4. Calon Suami

1642 Kata
Gyandra bekerja di PT. Jaatee Meubeul Deharsa, itu adalah perusahaan meubeul yang dikembangkan oleh Bima, ayah dari Gyandra. Kakek Gyandra adalah pengrajin kayu jati pada masa lampau, dia termasuk anak yang beruntung karena bisa mencicipi sekolah di masa penjajahan. Di sekolah yang banyak dihuni pelajar yang hanya keturunan penjajah juga orang-orang berada sekelas kepala desa ke atas itu lah dia mengenal teman-temannya. Dia juga memiliki lahan Jati yang sangat luas yang sampai kini pun masih digunakan untuk penanaman pohon Jati. Ketika dewasa, kakek Gyandra mulai membuat perusahaan Jatinya, setelah sebelumnya hanya membuat perlengkapan rumah tangga sesuai pesanan saja, titik baliknya adalah ketika Bima, remaja. Bima disekolahkan di sekolah bisnis yang cukup mahal, meskipun begitu Bima mengaplikasikan dalam kesehariannya ilmu yang diterapkan, yang membuat perusahaannya kini menjadi perusahaan yang cukup besar dan terkenal. Mereka tak membutuhkan gedung dengan belasan tingkat, cukup satu gedung dengan satu gudang yang memakai tanah sampai satu hektar. Tidak hanya berjualan di pasar dalam negeri, kayu jati olahannya juga terjual sampai ke luar negeri. Bahkan presiden pun menggunakan furniture kantornya dengan perusahaan itu. Meskipun begitu, Bima mengajarkan Gyandra untuk hidup sederhana. Tidak terlalu berkemewahan, yang penting seluruh karyawannya sejahtera. Itu sebabnya sampai kini pun perusahaan tak pernah mempesiunkan karyawan yang masih ingin bekerja meski sudah di usia senja. Hanya saja load pekerjaan tak sebanyak ketika di usia produktif. Gyandra memakai masker hidung ketika memasuki kawasan produksi, beberapa pengrajin mengukir meja pesanan salah satu perusahaan ternama. “Pagi semua,” sapa Gyandra ramah. “Pagi mas Gyandra,” sapa balik para karyawan, kepala gudang menghampiri Gyandra dan memberikan laporan hari ini. “Siang ini akan keluar tiga truck perlengkapan kantor, Mas,” ucapnya sopan meski usianya jauh di atas Gyandra. “Terima kasih, Pak. Truk yang mengangkut kayu jati akan tiba jam berapa?” tanya Gyandra. “Kabarnya jam lima sore,” ucapnya. “Wah sore sekali, belum penurunannya,” ucap Gyandra. “Ada sedikit masalah di hutan katanya, tidak apa-apa Mas, nanti biar saya dan teman-teman lembur,” tutur kepala gudang itu. “Jangan sering-sering lembur ya, Pak. Ingat anak istri yang menunggu di rumah,” tutur Gyandra ramah, membuat kepala gudang itu tersenyum malu. Gyandra menanda tangani berkas yang dibutuhkan, dia berkeliling di gudang itu, memang setiap hari dia melakukannya. Dia ingin tahu apa yang terjadi secara langsung. Bima, sudah jarang ke kantor, dia lebih sering mengurus urusan eksternal perusahaan. Gyandra melihat seorang pria tua yang berjongkok untuk memperhatikan detail dari meja yang telah diukir. Gyandra ikut berjongkok di sampingnya. “Perhatiin apa, Kek?” tanya Gyandra. “Ini apa mata saya yang rabun ya? Sepertinya ukirannya berbeda dari sebelumnya?” ucapnya. “Coba saya lihat,” tutur Gyandra, kakek tua itu menoleh dan terperanjat ketika menyadari bahwa Gyandra yang berada di sampingnya. “M-mas Gyandra, saya pikir siapa,” ujarnya, Gyandra hanya terkekeh. Dia memegang ukiran itu. “Hmmm memang iya agak berbeda dari sebelumnya, namun ini dinamakan inovasi Kek, perusahaan kita kan terus berproses,” ucap Gyandra sambil tersenyum meski senyumnya tertutup masker. Dia pun berdiri bersama kakek itu. “Oh gitu, baik Mas,” ucap sang kakek. Usianya mungkin sudah di atas enam puluh tahun namun dia sangat kuat bekerja. Dia termasuk orang-orang yang bekerja sejak dulu bahkan dia mengenal kakek Gyandra. “Kakek sehat? Mengapa tidak istirahat, kan kakek boleh datang lebih siang?” “Sehat, ah saya enggak biasa datang siang Mas,” ucap kakek itu membuat Gyandra mengangguk bangga, di usianya yang senja dia masih terlihat produktif. “Mas Gyandra sudah dewasa sekarang, dulu waktu kecil suka lari-larian di gudang sampai dicari sama karyawan,” tutur kakek itu. Gyandra hanya menunduk menyembunyikan raut sedihnya. Pasti bukan kakek itu yang diceritakan. Dia tak punya pengalaman berlarian di gudang. “Mas Gyandra sudah ada calon istri belum? Kebetulan cucu kakek baru lulus kuliah, dia cantik, pasti cocok sama mas Gyandra, dia juga baik,” ucap kakek itu. Gyandra hanya tersenyum. “Saya sudah punya calon istri, Kek.” Jawaban Gyandra membuat kakek itu tersenyum penuh arti. Lalu Gyandra pamit untuk kembali ke kantor. Dia berjalan santai menuju ruang kerjanya, beberapa karyawan menyapanya. Dia kemudian duduk di kursi kerjanya dan menekan daadanya pelan. Ada rasa sesak di daada itu. Dia membuka masker hidungnya dan meneguk air mineral. Untuk minum saja dia dibatasi jumlahnya, itu sebabnya dia tak bisa terlalu banyak beraktifitas agar tidak mudah haus. Ponselnya berdering, dia melihat nama ibunya memanggil. Dengan segera dia menerima panggilan itu. “Ya, Ma, ada apa?” tanya Gyandra. “Ayo makan siang bareng sama mama dan papa, kami sudah di restoran ya, cepat nyusul, eh jangan cepat-cepat santai saja,” tutur ibunya di seberang sana. “Iya, Ma siap,” jawab Gyandra setelah memutuskan panggilan itu, dia pun bersiap menuju restoran tempat orang tuanya menunggu. Dari kejauhan tampak seorang wanita bersanggul modern duduk di salah satu kursi sambil menikmati hidangan pembuka. Wajahnya terlihat lembut dan keibuan, senyumnya sangat lebar ketika menyambut putranya. Sementara di sebelahnya sudah ada sesosok pria yang rambutnya mulai memutih, rahangnya tegas dan tubuhnya tinggi sama seperti Gyandra. Keriput sudah terlihat di sisi kelopak matanya. Wajahnya memang tidak terlihat ramah, namun dia sangat baik. Semua karyawan mengakui itu. “Pa, ma,” sapa Gyandra sambil mencium punggung tangan orang tuanya dengan takzim. “Hai Sayang,” sapa ibunya. Gyandra kemudian duduk di salah satu kursi, dia memanggil waitress dan memesan makanan karena orang tuanya sudah memesan makanan untuk mereka lebih awal. “Jadi kamu benar mau menikah?” tanya Bima. “Mama cukup kaget mendengarnya. Kamu enggak terdengar pacaran tapi tiba-tiba mau menikah,” tutur Arumi sang ibu. “Iya aku mau menikah, namanya Shireen, dia perempuan baik yang aku temui secara enggak sengaja, tapi dia berhasil membuat aku ingin menikah dan membina rumah tangga,” ucap Gyandra. “Coba mama lihat fotonya,” ucap Arumi. Gyandra mengatupkan bibirnya, dia tak memiliki fotonya, ah namun dia teringat menyimpan nomor telepon Shireen, mungkin dia memakai foto profil. Dia membuka kontak Shireen dan mendengus karena Shireen tak memakai foto profil. Membuat Gyandra paham, Shireen seperti wanita kebanyakan yang menghapus foto profilnya ketika galau. “Nanti saja aku kenalkan langsung,” elak Gyandra. “Ya sudah, jangan lama-lama ngenalinnya, mama juga kan perlu kenal dia?” ujar Arumi. “Ya siapa pun itu, kami tetap akan mendukung kamu Gyandra, ini adalah berita baik yang kami tunggu-tunggu,” tutur Bima dengan senyum tipis. Ada ketakutan terbersit dalam benaknya tentang masa depan putranya. “Jangan lupa konsultasikan sebelum menikah dengan dokter kamu Ya. Ngomong-ngomong Shireen tahu kalau kamu mengalami penyakit jantung bawaan?” tanya Arumi. Gyandra menunduk. “Dia enggak tahu dan aku harap dia enggak akan pernah tahu, jadi aku mohon mama dan papa menyembunyikan ini. Demi kebahagiaanku, ya?” tutur Gyandra. Kedua orang tuanya hanya saling tatap. “T-tapi?” “Kumohon, Pa, Ma, sekali aja aku mohon kepada mama dan papa, aku akan merahasiakannya,” ucap Gyandra. Kedua orang tuanya hanya menarik napas panjang dan kemudian menyetujui permohonan putranya. Selama ini Gyandra memang hampir tak pernah memohon pada mereka, kini dia membuat permohonan yang membuat hati mereka teriris. “Nah gitu dong, tenang saja selama aku menuruti ucapan dokter, dan semua instruksinya termasuk mengkonsumsi obat atau operasi saat dibutuhkan, aku pasti akan baik-baik aja,” ujar Gyandra membuat kedua orang tuanya tersenyum sedih. “Ayo makan, dan jangan lupa ajak ke rumah untuk dikenalkan pada kami,” tutur Arumi yang disetujui Bima. Di tempat kerja Shireen, dia melihat ponselnya dengan malas. Dia menopang kepala dengan tangannya yang diletakkan di meja. Jam istirahat, namun dia sangat enggan membeli makan. Padahal biasanya waktu makan adalah waktu yang paling menyenangkan. Dia pada akhirnya memblokir kontak Danna juga, dia tak mau berurusan lagi, terkecuali meminta uangya yang ada pada Danna atas uang muka rumah itu. Hingga Shireen terlonjak ketika kontak yang diberi nama calon suami itu meneleponnya. Dia mengucek mata, tak salah kan? Dia agak gugup menerima panggilan itu. “Bang? Ada apa?” “Kamu sudah makan siang?” tanya Gyandra. “Belum, kenapa?” “Aku lagi di restoran, mau dibawakan makan siang, kirim alamat tempat kerja kamu,” ucap Gyandra. “Enggak perlu, Bang. Di dekat sini ada warteg kok,” ucap Shireen. “Enggak apa-apa, sekalian ada yang mau dibicarakan,” tutur Gyandra. “Oh, oke, aku kirim,” tutur Shireen, setelah panggilan terputus, dia pun mengirim lokasi tempatnya berada. Dia belum bicara kepada Ayana tentang hal gila yang akan terjadi, sebelum temannya itu mengamuk sebaiknya dia mencari Ayana. Dia berlari menuruni tangga, dia memang bekerja di lantai dua sementara bagian penjualan di lantai satu. Temannya itu tengah berbicara dengan kasir yang bertugas, ketika Shireen menarik tangannya. Sebelum Gyandra datang sebaiknya dia menceritakan pada Ayana. “Ada apa sih?” tanya Ayana setelah Shireen berhasil membawanya ke bawah pohon rindang di depan kantor. “Jadi, aku mau nikah.” “Heh gila kamu ya! Udah diselingkuhin gitu masih mau nikah juga! Aku harus bawa kamu apa namanya rukiyah ya? Atau ke mbah-mbah di bawah gunung supaya kamu lepas dari pelet dia!!!” sentak Ayana membuat Shireen memejamkan mata beberapa detik dan menutup telinganya. “Bukan sama Danjingan itu!!!” ujar Shireen mengkombinasi nama mantan pacarnya dengan kata umpatan. “Oh, terus?” tanya Ayana melunak. “Dengan orang lain, orang baru sih, tapi dia baik. Nanti aku kenalin, dia akan ke sini sebentar lagi,” ucap Shireen. Ayana memegang kening Shireen, suhunya normal. Dia tidak sedang mengigau kan? “Kamu segitu depresinya ya, Ren?” tanya Ayana membuat Shireen berdecak sebal. “Ish aku beneran,” ucap Shireen, dia pun membuka pesan dari Gyandra yang mengatakan bahwa dia hampir tiba di tempat kerja Shireen. Hingga sebuah mobil berhenti di depan mereka, tampak seorang pria muda keluar dari mobil itu sambil menenteng paper bag, dia tersenyum pada Shireen dan Ayana. “Nah ini calon suamiku datang,” tutur Shireen membuat Ayana melongo persis seperti orang bodoh! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN