Aku Menyayangimu

1629 Kata
Tak lama, daging bibir yang terasa manis bersama suara kecapan kenikmatan itu, terdengar menggelitik dan terus merayu di rongga telinga keduanya. Detak jantung itu semakin membara, seolah-olah menjadi pengiring dansa yang menggoda. Bagi Ken Arashi, bunyi sebuah ciuman memang tidak sekeras meriam. Tetapi, gemanya berlangsung jauh lebih lama dan mampu menggetarkan jiwa. 'Rasa ini, lebih hebat dari pada ciuman pertama kami. Agh! Sudah berapa umur hatiku yang telah ditelantarkan dan terabaikan selama ini?' Ken mulai merasa tua dan rugi hidup tanpa cinta. Ternyata, sebuah kecupan saja bisa membuatnya begitu bahagia dan terlena. Kebahagiaan saat ini, tampaknya bukan hanya milik Ken Arashi saja. Sebab, selama ini Kalila hanya mampu memeluk hujan, dan bernapas dalam udara dingin. Sampai sebelum bertemu dengan Ken Arashi, Kalila cuma bisa mencium angin, dan tersenyum dalam luka. Ia seperti tanah yang begitu tabah menadah basah. Sebab, rintik air mata itu menetes dan terus saja jatuh ke dalam, hingga menggenang pada lubang jiwanya. Setelah puas dan lelah karena desakan jiwa yang terus menginginkan lebih, Kalila melepaskan kembali bibirnya dari kungkungan Ken Arashi. Ia pun menyadari bahwa laki-laki yang berada di hadapannya saat ini, sangat kuat dalam hal b******u. Dia juga begitu menikmati setiap momen kebersamaan dengan Kalila. "Di lepas lagi?" rengek Ken terdengar manja dalam balut tanya yang terus meminta. Kalila mendongak dan melepas seulas senyum terindah nan merekah. Tatapan mata Ken yang penuh keinginan, seakan menelanjangi dirinya yang haus akan cinta dan percintaan. Tak dapat dipungkiri, ia pun masih menginginkan belaian dari bibir hangat pria berahang tegas tersebut. "Tapi bagaimana?" tanya Kalila yang kali ini mampu memperhatikan setiap bagian dari wajah Ken Arashi. "Aku takut rindu. Tetapi, kamu tidak ada." "Kamu pikir aku akan ke mana?" tanya Ken agak geram. "Bukankah aku selalu datang dan mencarimu?" Jantung Kalila langsung menggebu-gebu. Ia pun memutuskan untuk kembali memberikan kecupan terbaik bagi pria yang sudah berhasil menjamah, dan mengobati jiwanya yang rapuh, serta penuh luka. "Emh," desah Ken yang semakin dalam tenggelam. "Hmmm." Kalila kian terpengaruh dalam suasana romantis dan terus menggelitik. Sedang asik b******u, bel panjang berbunyi. Ini merupakan suara peringatan dan mengartikan, bahwa ada seseorang yang masuk ke dalam batas pagar aman kediaman keluarga Arashi. Dengan sigap, Ken melepas kecupan nya dan menekan tombol untuk menurunkan monitor. Kemudian, ia menyambungkannya pada unit CCTV yang berada di sepanjang jalan utama menuju rumahnya. "Ada apa, Ken?" "Siapa yang datang?" "Siapa?" tanya Kalila sambil melangkah ke arah pria kekar tersebut. Layar menangkap gambar. Ken pun langsung menarik kedua sisi bibirnya sama rata. Kemudian, ia menarik lembut mikrofon yang berada di sisi kanan monitor, untuk memandu wanita tua dengan gaya rambut yang dicepol. "Bi! Ken di belakang." Kalila terus saja menatap ke arah layar yang masih memperlihatkan seorang wanita baya. Dia melangkah perlahan, sambil membawa rantang keramik bergambar daun berwarna hijau tua. "Dia yang sudah menjagaku sejak masih kecil. Jam segini di hari non aktif, bibi akan membawakan makanan kesukaanku untuk makan siang dan malam," jelas Ken sambil menatap ke arah yang sama dengan Kalila. "Tapi, sepertinya bibi tidak tinggal di sini." Ken mengangguk berulang. "Kamu benar, Lila. Suara asisten di rumah ini, hanya datang ketika aku minta. Seminggu dua kali, terutama tukang kebun." "Kenapa seperti itu?" Ken menoleh ke arah wanitanya, dan tersenyum penuh makna. "Iiih, ditanya malah senyum. Nyebelin!" Kalila memalingkan wajahnya, berusaha membuang kegelisahan yang ia tanggung dalam diam. "Sebentar ya!" Ken melangkah ke arah luar untuk menyambangi perempuan baya tersebut. Kalila melihat percakapan dalam rangkaian senyum manis di antara keduanya. Ken memang benar, tidak ada wanita lain yang masuk ke dalam ruangan ini, termasuk bibi. Bahkan, ia sanggup untuk menjemput makanannya di luar. "Lila!" panggil Ken sambil menatap CCTV di pohon besar, yang mengarah pada pintu masuk ruang bulan madu tersebut. "Aku pikir, dia menyuruhku untuk bersembunyi," gumam Kalila yang tadinya sempat salah sangka. "Ya?" "Perkenalkan, ini Bibi Mai Sarah. Panggil saja Bibi Mai." Kalila tersenyum manis. "Kalila, Bi. Panggil saja Lila!" Bibi menatap sambil membalas senyum Kalila. "Ya ampun, Den. Cantik sekali," pujinya. "Ini, beneran manusia?" tanyanya tampak ikut bahagia, sambil terus memperhatikan Kalila. "Bibi ini ... ." Kalila tersipu malu. "Maaf ya, Non. Bibi nggak tahu. Jadi mengganggu ini." "Nggak mengganggu kok, Bi. Kita juga nggak ngapa-ngapain kok." "Ah iya, maaf! Bukan begitu maksud Bibi. Tapi, Den kan nggak pernah bawa perempuan. Jadi, Bibi jadi canggung takut gangguin." "Nggak kok, Bi. Tenang aja!" "Ya sudah, kalau begitu Bibi permisi dulu ya. Habiskan makanannya! Semoga suka." "Iya, Bi." Bibi melangkah sangat cepat, seperti ingin berlari. Ia ingin memberikan banyak waktu bagi keduanya untuk bersama, tanpa dirinya. Dari tatapan matanya, tampak sekali kebahagiaan dan Kalila dapat melihat sinar ketulusan itu. Setelah punggung bibi Mei tidak tampak lagi, Ken mengajak Kalila untuk kembali masuk ke dalam bilik cinta yang telah ia bangun beberapa tahun yang lalu, bersama kakaknya. Ini merupakan bangunan terbaik yang pernah ia desain seorang diri. "Kita makan siang di sini saja? Atau restoran favoritmu?" tanya Ken yang ingin memberikan segala hal terbaik untuk wanitanya. Wanita berlesung pilih dalam itu mengerjabkan mata, dan mengangkat dagu. Ia terus saja mengintai sudut mata Ken Arashi yang masih berbinar. Rasanya, hanya memandangi cahaya mata pria ini saja, ia sudah begitu bahagia. "Menurut kamu?" Kalila kembali melempar pertanyaan itu. "Sttt," gumam Ken menahan geram. "Jangan menatapku dengan cara seperti itu!" "Apa?" tanya Kalila yang merasa tidak melakukan apa pun. Namun bagi Ken Arashi, kerlingan mata wanita ini lebih dari pada kata menggoda. 'Ya ampun, aku ingin sekali merebahkan dan menenjanginya saat ini juga!' Kata Ken tanpa suara. 'Tapi, tidak! Aku mencintainya dan akan menjaganya.' "Ken!" panggil Kalila sambil memetik kedua jari tangan, sehingga mengeluarkan bunyi yang cukup untuk menyadarkan Ken Arashi dari lamunannya. "Emh, sorry! Aku agak kacau," kata Ken sambil memijat dahi. "Bukan kamu saja, aku juga begitu," timpal Kalila sambil mengulum senyum dan menunduk. "Apa sebaiknya, aku pulang saja?" "Benarkah, apa?" "Iya." Kalila mengangguk. "Jujur saja, seluruh bagian dari diriku, bereaksi pada sentuhanmu. Ken, aku tidak tahu harus memulainya dari mana?" Kalila menyandarkan tubuh pada tembok kaca, pembatas antara tempat tidur dan dapur minimalis di ruangan tersebut. Ken melangkah dan terus mendekat, lalu ia mengurung Kalila di antara kedua tangannya yang membentuk penjara mungil nan hangat. "Dari sini!" jawab Ken sambil memiringkan wajahnya. Kecupan hangat kembali membelai bibir berwarna merah muda milik keduanya. Namun, kali ini terasa lebih bersemangat dan menyiksa. Apalagi setelah pengakuan dari Kalila sesaat sebelumnya, semuanya membuat Ken berani untuk bertindak lebih. Kali ini, ciuman hangat telah meningkat menjadi lumatan nakal. Kalila pun tampak antusias ketika melayani senjata bibir yang Ken lemparkan kepadanya. Sesekali, lidah hangat keduanya saling menyapu dan mengecap erat. Seperti lambaian tangan yang begitu dekat. Ken melepaskan bibirnya, lalu mengatur napas yang sudah terengah-engah. Kemudian, ia merapikan rambut Kalila dan memberikan kecupan mesra di dahi wanitanya. "Aku akan menjagamu dengan sekuat tenagaku," ujar Ken mulai berjanji. Sebab, ia juga takut akan kehilangan wanitanya. Kalila melengkungkan bibir dan tersenyum. Lalu ia mengangguk dan kembali menyandarkan tubuhnya di dinding kaca. Wanita ibu tampak lelah karena menahan perasaannya. "Jangan mengkhawatirkanku!" pinta Kalila agar Ken bisa tenang. "Aku bukan tipe wanita yang suka melepas lelah di bar ataupun diskotik." Ekspresi wajah Ken berubah, ia pun langsung menatap tajam. "Dengar! Aku serius kali ini." Kalila terperangah. "Apa?" Ken menghela napas panjang. "Ada yang tidak beres dengan dirimu, Lila. Bisakah kamu lebih berhati-hati!?" pinta Ken yang baru berani untuk mengungkapkan firasatnya. "Seseorang di situasi tertentu, seperti ingin menghancurkan, sekaligus memenangkan dirimu dengan cara yang licik." Kalila melipat dahi. "Aku tidak mengerti, Ken. Bagaimana mungkin ada orang seperti itu di dalam kehidupanku?" tanya Kalila. "Lagipula, selama ini. Semua berjalan lancar dan baik-baik saja. Rasanya, tidak mungkin ada seseorang yang ingin melukaiku seperti yang kamu utarakan barusan." "Kamu salah, Kalila. Bahkan, dia sedang menghancurkan mental, jiwa, dan juga rasa percaya di dalam dirimu." "Ken, aku mohon! Jangan berspekulasi yang bukan-bukan! Kamu membuatku takut pada dirimu," ucap Kalila dengan mata yang berkaca-kaca. "Heeem." Ken menghela napas panjang, lalu memijat dahi dan terus berada di hadapan Kalila. "Mungkin ini terlalu dini, tetapi aku ingin mengatakannya sebelum kamu menyadarinya." Kalila mendongak memperhatikan bibir dan juga mata Ken yang terlihat bersungguh-sungguh. "Semua ini memang terlalu cepat. Bahkan aku sendiri merasa bingung terhadap perasaanku. Apalagi, semuanya baru sekali terjadi di dalam hidupku. Sebab, sebelumnya dan biasanya, aku tidak peduli dengan siapa pun, kecuali saudaraku. Namun saat bersamamu, aku tidak bisa diam saja dan menganggap semuanya dalam keadaan baik, seolah kamu berada di dalam lingkungan yang aman." "Please. Stop, Ken!" "Aku ... ." "Keluargaku, tidak mungkin ingin menghancurkanku. Sebaiknya, sebelum kita jauh melangkah dan kamu bisa saja mematahkan kebersamaanku dengan keluargaku, kita cukupkan saja pertemuan ini sampai di sini." Kalila memberi keputusan yang memporak-porandakan hatinya sendiri. "Lila ... ." "Jauhi aku!" bentak Kalila sambil mendorong kasar d**a Ken Arashi. "Lila!" "Diam!" "Aku sangat mengkhawatirkanmu. Aku sayang kepadamu." Kalila menghentikan langkahnya. "Jika benar kamu menyayangiku, jauhi aku! Aku tidak ingin melihat batang hidungmu lagi!" kata Kalila bersama amarah, namun ia tidak sanggup menatap mata Ken Arashi, karena ia tengah berbohong saat mengatakan 'Tidak ingin melihat Ken lagi'. Ken yang semula ingin memeluk, terpaksa menahan dirinya agar tidak mendekat. Pada saat yang bersamaan, ia hanya dapat melihat punggung Kalila menghilang, bersama harapannya. 'Tidak! Aku salah langkah.' Sesal Ken yang sadar bahwa ia terlalu gegabah dan terburu-buru. Kalila pulang bersama amarah. Ia kecewa dan bingung dengan semua perkataan yang muncul dari bibir Ken Arashi. Namun, ia kembali mengingat kejadian yang baru saja menimpanya. Hatinya pun terpanggil untuk mengerti tentang kondisi Ken yang sesungguhnya. 'Kalila, tidak seharusnya kamu bersikap seperti ini! Kata-katamu itu, akan menjadi bumerang untuk dirimu sendiri. Kamu sudah terikat dengannya, kamu mencintainya!' Kata bagian dari diri Kalila yang lainnya. Bersambung. Bagaimana Ken menghadapi amarah Kalila? Apa yang akan ia lakukan demi mendapatkan wanitanya kembali? Dan seperti apa hasil dari penyelidikan pertama yang akan Jami jalani? Jangan lupa untuk meninggalkan komentar, tab love, dan follow aku ya, makasih.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN