6. A Fairy Named, Eayli

1712 Kata
Steven, Lyodra dan Bright sudah sangat putus asa, mereka tidak bisa keluar dari sini. Hari pun sepertinya sudah semakin gelap, tadi tempat ini sedikit terang karena ada cahaya dari atas sana. Sepertinya waktu di dunia nyata berbeda dengan dunia aneh ini, jika saat mereka di dunia nyata malam hari, lebih tepatnya tengah malam. Ketika mereka tiba di sini, hari nampak siang. Jangan kalian pikir jika siang hari di sini sama seperti siang hari di dunia nyata, siang hari di sini masih menyisakan kegelapan. Tak ada matahari yang terbit, yang ada hanya cahaya yang ditutupi oleh awan yang sedikit gelap. Bisa dikatakan kalau cuaca sedang mendung, anehnya tidak ada tanda-tanda kalau hujan akan turun. Semakin gelap, bukannya terasa semakin sejuk, justru sebaliknya. Yang mereka rasakan udara di sini semakin panas, entah apa penyebabnya. Rasa haus mulai mendominasi, bahkan botol air minum yang tadi mereka bawa sudah kosong. Mereka tidak menyangka kalau akan seperti ini, berkali-kali mereka mengibaskan baju sedikit mencari angin agar terasa sejuk. Hutan ini nampak begitu mati, tidak ada tanda-tanda kalau ada orang lain yang berada di sini. Baik binatang atau pun tumbuhan sama sekali tak terlihat atau terdengar suaranya, benar-benar sepi dan sunyi. Suasana semakin mencekam ketika gelap mulai tiba, yang menemani mereka hanyalah api unggun yang sudah mereka buat untuk menemani malam mereka. "Apakah kita akan selamanya terjebak di sini?" tanya Bright semakin ketakutan, ia menekuk lututnya sambil melihat ke arah api unggun. "Kau jangan bertanya padaku, Bright. Karena aku pun tak tahu jawabannya," balas Lyodra. KRUKKK .... Sebuah suara terdengar, kompak Steven dan Lyodra menatap ke arah Bright yang menyengir sambil menahan sakit. Ternyata itu suara perut Bright, cacing-cacing di perutnya meminta untuk diberi makan. Sebenarnya tak hanya Bright yang merasa lapar, tetapi Steven dan Lyodra pun merasakan hal yang sama. Tadi mereka sudah berusaha mencari makanan, tetapi mereka sama sekali tak menemukan apapun. Di sini tidak ada sungai atau pun pohon buah, lantas bagaimana bisa mereka mengisi perut yang mulai kosong? "Lapar sekali, sepertinya cacing-cacing di perut sudah mulai meminta jatah mereka," keluh Bright sambil memegangi perutnya. "Tak perlu mengeluh, tanpa kau beritahu kami pun juga tahu hal itu. Suara perutmu begitu menggelegar," sinis Lyodra yang hanya dibalas cengiran oleh Bright. "Tak hanya kau yang merasa lapar, Bright. Kami pun merasa lapar, tetapi tidak ada yang bisa kita lakukan. Di sini tidak ada makanan, ah aku sekarang mulai merasa was-was kalau-kalau kita akan mati sia-sia di sini. Maafkan aku teman-teman, aku sudah membuat kalian terjebak di sini. Jika nanti aku yang mati duluan, aku harap kalian bisa tetap hidup dan selamat. Setidaknya biarkan aku yang mati sendiri di sini, kalian harus mendapatkan pertolongan." Steven berucap sedih serta penuh sesal, ia begitu menyesal telah membuat Bright dan Lyodra terjebak bersamanya di sini. "J-jangan bicara hal yang menyedihkan seperti itu, Steve. Aku sama sekali tak bisa menahan laju air mataku lagi gara-gara mendengar perkataanmu," ucap Bright sambil mengusap air matanya. "Hei, kau itu seorang laki-laki. Tak sepantasnya kau menangis, Bright. Jangan cengeng!" Walaupun Lyodra menggertak seperti itu, dalam hatinya ia juga menangis. Di saat ketiga orang itu masih diliputi kesedihan dan keharuan, tiba-tiba saja ada cahaya kecil yang menghampiri. Steven, Lyodra dan Bright menghapus air mata mereka ketika cahaya kecil itu semakin mendekat ke mereka. Mereka belum dapat melihat dengan jelas apa itu cahaya kecil, tetapi ada harapan yang tertambat di hati mereka. Harapan di mana mereka akan diselamatkan oleh siapapun cahaya itu, itulah harapan mereka. "Cahaya apa itu? Apakah itu sebuah bala bantuan?" tanya Bright. "Aku pun tak tahu," balas Steven. Mereka masih fokus memerhatikan cahaya itu hingga ketika cahaya itu mendekat, ketiganya tersentak. "Apa itu!? Mengapa manusia bisa sekecil itu!? Dan Mengapa dia ada sayapnya!?" tanya Bright beruntun, ia begitu terkejut melihat manusia cantik yang mungil dengan sepasang sayap mirip capung. "Kau tidak pernah menonton film fantasi atau membaca dongeng ya? Itu namanya peri," ujar Lyodra membuat Bright semakin menganga. "Peri?" beo Bright tak percaya. "Aku sudah mengawasi kalian dari tadi," ujar makhluk kecil itu. "Perkenalkan aku Peri Eayli Wang, kalian bisa memanggilku Peri Eayli." Makhluk kecil yang mengaku bernama Peri Eayli itu terbang kemudian berdiri di atas kepala Bright. "Hei, mengapa kau harus berdiri di kepalaku?" protes Bright sambil mengusir Peri Eayli dari kepalanya. "Biarkan saja dia di situ, Bright." Lyodra memukul lengan Bright yang akan menangkap tubuh mungil Peri Eayli. "Jadi kau ini benar-benar peri? Kalau kau sedari tadi mengamati kami, mengapa tidak dari tadi saja kau menghampiri kami?" tanya Bright. "Iya, aku peri yang menunggu hutan ini. Aku tidak dapat muncul begitu saja sebelum mengawasi dalam jangka waktu yang lama, takut-takut kalau kalian adalah bahaya yang mengancam kami. Namun, setelah aku mengawasi. Kalian sama sekali tidak berbahaya, sepertinya kalian lah orang-orang yang dikirimkan untuk menolong tempat ini." Ketiganya tak mengerti dengan apa yang Peri Eayli katakan. "Maksudnya? Menolong bagaimana?" tanya Steven. "Kalian lihat tempat ini? Tempat ini begitu tandus, tak ada kehidupan di sini. Baik tanah yang kering maupun pohon yang mati, dua hal itu menjadikan kami hidup sengsara di sini. Lebih baik kalian ikuti aku," ujar Peri Eayli kemudian dalam sekejap ia sudah terbang dari kepala Bright. "Perlukah kita mengikuti dia?" tanya Bright merasa tak yakin. "Tentu saja kita harus mengikutinya, tidak ada orang lain lagi di sini." "Tapi kalau ternyata dia jahat bagaimana?" "Yakin saja kalau dia baik, Bright. Kalau kau tidak mau ikut ya sudah, biar aku dan Steve saja yang pergi. Biar kau tunggu di sini bersama para hantu yang siapa tahu akan menghampirimu." Lyodra dan Steven bangkit, hal itu membuat Bright yang ketakutan pun ikut menyusul. Mereka mengikuti Peri Eayli hingga peri itu berhenti tepat di depan pohon yang begitu besar, mereka mengernyit karena merasa aneh. Perasaan mereka tadi, tidak ada pohon besar seperti ini ketika mereka berlari mencari jalan keluar. Mengapa sekarang tiba-tiba saja ada pohon sebesar ini? Benar-benar aneh. "Kalian pasti merasa heran ya? Mengapa tadi di saat kalian berkeliling tidak ada pohon besar ini dan kalian kembali ke tempat yang sama?" tanya Peri Eayli yang sepertinya tahu apa yang dipikirkan oleh ketiga manusia yang tadi mengikutinya. "Bagaimana kau tahu apa yang kami pikirkan? Kau bisa membaca pikiran kami?" tanya Bright yang kembali terkejut dengan kemampuan Peri Eayli. "Ya, bisa dibilang begitu. Aku juga tahu kalau kau berniat menginjakku hingga hancur jika aku berniat jahat 'kan?" Bright meneguk ludahnya susah payah, tadi ia memang berpikir seperti itu. Ia tidak tahu kalau Peri Eayli ternyata mengetahui apa yang ia pikirkan. "Benar apa yang kau pikirkan itu, Bright? Jahat sekali, kau tahu? Pikiranmu itu sama saja seperti seorang kriminal!" tukas Lyodra. "Hei, aku tak sengaja. Aku 'kan cuma mewanti-wanti saja kalau dia berniat jahat padaku," sanggah Bright. "Kalian tidak perlu khawatir, aku sama sekali tidak berniat jahat. Mana mungkin aku berniat jahat pada orang-orang yang akan membantuku membebaskan tempat ini dari kesengsaraan?" ujar Peri Eayli. "Oh ya, kau mengajak kami ke sini untuk apa, Peri Eayli?" tanya Steven yang sedari tadi hanya diam. "Sampai lupa aku, ayo kalian ikuti aku masuk ke sini. Tenang kalian tidak akan terluka, ini hanya sebuah pohon bayangan. Ketika kalian menyentuhkan tubuh kalian ke pohon ini, maka otomatis kalian akan pergi ke dunia kami. Ayo!" Peri Eayli sudah terlebih dulu masuk, Steven dan Lyodra menyusul. Giliran Bright yang nampak ragu, tetapi ketika melihat semuanya gelap dan tidak ada siapapun di sekitarnya ia pun ikut menyusul. Begitu menyentuhkan tubuh mereka ke pohon besar itu, tiba-tiba saja keajaiban pun terjadi. Mereka sekarang tak lagi berada di hutan mati itu, melainkan sebuah tempat yang begitu menakjubkan. Ada sebuah pohon emas yang mengeluarkan banyak buah-buahan serta air, begitu indah sekali. Ada banyak peri yang beterbangan serta banyaknya hewan yang tengah bermain, Steven dan teman-temannya masih terperangah melihat pemandangan di hadapannya. "Semuanya!" Ketika Peri Eayli berteriak, semua peri serta hewan-hewan itu menghentikan aktivitas mereka. Mereka semua menghampiri Peri Eayli dan mengelilingi Steven dan teman-temannya. "Lihatlah mereka bertiga! Mereka bertiga adalah manusia yang akan menyelamatkan kita semua dari kesengsaraan yang selama ini kita alami!" Mendengar teriakan Peri Eayli, semua peri dan hewan itu seperti senang mendengarnya. "Apakah benar kabar yang kau bawa ini, Eay?" tanya salah satu peri sambil mendekati Peri Eayli. "Iya, aku tak berbohong. Mereka yang akan menyelamatkan kita! Maka sambutlah calon penyelamat kita ini!" Bak perintah seorang ratu, hewan-hewan serta peri-peri itu menarik tangan serta kaki Steven, Lyodra dan Bright. "E-eh, ada apa ini?" tanya Bright panik ketika peri-peri serta hewan-hewan itu menariknya, seakan tengah mengajaknya ke suatu tempat. "Ikut saja, Bright!" ujar Lyodra yang merasa senang dengan keadaan ini. Begitu ramai, tak ada ketakutan seperti tadi. Peri-peri serta hewan-hewan itu ternyata mengajak Steven, Bright dan Lyodra ke tempat jamuan. Bright yang memang sudah merasa sangat lapar pun menatap takjub dengan apa yang tersaji, banyak sekali buah-buahan yang terlihat segar dan nikmat, ada juga air yang sedari tadi membuat tenggorokannya seketika kering. Tanpa merasa malu ataupun takut, Bright langsung menyantap apa yang tersaji. Lyodra yang melihat itu hanya menggeleng, padahal belum dipersilakan makan. Namun, Bright sudah menyantap itu dengan sangat rakus, memang dasar Bright. "Hei, kita belum dimintai makan. Mengapa kau malah sudah makan? Sangat rakus sekali pula," ujar Lyodra tak habis pikir dengan Bright yang tidak tahu malu. "Kao tao, akhu menahan laparr seharian ini." Bright berucap dengan mulut yang penuh dengan makanan. "Kunyah dulu makananmu baru berbicara, jorok sekali. Berjatuhan itu di mana-mana, sangat tidak sopan." Lagi, Lyodra mengomeli kelakuan Bright yang seperti itu. "Iya-iya, sekarang sudah. Aku tahu, aku menahan lapar seharian ini. Mana mungkin aku mengabaikan begitu saja makanan sebanyak ini, lagipula Peri Eayli tidak akan marah karena ini memang disiapkan untuk kita. Ya 'kan, Peri?" Peri Eayli mengangguk sambil tersenyum. "Iya, semua ini kami siapkan untuk menyambut kedatangan kalian. Makanlah sebanyak-banyaknya yang kalian suka, setelah ini ada banyak cerita yang akan aku sampaikan pada kalian." Steven dan Lyodra begitu penasaran dengan apa yang Peri Eayli katakan, tetapi mereka lebih memilih menunggu Peri Eayli yang mengatakannya nanti langsung. Mereka lebih memilih menyusul Bright yang sudah memakan begitu banyak buah-buahan, mereka makan hingga kenyang. Beruntung sekali Peri Eayli memberikan makanan sebanyak ini pada mereka, hingga akhirnya mereka kekenyangan. Pertemuan mereka adalah awal dari segalanya, awal di mana petualangan itu akan terjadi. Mampukah mereka menjalaninya? Ataukah mereka lebih memilih mengalah dan meminta dipulangkan? Semuanya akan terjawab ketika cerita ini selesai, kisah di mana petualangan dan perjuangan tiga mahasiswa yang sama-sama memiliki rasa penasaran yang besar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN