Bab 8

1524 Kata
HAPPY READING *** Tigran menatap rumah bangunan berpagar tinggi itu. Di samping pagar terdapat nomor 58. Ia melirik Kayla yang berada di sampingnya. “Jadi ini rumah Kayla?” Tanya Tigran. Kayla mengangguk, “Iya, pi.” Tigran membunyikan klakson, beberapa detik menunggu akhirnya pintu terbuka. Ia menatap seoranng wanita mengenakan pakaian baby sitter berwarna merah muda. Wanita itu membuka pintu pagar lalu tersenyum kepadanya. “Itu baby sitter Kayla?” Tanya Tigran. Kayla mengangguk, “Iya pi, itu bibi,” ucapnya. Tigran memarkir mobilnya di plataran rumah. Ia melihat mobil SUV berwarna putih terparkir tidak jauh dari rumah ini. Halaman rumah tertata dengan baik, memiliki area cukup luas. Tigran mematikan mesin mobil dan lalu keluar. Ia tersenyum kepada baby sitternya Kayla, dan membuka pintu mobil samping, membawa Kayla keluar dari mobil. “Pak Tigran, ya,” ucapnya ramah, wanita itu sudah mengetahui namanya, sebelum ia memperkenalkan diri. “Kok tau?” Tanya Tigran penasaran. “Ibu tadi yang nelfon ngasih tau saya pak.” “Iya, mari pak masuk,” ucapnya lagi. Tigran memperhatikan rumahh Naomi, rumahnya bagus, bertema modern minimalis. Rumah ini sangat homey, ia masuk ke dalam melihat suasana rumah yang tampak bersih. Di ruang utama ia menatap foto Naomi dan Kayla, yang di ambil dari studio foto. Mereka berdua sangat sempurna menurutnya. “Bibi, ini papi Kayla,” ucap Kayla riang. “Owh ya, beneran ini papi Kayla.” “Bener kan papi?” Tigran tersenyum, “Iya, bener.” Bibi hampir tidak percaya bahwa ini lah ayah dari Kayla. Dua tahun ia bekerja di sini, baru kali ini ia melihat Kayla menyebut papi pada pria. Bibi memperhatikan Tigran, pria itu sangat tampan, postur tubuhnya bagus dan wajahnya hampir mirip dengan Kayla. Selama ini majikannya sama sekali tidak menceritakan siapa ayah dari Kayla. Sekarang ia tahu ternyata pria itu adalah ayah Kayla. Ia merasa bersyukur bahwa Kayla sekarang dipertemukan dengan ayah biologisnya. “Jadi bapak ini ayah dari Kayla?” Tanya bibi. “Iya,” Ucap Tigran tenang. “Mari pak silahkan duduk,” ucap bibi, ia mempersilahkan pria itu duduk di sofa ruang keluarga. “Selama ini ibu Naomi, nggak pernah cerita tentang papinya Kayla. Jadi sekarang saya baru tau bahwa bapak inilah ayahnya Kayla,” ucap bibi antusias. “Kalau boleh tau, bapak selama ini ada di mana?” Tanya bibi penasaran. Tigran menarik nafas, ia tahu bahwa orang-orang bertanya seperti ini, “Saya ada di luar negri.” “Pantas saja. Maaf pak, kalau saya lancang bertanya.” “Enggak apa-apa bi.” “Bapak mau kopi?” “Iya, boleh,” ucap Tigran. Ia menatap bibi menjauhinya, ia melihat sebuah grand piano di dekat tangga. Kayla berdiri di sampingnya, sambil membuka toples kaca berisi astor. “Kayla bisa main piano?” Tanya Tigran. “Bisa pi. Papi bisa nggak?” “Bisa dong.” “Yang bener, papi bisa main piano?” Tigran tersenyum dan mengangguk, “Bisa sayang, mau denger papi main piano.” “Mau … mau … mau,” ucap Kayla kegirangan. “Kita main sama-sama ya,” ucap Tigran. Tigran dan Kayla kini duduk di kursi piano. Tiigran membuka buku piano yang ada di depannya. Ia memilih lagu yang menurutnya mudah dan bisa dimainkan bersama Kayla. Sejujurnya ia penggemar alat music satu ini. Ia memang tidak layak melabeli dirinya sebagai pianis, namun ia paham memainkan alat music ini. Untuk etude, sightreading, fingering, itu untuk anak TK seperti Kayla yang belajar secara berulang-ulang. Kunci bermain pada alat music ini itu repetisi. Cara belajar cepat alat music ini yaitu dengan memainkan lagu yang di suka. Menurutnya seorang pianis memang harus menguasai 12 nada dasar, teknik penjarian yang berbeda, dan membutuhkan muscle memory yang berbeda juga. Melatih pengguna 12 nada dasar yang berbeda juga dapat melatih telinga feeling pianis akan nada. Bagi yang professional, pasti sangat mudah menentukan nada C# dan C hanya dengan mendengar, karena saking tajamnya. Tigran dan Kayla memainkan sebuah lagu kesukaan Kayla. Mereka bermain secara bergantian, untuk anak-anak seperti Kayla, memainkan piano ini, sudah cukup baik. Kayla sepertinya sudah bisa membaca note balok menghafal nada dasar dan jari-jari kecilnya juga sangat luwes memainkan piano. Beberapa menit berlalu akhirnya mereka sudahh selesai memainkan sebuah lagi. “Wow, you’re amazing, sayang,” ucap Tigran. “Thank you, papi.” Tigran menoleh ke belakang, menatap bibi. Ia tahu wanita itu pasti menunggu Kayla. Kayla harus berganti pakaian. Mereka memutuskan kembali lagi ke kursi. “Saya senang, akhirnya papi nya Kayla ada di sini. Selama ini, ibu Naomi nggak pernah cerita tentang ayahnya Kayla sama saya. Saya melihat Kayla sekarang sangat ceria dengan adanya bapak di tengah-tengah rumah ini.” Tigran menyungging senyum, “Iya, bi.” “Mari pak, saya gantiin Kayla ganti baju dulu.” “Iya, bi.” “Silahkan di minum kopinya.” Tigran menatap bibi dan Kayla melangkah menuju sebuah kamar. Sementara dirinnya menunggu di ruang keluarga. Ia menyesap kopi buatan bibi secara perlahan, sambil memandang kolam renang yang terbentang di sana. Secara keseluruhan rumah yang di tempati Naomi sangat baik, modern, sentuhan mewah terasa, karena setiap ruangan ada lampu Kristal, walau rumah ini tidak terlalu besar namun ia betah berlama-lama di ssni. Ia mengambil album foto yang ada di bawah meja. Ia tersenyum memandang foto-foto Kayla ketika masih bayi. Banyak sekali foto-foto Kayla dan Naomi di sana, bahkan ada foto liburan Naomi dan Kayla di pantai. Ia ikut bahagia melihat senyum mereka yang menghiasi album foto itu. Hingga akhirnya Tigran menyelami foto-foto Naomi dan Kayla di album itu. Rasa keinginannya cukup besar untuk bersama dengan keluarga ini. *** Sementara di sisi lain Naomi masih memikirkan keberaadaan Tigran dan Kayla. Konsentrasinya pecah, setelah meeting, ia menandatangani semua berkas-berkas. Hari ini ia akan pulang lebih awal seperti biasanya. Ponselnya seketika berdering, Naomi melihat ke arah layar, ia menatap “Reni Calling” Naomi lalu menggeser tombol hijau pada layar. “Iya, Ren,” ucap Naomi. “Lo lagi apa?” “Lagi di kantor. Kenapa?” “Gimana hubungan lo sama dokter Kafka?” Tanya Reni, ia ingin tahu apa yang mereka bicarakan setelah makan malam kemarin. “Biasa aja sih, dia tadi w******p gue, yah gitu-gitu aja. Dia ngajakin pulang bareng, tapi kayaknya gue hari ini pulang cepet.” “Tumben balik cepet.” “Tadi Kayla gue titip sama Tigran, jadi gue khawatir gitu.” Reni mengerutkan dahi, “Tigran? Siapa?” Tanya Reni penasaran. “Enggak sengaja kenal sih kemarin di restoran, dia bukan siapa-siapa sih. Cuma Kayla suka sama nih orang, enggak mau lepas gitu.” “Wihh, tumben Kayla mau sama orang lain.” “Nah itu masalahnya. Anaknya sih suka-suka aja, tapi gue yang khawatir.” “Cakep mana sama dokter Kafka?” Naomi menarik nafas, “Sama aja sih sebelas dua belas,” ucap Naomi. “Emang lo enggak tertarik sama dokter Kafka?” “Baru kenal Ren. Lo tau lah gimana.” “Tapi dokter Kafka, kayaknya tertarik loh, sama lo. Lo tau kan dia siapa?” “Tau kok, dia yang punya rumah sakit kan.” “Nah, iya. Cocok tuh sama lo, pasti klop banget. Enggak usah diragukan lagi tajirnya kayak apa, udah gitu cakep pula.” Naomi menyungging senyum, ia bersandar di kursinya sambil menatap ke arah jendela, ia akui bahwa dokter Kafka memang menarik, obrolannya sejauh ini sangat nyambung. Namun kalau ingin pacaran masih belum, karena mereka masih tahap pengenalan. Ia tidak ingin terburu-buru dalam menjalin sebuah hubungan. “Iya, tau. Tapi nanti deh, masih kenal-kenal gitu aja.” “Tapi dia tipe elo kan?” Naomi tertawa, “Enggak hanya gue, dia tipe semua cewek di luar sana, Ren.” “Dia nggak masalah dengan status lo yang single parent dan punya Kayla. Katanya pingin kenal dengan Kayla juga.” “Owh ya.” “Iya.” “Yaudah deh, PDKT aja dulu, gue buru-buru mau balik ke rumah,” ucap Naomi, ia melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 16.20 menit. “Oke. Lo hati-hati, mending pakek gojek deh, biar cepet. Pakek mobil jam segini kayaknya macet banget, apalagi di Kemang.” “Iya, iya. Tau aja kalau di sini super macet.” Naomi mematikan sambungan telfonnya. Ia menekan tombil off pada layar leptop. Ia mengambil tas di fillingg cabinet. Saran Reni memang baik, ia lebih baik menggunakan gojek, agar lebih cepat sampai rumah. Ini jam pulang kerja, jam macet-macetnya. Ia tahu apalagi ia bisa mengulur waktu pulang jam enam sore agar terhindar dari macet. Naomi turun dari tangga, ia melihat beberapa artis berkujung di outlet nya, ia tersenyum dan menyapa mereka dengan ramah. Staff-staff nya dengan sigap melayani coutumer, baginya pelayanan nomor satu. “Langsung pulang bu?” Tany salah satu staff nya.” “Iya, ini saya langsung mau pulang.” “Hati-hati ya bu.” Naomi menatap ojek online sudah berada di depan butiknya. Ia melihat suasana jalan tampak ramai dengan mobil. Jika menggunakan mobil pasti ia akan menempuh beberapa jam hingga rumah. Kalau seperti ini, alternative terbaik memang menggunakan motor. Naomi mengikat rambutnya kebelakang agar tidak kusut terpaan angin, dan ia tidak lupa mengenakan masker. Beberapa menit kemudian gojek membawa Naomi ke rumah. Mereka melewati kemacetan kawasan Kemang dan titik macet lainnya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN