Ruu mengepal. Bagaimana mungkin sampai sekarang adik dan putrinya belum juga ditemukan? Apa saja yang dikerjakan orang-orang ini sampai-sampai tidak bisa menemukan Angela dan Erica? Seandainya saja di klannya ada yang bisa telekinesis dan membaca pikiran seperti klan Johnson, tentu tidak akan sesulit ini mencari kedua perempuan itu.
"Ruu, jangan-jangan..."
Berhenti mengkhawatirkan yang tidak-tidak, Alicia!" potong Ruu cepat. Ia tidak ingin memikirkan seperti yang dipikirkan sang istri. Tak mungkin klan Johnson bisa menangkap mereka. Sistem keamanan mereka sangat kuat, tidak ada yang dapat menembusnya.
"Tetapi ini sudah hampir tengah malam, Ruu, dan mereka belum juga ditemukan." Alicia semakin cemas. Perempuan itu sudah hampir menangis.
Ruu mengusap wajah kasar. Otaknya memang memikirkan seperti apa yang dipikirkan sang istri. Tetapi hatinya berusaha menolak. Ia harus tetap yakin kalau mereka berdua hanya bersembunyi.
"Ruu, aku mohon..."
"Sir, ada transmisi dari klan Johnson!" Seorang pemuda tiba-tiba memasuki ruangan. Pemuda itu salah satu yang bertugas di ruang kontrol.
Alis Ruu berkerut. Dadanya tiba-tiba bergemuruh, seolah mengatakan apa yang ada dipikirannya.
Alicia malah sudah menangis sekarang. Nalurinya sebagai seorang Ibu mengatakan kalau putrinya berada di tangan musuh mereka.
"Sambungkan!" perintah Ruu.
Pemuda itu mengangguk kemudian segera berlalu dari ruangan itu. Ruu melangkah menuju layar besar yang berada di ruangan itu. Sebelumnya pemuda yang bertugas di ruang kontrol sudah memanggil beberapa petinggi atas perintah Bibi Imelda. Bersama perempuan setengah baya itu, beberapa petinggi klan memasuki ruangan di mana Ruu berada.
Tangan Ruu sedikit gemetar menekan pengendali untuk menyalakan layar besar itu. Mata birunya melebar begitu layar menyala. Suara khas bocah Erica menyapa pendengaran mereka yang berada di ruangan itu.
"Mama, Papa!"
Seruan gembira Erica langsung meruntuhkan pertahanan Alicia. Perempuan itu menangis keras melihat putri kecilnya yang berusia empat tahun berada di gendongan Curt Johnson. Erica tampak tersenyum lebar.
Wajah tampan Ruu mengeras melihat senyum itu. Apalagi melihat siapa yang menggendong Erica. Kelebat peristiwa lima tahun yang lalu hadir di kepalanya. Ruu mengepalkan tangan kuat, sampai-sampai tangan itu berasap.
"Selamat malam Mr. dan Mrs. Thomas."
Sapaan ramah Curt tidak meredakan tangis Alicia. Air mata perempuan itu malah semakin deras. Melihat putrinya yang tampak sangat gembira membuat Alicia nyaris tak bisa berdiri lagi. Seandainya Bibi Imelda tidak memeluknya, Alicia sudah pasti akan terduduk karena kakinya yang tidak kuat menahan berat tubuhnya.
"Erica, Sayang, kau tidak apa-apa, Nak?" tanya Alicia sudah payah.
Sementara Ruu hanya diam. Pria itu berusaha mengendalikan emosinya yang campur aduk sekarang. Tidak baik ia menunjukkan emosi berlebihan di saat seperti sekarang. Ada para petinggi klan di ruangan ini sekarang bersama mereka.
Erica mengangguk. "Iya, aku baik-baik saja, Mama." Senyum lebar kembali menghiasi pipi Erica yang bulat. "Aku menginap di rumah Paman Curt dulu malam ini."
Alicia menggeleng. "Tidak, Sayang. Jangan mau. Kau harus pulang!" serunya serak. Alicia berlari ke arah Ruu yang sejak tadi hanya diam. "Ruu, katakan sesuatu!" Alicia mengguncang lengan suaminya. "Katakan pada Erica kalau dia tidak boleh menginap di rumah pria itu!" jeritnya histeris.
Ruu memeluk istrinya yang nyaris terjatuh. Menatap tajam pada Curt dan asyik menciumi pipi Erica. Tangan Ruu kembali terkepal melihatnya.
"Di mana adikku?" tanya Ruu dengan gigi bergemeletuk. "Apa yang kalian inginkan? Kau sembunyikan di mana adikku?"
Alicia mencengkeram kemeja bagian depan Ruu. Amarahnya bangkit karena Ruu tak menyebut Erica, seolah pria itu tak memedulikan keselamatan putri mereka. Tetapi Alicia tidak dapat melakukan apa-apa. Ia rasanya tak bertenaga lagi sekarang. Mengetahui putri dan adik iparnya berada di tangan musuh membuat kondisinya langsung menurun.
Tampak di layar Curt tertawa kecil. Entah apa yang ditertawakan pria itu, karena Ruu tidak melihat ada yang lucu. Erica juga tidak melakukan sesuatu yang mengundang tawa.
"Apa aku juga bisa bertanya seperti itu padamu, Mr. Thomas?" tanya Curt setelah tawanya reda. Raut wajahnya yang biasanya tampak tenang berubah dingin. "Di mana kau sembunyikan Alexia-ku?"
Ruu mengejang sedetik. Di detik berikutnya, ia sudah bisa mengendalikan diri. Wajah tetap angkuh seperti biasanya.
"Pertanyaan yang lucu!" Tetapi Ruu tidak tertawa. Pria itu justru semakin mengeras kan wajahnya. "Kau inginkan tebusan untuk putri dan adikku? Apakah gadis burung itu?"
Tawa Curt kembali pecah. "Gadis burung?" tanyanya dengan sepasang alis yang mengernyit. "Apakah yang kau maksud dengan gadis burung adalah Marissa Loumungga? Kalau iya, tepat sekali. Juga beberapa tawanan lainnya."
Wajah Ruu semakin mengeras. Ia sudah menduga akan seperti ini. Beberapa tahanan lainnya? Ruu tertawa dalam hati. Seolah ia mau saja. Berarti mereka tidak tahu seberapa berartinya adik dan putrinya itu sehingga mereka hanya menginginkan pertukaran tawanan.
"Kurasa kita bisa bertemu beberapa hari lagi di Angel Zone untuk menukar mereka," lanjut Curt.
"Kenapa tidak besok saja?" tanya Alicia lantang. "Aku menginginkan putriku kembali selambat-lambatnya besok pagi!"
Curt tersenyum manis. "Maafkan aku, Mrs. Thomas, tapi sepertinya tidak bisa. Aku dan Erica sudah mempunyai beberapa rencana yang akan kami laksanakan dulu sebelum ia kembali bersama Anda," jawab Curt sopan. "Benarkan, Sayang?" tanyanya pada Erica. "Kita akan piknik besok kan?"
Erica mengangguk. "Bersama Bibi Angela dan juga Bibi Nola kan, Paman?" tanya Erica dengan jari telunjuk menusuk-nusuk pipi Curt.
Curt mengangguk mengiakan.
"Apa Paman Rane akan ikut dengan kita juga?" tanya Erica lagi.
Curt mengangkat bahu. "Paman tidak tahu. Tetapi nanti kau bisa meminta Paman Rane untuk ikut bersama dengan kita."
Erica mengangguk.
Tatapan Curt kembali lurus ke depan, menatap Alicia yang bersimbah air mata di pelukan suaminya.
"Anda mendengarnya sendiri bukan, Mrs. Thomas? Kami akan piknik besok." Curt tersenyum.
"Di mana adikku?" tanya Ruu keras. "Di mana Angela? Aku ingin melihatnya!"
Curt terlihat menghela napas sebelum menjawab pertanyaan Ruu.
"Angela bersama sepupu perempuanku. Mereka sudah berada di dalam kamar sejak tadi. Yeah, kau tahu sendiri bagaimana gadis-gadis muda kalau mereka sudah bergosip." Curt mengalihkan tatapan kepada Alicia. "Anda pasti paham maksud saya, Mrs. Thomas."
Tangan Ruu kembali terkepal kuat di pinggang Alicia. Ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan pria klan Johnson yang sedang ditampilkan layar lebar di depannya. Perkataan pria itu seolah mengatakan kalau adiknya juga sama seperti Erica, merasa senang berada di tempat musuh mereka.
"Aku ingin melihat adikku!" ucap Ruu dsngan penekanan di setiap suku katanya.
Curt memutar bola mata. "Tidakkah Anda percaya dengan apa yang kukatakan, Mr. Thomas? Adik Anda sedang bersama sepupu perempuanku. Well, mereka sama. Maksudku, sama-sama tidak atau setidaknya belum memiliki kekuatan." Curt mengangkat bahunya.
Ruu kembali mengejang sesaat. Beruntung pengendalian dirinya sangat baik, sehingga ia masih terlihat tenang saat seperti ini. Ruu hampir melupakan fakta bahwa di klan Johnson memiliki seorang telekinesis yang sangat kuat. Arnold Johnson pasti dapat membaca pikiran sang adik dan mengetahui kalau ia tidak bisa apa-apa. Diam-diam Ruu mengembuskan napas lega. Ada untungnya ia tidak memperlihatkan emosi dan kekuatannya pada sang adik, sehingga Arnold tidak akane dapatkan apa-apa kecuali fakta tentang Angela yang tidak memiliki kekuatan seperti anggota klan lainnya.
"Jangan pernah menyentuh adik dan putriku! Karena kalau mereka sampai terluka sedikit saja, aku sendiri yang akan menghabisi klan tidak bergunamu itu!"
Ruu mungkin terdesak. Adik dan putrinya memang berada di tangan musuh. Tetapi pria itu tidak pernah kehilangan keangkuhan dan kewibawaannya. Dalam keadaan segenting apa pun, Ruu masih bisa menyerang psikis musuhnya.
"Jaga mereka baik-baik atau kau akan merasakan akibatnya!" ucap Ruu datar. "Kurasa kau pasti mengerti maksudku, Curt Thomas. Kau pasti tidak ingin kehilangan orang yang kau sayangi lagi bukan?"
Wajah tampan Curt tampak memerah samar beberapa saat. Ruu yakin pria itu pasti mengerti maksudnya. Mereka memiliki urusan yang masih belum selesai yang tidak diketahui siapa pun di masa lalu.
Curt berdehem sebelum menjawab Ruu. "Sampai jumpa beberapa hari lagi," ucapnya. "Erica Sayang, ucapkan selamat malam pada Mama dan Papa. Sekarang saatnya tidur." Curt mengecup pucuk kepala Erica.
Gadis kecil itu mengangguk. "Selamat malam, Mama. Selamat malam, Papa. Selamat malam, Nenek Imelda. Aku harus tidur sekarang. Dadah!"
Erica melambai. Mengakibatkan air mata Alicia kembali menetes. Perempuan itu sangat mengkhawatirkan keadaan putri tunggalnya.
"Selamat malam, Sayang," balas Alicia dengan suara seraknya. "Erica yang pintar bersama Paman Curt ya, jadilah gadis yang baik dan jangan menyusahkan."
"Tentu saja, Mama," jawab Erica tersenyum. Gadis kecil itu menguap pertanda ia memang sudah mengantuk.
"Selamat tidur, Sayang." Alicia memberikan ciuman jarak jauh kepada putrinya sebelum Curt dimatikan sambungan transmisi itu. "Erica.. putriku." Tangis Alicia kembali meledak.
Ruu memeluk istrinya erat. "Aku yakin pria itu akan menepati kata-katanya, Sayang. Ia pasti menjaga putri kita. Karena kalau tidak, ia akan menyesal selama sisa hidupnya!"
Alicia menggeleng. Perempuan itu mendongak. "Kau harus menuruti semua yang diminta Curt, Ruu. Bebaskan saja tawanan tidak berguna itu!"
Ruu mengembuskan napas. Ia tahu siapa yang dimaksud Alicia dengan tawanan tidak berguna. Ia juga sangat tidak menyukai perempuan itu. Sungguh remaja uang sangat tidak tahu sopan santun. Hampir saja Ruu mematahkan leher perempuan itu karena Marissa Loumungga berani sekali meludahi sepatunya. Tetapi, bukankah semua anggota klan Johnson memang tidak memiliki tata krama? Klan Johnson jauh lebih rendah dari klan Thomas yang memiliki derajat tertinggi di planet mereka.
***
Malam semakin larut, tetapi Ruu masih betah berada di dalam ruangan pribadinya. Pria itu masih memikirkan cara bagaimana mereka bisa merebut Angela dan Erica kembali tanpa harus melakukan pertukaran. Ia masih ingin menyiksa gadis burung yang tidak tahu sopan santun itu. Seandainya saja bisa, pasti Ruu sudah membunuh gadis itu. Sayangnya para petinggi dan tetua klan melarangnya. Jujur saja, dari semua tawanan klan Johnson, hanya gadis berambut merah itu saja yang membuatnya meradang.
Ia tidak mengatakan kalau anggota klan Johnson orang-orang yang rapi dalam penampilan karena sebenarnya mereka sangat berantakan. Dibandingkan dengan anggota klannya yang sangat memperhatikan penampilan. Karena itu ia yakin, adiknya pasti tidak merasa nyaman di tempat musuh mereka itu. Ruu tahu benar kalau adiknya pencinta kerapihan dan keindahan. Sehingga sangat yakin kalau apa yang dikatakan Curt Johnson itu seratus persen tidak benar. Tempat paling nyaman bagi Angela adalah kamar adiknya itu.
Ruu mengembuskan napas kesal. Ia harus menemukan cara itu secepatnya. Jangan sampai Alicia menangis lagi. Ia paling tidak suka melihat air mata istrinya tumpah karena orang lain. Tak ada yang boleh membuat istrinya menangis kecuali dirinya sendiri.
Ruu memang egois. Dan ia mengakui itu. Tidak ada manusia di planetnya yang tidak mementingkan diri sendiri. Hampir semua manusia memiliki sifat itu, tidak terkecuali dirinya. Ia juga menginginkan kekuasaan tertinggi berada di tangannya. Bukankah sangat menyenangkan saat seseorang berlutut menghormatimu?
Ruu menyendetkan punggung pada senderan kursi kebesarannya. Kepalanya terdongak dengan mata yang terpejam rapat. Berbagai macam cara berkelebat di kepalanya, tetapi tidak ada satu pun yang menarik baginya. Ia harus mendapatkan adik dan putrinya dengan cara yang tidak diketahui oleh musuh. Tetapi sangat tidak mungkin menyusupkan salah satu dari mereka. Tidak ada anggota klannya yang memiliki kekuatan teleportasi seperti yang dimiliki klan Johnson. Sialan memang! Keliatan sehebat itu malah dimiliki oleh musuh mereka. Seandainya saja ada, satu orang tidak masalah. Ia pasti akan selalu memenangkan pertandingan di Angel Zone.
Ruu bukannya tidak pernah ikut bertarung. Ia bahkan sering memimpin pertarungan. Dan selalu menang. Hanya saja, kalau ia yang selalu terjun ke Angel Zone, lalu apa gunanya panglima dan komandan pasukan di klannya?
Suatu saat, Angel Zone tidak akan ada lagi. Suatu saat ia pasti bisa mengalahkan klan Johnson dan membuat mereka bersujud di kakinya. Terutama si tua Arnold Johnson yang sudah membunuh kedua orang tuanya.
Kedua tangan Ruu mengepal mengingat itu. Ia sungguh tidak bisa melupakan kejadian itu sampai sekarang. Karena kejadian itu ia berjanji akan menaklukkan klan Johnson dan menguasai seluruh planet. Dengan begitu, ia tidak akan kehilangan orang-orang yang disayanginya lagi.
Ambisi Ruu memang sedikit gila. Ia ingin seluruh planet tunduk dalam perintahnya. Ia ingin semua makhluk hidup berlutut di kakinya. Sungguh sangat menyenangkan kalau semua itu terwujud. Ia pasti akan membuat kedua orang tuanya yang sudah berada di Surga bangga. Tetapi sebelum itu, ia harus memusnahkan klan Johnson. Entah sejak kapan Ruu mempunyai ambisi seperti itu, memusnahkan klan Johnson. Yang pasti ia tidak akan puas sebelum melihat ketiga anggota utama klan itu yang masih hidup, tewas di tangannya. Terutama si tua Arnold Johnson dan putranya, si sombong Curt Johnson.
Ruu menyeringai, membuat wajah tampannya sedikit terlihat mengerikan. Ia pasti bisa menghancurkan klan tak berguna itu. Ia memiliki kartu as yang akan membuat Curt Johnson tidak berdaya. Menghancurkan sebuah klan seharusnya memang dimulai dari mengacaukan psikis anggota terpenting klan tersebut. Dan Curt Johnson adalah orang yang sangat mudah dirusak pikirannya. Meskipun pria itu memiliki kekuatan seperti Ayahnya, tetapi kekuatan Curt tidak sebesar kekuatan sang Ayah. Ruu yakin ia dapat mengatasi kedua Ayah dan anak itu. Dan menguasai planet bukanlah hal yang sulit kalau ia sudah berhasil menyingkirkan kedua orang itu.