Bab 6

2078 Kata
Angela memasuki ruang makan yang sangat besar itu gugup. Ruangan ini lebih tepatnya dijadikan suka saja daripada riang makan. Nola dan Erica berjalan di sampingnya. Angela menggigit bibir, hampir semua mata di ruangan itu menatap ke arahnya. "Hei!" Sapaan Curt menyambut mereka. Pria itu bahkan berdiri dan meraih tangan Angela kemudian melingkarkan di lengannya. "Gaun ini sangat cocok untukmu," puji Curt dengan suara yang hanya dapat di dengar oleh Angela. Membuat pipi gadis itu memerah. Curt tersenyum, Angela benar-benar menggemaskan. Untuk kali ini Curt setuju dengan perkataan Ayahnya, Angela benar-benar seperti seekor anak kucing. "Te-terima kasih, Sir," sahut Angela terbata. Curt membawa Angela ke meja utama. Di mana para petinggi dan petarung utama duduk. Arnold duduk di ujung meja. Ada empat kursi kosong di dekat pria pemimpin klan Johnson itu. Angela yakin, kalau salah satu kursi itu untuknya. Angela terhenyak. Curt mendudukkannya tepat di samping Rane. Gadis itu menatap Curt dengan tatapan bertanya. Apakah benar kalau kursi ini untuknya. Bukannya Curt tidak tahu Angela sedang menatapnya. Gadis itu pasti kebingungan kenapa ia memberikannya kursi tepat di samping Rane. Curt juga tidak tahu kenapa, sebenarnya ia bisa saja mendudukkan Angela di kursi di sampingnya atau kursi kosong yang di sebelah kursi Rane. Hanya saja Curt merasa was-was. Ia ingin Angela merasa aman dengan duduk di antara Rane dan Nola. Sementara si gadis kecil yang sangat menggemaskan dengan rambut kepang dia duduk di sebelahnya. Berdekatan dengan kursi utama. Untuk alasan ini Curt juga tidak tahu, ia hanya menuruti instingnya saja. "Jangan memperlakukannya terlalu baik, Curt. Gadis itu bukan tamu, dia tawanan!" Perkataan dengan nada keras itu membuat Angela menggigit bibir. Gadis itu makin menundukkan kepala dengan kedua tangan saling meremas erat. "Tak ada yang memintamu untuk berbicara, Raff," sahut Curt kalem. Pembawaannya yang santai tetap tidak terpancing dengan omongan Rafael yang bernada menyindir. Curt heran, kenapa Rafael suka sekali bertindak kasar. Lebih heran lagi dengan Ayahnya yang masih mempertahankan pria itu sebagai komandan pasukan mereka. "Kalau Ayahku saja tidak keberatan kenapa kau harus marah?" Kedua tangan Rafael mengepal di bawah meja. Ingin rasanya ia membakar pria itu. Klan tidak memerlukan pria lembek seperti Curt. Beruntunglah pria itu karena ia keturunan utama keluarga inti. Kalau tidak, sudah lama pria itu menjadi abu di tangannya. Dan gadis berambut pirang, suatu saat ia pasti akan bisa memberinya pelajaran. Apalagi kalau dilihat-lihat, sepertinya gadis itu gadis lemah seperti halnya keponakan pemimpin klan. Pasti akan sangat menyenangkan bermain dengannya. Bermain versi seorang Rafael Loumungga berbeda dengan bermain orang kebanyakan. Rafael pria yang tampan namun kasar. Tetapi ia selalu memperlakukan setiap wanitanya dengan lembut di ranjang. Maksud Rafael dengan bermain adalah menyakiti. Ia sangat senang melihat wajah lawannya yang ketakutan atau pun mendengar suara teriakan mereka. Rasanya seperti berada di surga saja. Hobi yang aneh memang. Angela semakin menundukkan kepala karena tatapan tajam dari pria berambut cokelat kemerahan yang duduk di seberangnya. Mereka tidak berhadapan, tetapi tetap saja tatapan mengulitinya membuat Angela ketakutan. Tanpa sadar gadis itu merapatkan duduknya pada Rane dengan menarik kursinya mendekat. Rane yang melihat tatapan Rafael pada Angela menggeram. "Berhenti menatapnya seperti itu atau menu makan malam kita kali ini akan menjadi bola mata panggang!" sentak Rane. Rafael mengalihkan tatapan. Sedetik matanya bertemu dengan mata ungu Rane yang dingin, Rafael memalingkan muka sambil mendengus kasar. Sialan dua bersaudara itu! Dikiranya Rane akan mendukungnya, mengingat hubungan pemuda itu dengan adiknya yang ditahan klan Thomas. Tidak tahunya Rane malah ikut memojokkannya. Pemuda itu malah makin menarik kursi gadis klan Thomas sialan itu sehingga duduk mereka menempel. "Bisakah kita memulai makan malam sekarang?" Pertanyaan dari pemimpin klan membuat semua orang yang berada di ruangan itu menatap kepada pria itu. Mereka rata-rata mengangguk. "Kuharap kita makan dengan tenang dan seperti biasa. Anggap saja Angela dan keponakan kecilnya sebagai bagian dari kita." Mata hitam Rafael membesar. Ia tak percaya pemimpin klan mereka berkata seperti itu. Seorang dari klan Thomas tidak akan pernah menjadi bagian dari klan Johnson. Sampai kapan pun tidak akan pernah terjadi. "Tapi, Sir..." Perkataan Rafael terpotong. Arnold Johnson mengangkat tangannya meminta Rafael untuk berhenti. Arnold Johnson adalah seorang pria yang tidak suka dibantah. Apalagi menyangkut kepentingan klan. Tapi kenapa pria itu seolah mengizinkan seorang Thomas bergabung dengan klan mereka. "Dua darah dari golongan yang berbeda tidak bisa dicampur, Sir!" seru Rafael. Pria itu berdiri. Arnold tak menanggapi Rafael. Pria itu justru menanyakan hal lain. "Ada lagi yang menentang keputusanku?" tanyanya lantang. Beberapa petarung di bawah komando Rafael berdiri, begitu juga dengan beberapa petinggi klan. Mereka kemudian mengangguk hormat pada Arnold. Tanpa mereka bicara Arnold sudah tahu kalau mereka sama seperti Rafael, menolak hal yang tadi baru dikatakannya. Melihat ada beberapa orang yang tidak menyukai kehadirannya di ruangan ini, Angela menggigit bibir. Tangannya memeluk lengan Rane kuat tanpa sadar. "Jangan khawatir, mereka tidak akan mengapa-apakanmu. Kau aman bersamaku," bisik Rane. Angela menatap pemuda itu sekilas kemudian menyembunyikan wajahnya di bahu lebar Rane. Arnold Johnson tersenyum. Menatap beberapa orang yang sudah berani menentangnya satu persatu. "Terima kasih," ucap Arnold. Ada nada kecewa dalam ucapannya. Pria menundukkan kepala selama beberapa helaan napas. "Kalian boleh meninggalkan ruangan ini," lanjutnya sambil mengangkat kepala. Beberapa orang yang berdiri saling pandang dengan terkejut. Sinar ketakutan terpancar di wajah mereka. Begitu juga dengan Rafael. Ia tak menduga kalau pemimpin mereka lebih memilih mempertahankan tawanan itu untuk duduk bersama di meja makan daripada anggota klannya. Rafael mendengus kuat, seharusnya ia sadar kalau semua ini memang keinginan dari si tua itu. Rafael mengepal kuat, dengan amarah tertahan pria itu berbalik dan melangkah keluar ruangan. Beberapa anak buah Rafael yang tadi ikut berdiri juga segera meninggalkan ruangan. Sementara beberapa petinggi klan yang juga berdiri masih bertatapan satu sama lain. Mereka menggunakan telepati untuk berbicara satu dengan lainnya. Beberapa detik ruangan menjadi hening. Kemudian desah napas lega terdengar setelah para petinggi itu memutuskan untuk duduk. "Keputusan yang bagus, Tuan-tuan." Arnold mengangguk hormat. "Nah, sekarang sebaiknya kita mulai makan malam kita." Tergesa Nola mengambil gelas berisi air putih di depannya. Ia perlu minum, ketegangan tadi membuat tenggorokannya terasa kering. "Aku hampir mati kehausan," komentar Nola begitu meletakkan gelas air putih itu ke tempat semula. "Aku sangat takut tadi. Kau juga kan, Angela?" tanyanya lirih. Angela mengangguk. Gadis itu menggeser kursinya ke posisi semula. Tak enak kalau harus terus menempel pada Rane. "Aku juga sangat takut. Pria itu seperti ingin memakanku hidup-hidup." Rane berdehem setelah menelan daging panggangnya. "Jangan pedulikan dia," ucap pemuda itu datar. "Tidak ada yang menyukainya kecuali para petarung kami yang berada di bawah pimpinannya, itu pun tidak semuanya." Nola mengangguk membenarkan perkataan Rane. "Kalau Rafael berani macam-macam padamu, dia akan berhadapan denganku. Aku yang bertanggung jawab atas keselamatanmu selama kau di sini." Dingin dan datar. Dua kata itu memang sangat pas untuk menggambarkan seorang Rane Johnson. Tapi kalau untuk tidak banyak bicara, sepertinya tidak. Baru saja Rane berbicara panjang lebar tadi. Angela menatap pemuda itu tak berkedip. Dalam hati mengagumi ketampanan Rane. Dan entah kenapa serasa ada ribuan kupu-kupu beterbangan di perutnya saat pemuda itu berbicara tadi. Rane yang merasa diawasi kembali berdehem sebelum memutar kepalanya ke arah Angela. Tatapan mereka terkunci selama beberapa detik. Angela yang memutus kontak mata itu karena Nola memanggilnya. "A-ada apa?" tanya Angela tergagap. Jantungnya masih memompa dengan cepat setelah bertatapan dengan Rane tadi. "Kau harus berhati-hati, jangan sampai bertemu si Rafael itu." Angela mengangguk cepat. Mata birunya masih tertuju pada Nola. "Adiknya ditahan oleh klanmu. Kalah oleh Leo atau Lee atau siapa aku tidak tahu." Nola mengangkat bahu tak peduli. "Leon maksudmu?" tanya Angela lirih, nyaris berbisik. Menyebut nama salah satu anggota klanmu sangat berbahaya saat kau berada di kandang musuh. Dan mengenai Leon, pemuda itu memang salah satu petarung andalan klan Thomas. Leon seusianya, tapi sudah sehebat itu. Terkadang Angela merasa iri pada sahabatnya itu. Leon sudah menjadi petarung sejak lebih dari setahun yang lalu. Kekuatannya muncul saat Leon masih balita. Sementara ia sampai sekarang masih belum tahu apa kekuatannya. Nola mengangguk meskipun ia tidak tahu benar atau tidak nama orang yang sudah mengalahkan si sombong Marissa adalah Leon. Ia hanya ingat huruf awal dari namanya saja. "Rafael berniat menahan salah seorang anggota klanmu agar bisa menebus adiknya." Nola menyuap potongan daging panggang, mengunyah dan menelannya baru meneruskan. "Karena pemimpin kalian tidak mau membebaskan tahanan tanpa tebusan." Angela terdiam mendengar perkataan Nola tentang kakaknya. Mendadak ia sudah tidak lapar lagi, selera makannya menguap tiba-tiba. Angela menjauhkan piringnya yang masih penuh. Hanya beberapa potong daging panggang saja yang berpindah ke perutnya. Angela sadar, kakaknya memang tidak sebaik itu. Ruu orang yang sangat keras, seolah ia terobsesi pada sesuatu. Jangankan pada orang lain, pada Angela yang notabene adiknya saja Ruu tak pernah bersikap manis. Sehingga Angela tidak tahu bagaimana rasanya memiliki seorang Ayah. "Kau tidak menghabiskan makan malammu?" tanya Nola saat melihat Angela yang tak menyentuh piringnya lagi. Angela hanya diam menatap ke depan dengan pandangan kosong. Angela tergagap kemudian tersenyum. Gadis itu menggeleng pelan. "Aku sudah kenyang," jawabnya lirih. Angela mengambil gelas berisi air putih, ia perlu minum untuk membasahi kerongkongannya. "Sungguh?" tanya Nola lagi. Angela mengangguk. Ia tak ingin bersuara, takut tangisnya pecah. "Tapi kau hanya makan sedikit. Bagaimana kalau kau sakit?" Ada nada khawatir dalam pertanyaan itu. Tapi sungguh, Angela sudah tidak bisa memakan apa-apa lagi. Ia sedikit tertekan mendengar pendapat Nola tentang kakaknya. Benarkah Ruu orang yang seperti itu? Selalu meminta tebusan untuk setiap tahanan. Angela tidak pernah tahu mengenai hal itu, Ruu tidak pernah mengatakan apa pun yang berhubungan dengan klan padanya. Curt yang merasa ada yang aneh pada Angela, menatap gadis itu. Hanya dalam sekali lihat ia tahu kalau ada yang tidak beres dengan Angela. Ia memang tidak bisa membaca pikiran Angela, gadis itu seolah mempunyai kekuatan pelindung. Sangat kuat sehingga ia tidak bisa menembusnya. Curt berdehem. Mengelap sudut bibir setelah menghabiskan air putih di dalam gelasnya. "Kenapa tidak menghabiskan makan malammu, Angela?" tanya Curt ramah. "Apa hidangannya tidak enak?" Angela menatap Curt kemudian menggeleng. Semua ini tidak ada hubungannya dengan hidangan atau apa pun, ia hanya tidak bernafsu saja. "Kau ingin hidangan yang lain?" Angela menggeleng lagi. "Tidak, Sir. Terima kasih," jawabnya pelan. "A-aku hanya sudah kenyang saja. Maafkan aku." Angela mengangguk dalam. Ia tahu kalau pria itu sedang mencoba untuk membacanya. Ia berharap Curt tidak berhasil seperti yang selama ini dilakukan Bibi Imelda dan Alicia. Rane menoleh. Ia tak sadar kalau Angela sudah berhenti makan sejak beberapa menit yang lalu. Kebiasaannya memang tidak pernah memperhatikan orang lain saat sedang makan. Angela kembali merasa ketakutan. Semua mata sekarang menatap ke arahnya, termasuk Rane. Gadis itu mengerut di tempat duduknya. Wajahnya memerah dengan mata berkaca-kaca. Nola baru menyadari Angela berubah sejak ia mengatakan tentang pemimpin klan Thomas yang sering meminta tebusan untuk tahanan. Gadis itu mengumpat kebodohannya. Tentu saja Angela merasa tidak enak. Angela kan bagian dari klan Thomas yang pemimpinnya sedang dikata-katai Nola. Dan lebih parahnya lagi, Angela adik dari pemimpin klan. Yang artinya Nola baru saja mengatakan keburukan seseorang kepada adik orang itu. Astaga! Nola tak pernah merasa dirinya bisa sebodoh ini, setelah peristiwa tadi siang tentu saja. Tersesat ke Angel Zone adalah kebodohannya yang pertama, dan sekarang adalah yang kedua. Celakanya kebodohan keduanya lebih parah dari yang pertama. "Maafkan aku, Angela." Nola memeluk Angela erat. "Aku tidak sengaja mengatakan itu. Padahal itu belum tentu benar, aku juga hanya mendengarnya saja. Aku mohon jangan memikirkan kata-kataku tadi." Angela mengusap tangan Nola yang melingkari bahunya. Gadis itu tersenyum yang membuat dua benda bening mengaliri pipinya. "Tidak apa-apa." Angela menggeleng. "Aku hanya terkejut mendengarnya. Aku tidak tahu kalau kakakku seperti itu, Ruu tidak pernah membicarakan apa pun padaku." Rane mengembuskan napas. Jadi karena itu Angela tidak berselera makan lagi. Entah apa yang dikatakan Nola tadi, ia tidak mendengarnya. Sepertinya sesuatu yang sensitif sampai bisa membuat Angela kehilangan selera makan. "Aku sudah selesai," ucap Rane. Tanpa ekspresi seperti biasa. Pemuda itu memundurkan kursinya dan berdiri. Mengulurkan tangan pada Angela, memintanya berdiri. "Ayo, Angela!" "Ke-kemana?" tanya Angela bingung. Gadis itu sudah tidak dipeluk Nola lagi sekarang. "Sudah saatnya kau kembali ke kamarmu." Mata biru Angela kembali berkaca-kaca. Entah kenapa, perkataan Rane membuatnya sedih. Gadis itu menghela napas pelan, mengembuskannya dengan pelan juga kemudian mengangguk. Angela menyambut uluran tangan Rane, membiarkan pemuda itu menggenggam tangannya kuat. "Erica akan tidur di kamar Curt," ucap Rane melihat Angela yang menoleh pada Erica. Angela menatap Rane dengan tatapan bertanya. "Curt sepertinya tak bisa berpisah dari Erica." Angela masih tak mengerti perkataan Rane. Tapi gadis itu menuruti saat Rane menariknya keluar ruangan menuju ke paviliun pemuda itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN