5. Serasi

1661 Kata
Rasanya baru kemarin dia melihat Shireen yang terus menangis, terutama ketika mendengar lagu galau. Kini temannya itu sudah mengenal laki-laki lain yang akan dinikahinya. Dunia sudah gila memang! Mana pria itu cukup tampan dan terlihat berpendidikan, mobilnya juga bagus yang Ayana tahu mobil mahal dari kalangan atas. Ditambah pakaiannya dan sepatunya. “Kok bengong!” ujar Shireen sambil mencubit lengan Ayana. Karena pria di hadapannya sudah mengulurkan tangan namun Ayana tak membalas jabatannya. “Ah iya, saya Ayana, teman Shireen,” tutur Ayana memperkenalkan diri. “Gyandra, salam kenal. Saya calon suami Shireen,” tutur Gyandra yang telinganya memerah dan luput dari penglihatan mereka. “I-iya salam kenal,” jawab Ayana. “Ternyata tempat kerja kita enggak terlalu jauh ya,” ucap Gyandra. “Iya, bang,” ujar Ayana. “Oh iya ini, makan siang kamu, dimakan ya,” ucap Gyandra. “Terima kasih, bang,” jawab Shireen. “Hmmm aku ke dalam dulu ya Shireen, bang siapa tadi namanya Gyandra ya?” ujar Ayana salah tingkah, dia tentu saja sangat terkejut dengan yang menimpa sahabatnya. Gyandra hanya mengangguk sementara Shireen mengernyitkan kening melihat tingkah sahabatnya itu. Dia harus menyiapkan jawaban untuk pertanyaan Ayana yang memberondong nantinya. “Tadi aku habis bertemu mama dan papa, mereka ingin mengenal kamu, malam minggu siap ya?” ucap Gyandra. “Aku?” tanya Shireen membuat Gyandra tersenyum. Padahal tadi ketika menelepon dia sudah menggunakan kata aku, terlebih dia menelepon di dekat orang tuanya. Namun, Shireen sepertinya tak terlalu menegaskan kata itu. “Iya, kita harus mengubah sapaan kita kan agar enggak terlihat berpura-pura,” ucap Gyandra. “Iya juga sih.” “Kamu masih ada keinginan untuk balas dendam kan?” tanya Gyandra memastikan. Shireen pun mengangguk. “Iya lah!” ujarnya dengan wajah mengeras membuat Gyandra tersenyum tipis. “Ya sudah aku kembali ke kantor ya,” ucap Gyandra seraya mengulurkan tanganya. Shireen menjabatnya dan mencium punggung tangan Gyandra membuat pria itu cukup terkejut. “Latihan,” kekeh Shireen menyembunyikan getirnya. Gyandra hanya menggeleng geli. “Ren siapa itu?” tanya ayah Ayana yang baru keluar dari gudang di dekat pintu masuk. “Eh Pak, ini bang Gyandra,” ucap Shireen. Pria tua itu mengibaskan tangannya agar tidak kotor dan menyalami Gyandra. Di kantor memang Shireen memanggilnya Pak agar profesional, beda jika di rumah dia memanggil Om. “Saya ayahnya Ayana, bisa dibilang ayah Shireen juga,” ucap ayah Ayana membuat hati Shireen menghangat, memang keluarga Ayana sudah menganggapnya seperti anak sendiri. “Selamat siang, Pak. Saya Gyandra,” ucap Gyandra. “Kamu kerja di mana?” tanya ayah Ayana. Shireen seperti mati kutu, bisa-bisanya ayah Ayana keluar di saat seperti ini. “PT. Jaatee Meubeul Deharsa, Pak,” ucap Gyandra. “Wah milik pak Bima? Saya mengenal beliau sejak dulu, bahkan semua furniture saya pakai milik perusahaan beliau,” ucap ayah Ayana. “Terima kasih atas kepercayaan bapak, kebetulan saya putranya,” ucap Gyandra membuat Shireen menelan salivanya kasar. Sungguh dia tak tahu tentang asal usul Gyandra yang membuatnya cukup terkejut. “Luar biasa, ternyata Shireen punya kenalan anak dari pemilik perusahaan, nah gitu dong Shireen cari teman yang baik, jangan kayak sontoloyo itu!” sungut ayah Ayana membuat Shireen meringis. “Dia ini Nak Gyandra, habis patah hati karena pacarnya yang sontoloyo itu selingkuh! Kurang apa dia coba, cantik, pintar, baik, malah diselingkuhi, laki-laki memang kalau selingkuh itu matanya udah ditutup setan!” ujar ayah Ayana. Gyandra menggaruk lehernya salah tingkah. “I-iya Pak, Shireen sudah cerita ke saya,” ucap Gyandra. “Oh gitu, bagus lah.” Ayah Ayana kemudian pamit masuk membuat Shireen menghela napas lega. “Maaf ya, ayah Ayana memang ceplas ceplos orangnya,” ujar Shireen. “Enggak apa-apa, aku pamit ya,” ucap Gyandra kemudian memasuki mobilnya. Shireen masih mematung hinga Gyandra melajukan mobil dan meninggalkannya. Shireen melihat paper bag yang berisi makanan itu, terasa hangat dan aromanya harum. Pasti enak. Dia pun naik ke lantai dua, tak menyangka dia disambut dengan cipratan air oleh sahabatnya. Ayana memegang mangkuk dengan pucuk ranting bambu yang ada daunnya. “Dewi Kwan Im, Bunda Maria, dan Para Nabi, tolong usir setan di tubuh sahabatku, tolong buang hal-hal jahat!” ujar Ayana masih mencipratkan air, yang terakhir dia bahkan menyabet kening Shireen dengan ujung daun bambu itu. “Huahhh!! Ayana kamu gila!” sentak Shireen. “Kamu yang gila, baru putus sudah mau menikah, dengan laki-laki enggak dikenal pula! Segitu ngebetnya kamu mau nikah!” sentak Ayana. Shireen hanya mendengus. “Iya aku ngebet mau nikah, mau enakenak kayak Stenjingan sama Danjingan itu, kayaknya enak!” cibir Shireen membuat Ayana mendengus. “Eling Reen, eling!” “Aku tahu kok apa yang mau aku lakuin, tenang aja, aku janji akan bahagia,” ucap Shireen yang berjalan ke mejanya dan mengeluarkan makanan dari dalam paper bagnya. Menu yang sangat lengkap, tumisan daging dengan irisan cabai. Ada capcay dan juga sambal. Dia mengambil sendok dan mulai menyuapnya. Ayana duduk di hadapan Shireen dan mengambil sumpit, dia ikut menyuap daging itu. “Jangan ikutan, nanti kena pelet juga kamu,” seloroh Shireen. “Ish enggak lah, eh ini enak,” ucap Ayana sejenak melupakan kekesalannya pada Shireen. Begitu juga Shireen yang dengan mudah memaafkan tingkah konyol sahabatnya, dia tahu Ayana melakukan itu karena menyayanginya. “Kamu kenal di mana?” tanya Ayana. “Aku enggak mau menutupi apapun sih dari kamu,” ucap Shireen yang langsung meluncurlah semua ceritanya sejak awal. Ayana hanya menangguk-angguk saja mendengar penuturan Shireen, sesekali mengambil potongan daging dan menjejalkan dalam mulutnya. “Intinya, apa yang aku impikan ada di dia Ay,” ucap Shireen pelan. “Baiklah jika itu keputusan kamu, aku dukung serangan balas dendam kamu, tapi aku juga berharap kamu mendapat kebahagiaan kamu Ren,” tutur Ayana tulus. Shireen memeluknya erat dan mengecup pipinya. “Terima kasih ya, i love you,” ucap Shireen. Ayana mendengus. “Iya love you too, tapi bau daging ini!” cebik Ayana sambil mengambil tissue dan menyeka pipinya yang berminyak, membuat keduanya larut dalam tawa. *** Di malam minggu, seperti janjinya. Gyandra menjemput Shireen di rumah kostnya, wanita itu sudah mencoba berdandan dan mengenakan pakaian terbaiknya. Sebuah baju terusan dengan panjang selutut berwarna putih, lengkap dengan cardigan rajut berwarna cokelat muda yang menurutnya cukup sopan. Dia juga memakai belt kecil di pinggang untuk membentuk tubuhnya. Flat shoes senada dengan tasnya juga menghiasi. Tak lupa dia mengikat setengah rambutnya. Dia cukup cantik malam ini. “Mama dan papa kamu orangnya bagaimana, Bang?” tanya Shireen, mengingatkannya dengan orang tua Danna, apa mereka akan menentang hubungan mereka juga? “Mereka baik dan ramah, pasti mereka menyukai kamu,” ucap Gyandra, dulu juga Danna pernah bicara seperti itu. “Nanti kamu cerita aja yang sebenarnya tentang keadaan kamu kalau ditanya, mereka enggak akan mempermasalahkan,” imbuh Gyandra. “Ya, lagi pula enggak perlu ada yang ditutupi. Kemarin ayah Ayana juga ngajak ngobrol, katanya kamu bisa melamarkan aku ke ayahnya Ayana saja, aku ada keluarga jauh tapi aku rasa aku sudah memutuskan hubungan dengan mereka, tepatnya mereka yang memutuskan hubungan denganku.” Shireen terlihat sedih ketika mengingat pesan dari keluarga jauhnya yang pernah menampungnya. Hanya karena Shireen tak mengirimkan uang bulanan pada mereka, mereka langsung mengatakan Shireen anak yang tak tahu balas budi dan mereka bilang jangan pernah mencari mereka, lagi pula mereka tak memiliki hubungan darah dengan Shireen. “Ya sudah enggak apa-apa,” ucap Gyandra tulus. Meskipun begitu Shireen masih bersyukur karena orang tua Ayana yang menganggapnya seperti anak sendiri. “Kita singgah ke toko kue dulu ya, aku enggak enak kalau berkunjung dengan tangan kosong,” ucap Shireen. Gyandra pun menyetujui ucapan Shireen, di perempatan jalan ada toko kue dengan kincir angin di atasnya sebagai penanda toko tersebut. Shireen mencari kue bolu yang menurutnya terbaik, dari segi rasa maupun packingan. Setelah membeli kue itu, dia kembali masuk dalam mobil Gyandra, dia tak mengerti kenapa Gyandra tak turun dari mobil? Satu yang Gyandra tutupi, dia meminum obatnya karena jantungnya terasa sedikit sakit. Mobil Gyandra berhenti di depan sebuah gerbang besar rumah itu, lalu tak lama gerbang terbuka, Shireen menganga melihat rumah di hadapannya yang cukup besar, seperti rumah-rumah di sinetron yang pernah ditontonnya. Gyandra mengajak Shireen masuk ke dalam rumahnya, dia merasa sangat kerdil di dalam rumah besar itu. Orang tua Danna yang memiliki rumah sederhana saja merendahkannya. Bagaimana dengan pemilik rumah mewah ini? Hatinya dicekam ketakutan. Hingga orang tua Danna menghampirinya. Wanita berwajah cantik meski sudah berusia paruh baya itu tersenyum lebar padanya, dia mengenakan baju terusan berwarna cokelat sama seperti cardigan Shireen. “Ini mamaku Shireen,” ucap Gyandra “Wah padahal kita enggak janjian ya, baju kita sama, serasi,” ucap Arumi, ibu Gyandra. “Iya, tante,” sapa Shireen tak enak hati, wanita itu terlihat ramah. “Panggil mama saja, kamu kan sebentar lagi akan jadi menantu mama, nama mama Arumi,” ucap Arumi. Shireen mencium punggung tangannya dan setelahnya Arumi memeluknya erat dan menempelkan pipinya lalu memegang bahu Shireen. “Ini papa aku,” ucap Gyandra. Pria yang memakai baju santai berkerah itu tersenyum pada Shireen, wajahnya memang terlihat jutek namun tak ada tatapan intimidasi seperti yang diberikan pada ayah Danna. “Apa kabar Shireen? Panggil saya papa, nama papa Bima,” ucap Bima. “B-baik, om ehm papa,” ucap Shireen kaku. “Oiya ini tante, tadi mampir,” tambah Shireen menyodorkan kue yang dia beli yang menurutnya mungkin sangat tak sebanding. “Wah mama dan papa suka banget bolu ini, terima kasih ya, harusnya enggak perlu repot-repot, ayo kita langsung makan malam, papa kamu sudah kelaparan sejak tadi,” ujar Arumi ramah. Dia merangkul bahu Shireen dan mengajak berjalan di depan menuju ruang makan. Shireen sangat ingin menangis, tak menyangka sambutan orang tua Gyandra sangat ramah padahal dia pun baru mengenal Gyandra juga. “Cantik pilihan kamu, good job,” bisik Bima pada putranya yang tersenyum malu, dia pun mengakui malam ini Shireen tampak sangat cantik. Tak seperti gadis aneh yang menempelkan pipi di gerbang rumahnya beberapa hari lalu. Dia terlihat jauh berbeda! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN