila menarik napas panjang dan tampak berusaha menahan diri. Wanita itu terlihat menyembunyikan ketegangannya, namun Ken dapat mendeteksi arus kegelisahan itu. Bagi Ken, sama jelasnya dengan ketika ia melihat aura di dalam diri Kalila yang merona. "Maaf! Aku pikir kamu menyukainya." "A-aku ... ." "Lakukan lagi jika kamu." Belum usai Ken menuntaskan kata-katanya, Kalila malah langsung menyerbu dengan ciuman berat tanpa jedanya. Kali ini, wanita itulah yang menguasai permainan bibir yang baru Ken mulai. Dengan cepat, pria kekar itu memeluk Kalila, erat. Seperti sepasang kekasih yang sudah lama berpisah dan baru saja berjumpa, bersama tumpukan rindu yang telah menggunung. Bersambung. Jangan lupa untuk meninggalkan komentar, tab love, dan follow aku ya, makasih.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN