“Abang akrab sama dia?” Pertanyaan Shireen membuat Gyandra mengernyitkan kening. Jelas hubungan antara sekretaris dan atasan itu akrab kan?
“Ya lumayan, dia sudah bekerja di sini cukup lama, empat tahun sejak magang langsung kerja,” tutur Gyandra.
“Oh.”
“Kenapa?” tanya Gyandra.
“Enggak apa-apa, hanya nanya aja,” ucap Shireen kemudian, dia mengambil cemilannya dan memakannya kue bolu lapis dan juga makanan tradisional.
“Lapar? Mau makan dulu?” tanya Gyandra.
“Kan sudah makan tadi, cuma mau ngemil. Abang lanjutin aja kerjanya, tadi janji sepuluh menit lagi kan?” ucap Shireen, ada nada ketus di suaranya membuat Gyandra tak mengerti.
“Ok,” jawab Gyandra pada akhirnya.
Shireen memilih memainkan ponselnya sambil memakan cemilan, sementara Gyandra mengerjakan pekerjaan yang menurutnya cukup penting. Lalu dia menelepon Ghania dari intercom untuk mengatakan tentang pembuatan penawaran.
Setelah itu Gyandra ikut duduk di samping Shireen yang asik scroll sosial medianya. Dia meminum teh yang sudah cukup dingin.
“Kamu bisa buat kue ini?” tanya Gyandra mengambil dadar gulung dan membuka plastiknya.
“Bisa, gampang itu sih,” ucap Shireen.
“Yang ini?” tunjuk Gyandra pada risol mayonaise.
“Bisa itu juga, abang mau dibuatin?”
“Ya kapan-kapan aja buat dibawa ke kantor. Biar abang bisa pamer kalau istri abang bisa buat kue enak,” ucap Gyandra membuat Shireen menoleh dan menatap matanya, apakah pujian bisa keluar seenteng itu dari bibir seorang pria yang tidak mencintainya? Mengapa kata-kata yang keluar dari bibirnya seperti mantra yang bisa menguatkan Shireen.
“Senin ya, jadi minggu adek siapin bahannya dulu,” ucap Shireen.
“Jangan repot-repot ya santai aja,” tutur Gyandra. “Kamu bosan enggak? Atau kita pulang sekarang aja?” tawar Gyandra.
“Enggak kok, abang selesain aja kerjanya dulu, adek lagi santai ini.”
“Oke abang balik kerja lagi ya,” ucap Gyandra, “kalau mau rebahan enggak apa-apa nanti pintunya abang kunci,” tutur Gyandra.
“Enggak deh nanti kalau pintu dikunci disangkanya kita mau ngapa-ngapain?”
“Mau ngapa-ngapain juga enggak apa-apa kan sudah nikah,” ucap Gyandra sambil berdiri.
“Abang ish,” rajuk Shireen membuat Gyandra tertawa, dia kemudian menuju mejanya dan kembali menekuri pekerjaannya.
Jam pulang kerja baru lah mereka berdua keluar dari ruangan itu, Gyandra membuka kan pintu untuk Shireen yang berjalan di belakangnya, ketika mereka hampir melewati meja Ghania, Shireen bisa melihat kepala wanita itu menyembul dari kubikel. Shireen berinisiatif mengamit lengan Gyandra. Entah apa alasannya? Dia seolah hanya ingin menegaskan bahwa Gyandra adalah miliknya.
Gyandra sempat terkejut melihat tangan Shireen yang melingkari lengannya. Namun Shireen memberikan senyuman termanisnya pada Gyandra membuat lelaki itu luluh.
“Mas, sudah mau pulang?” tanya Ghania sambil berdiri, lalu tatapannya menuju tangan Shireen yang mengamit manja lengan Gyandra, membuatnya tersenyum canggung.
“Iya, kamu juga langsung pulang aja semua pekerjaan sudah selesai kan?”
“Iya sudah Mas, besok meeting jam sepuluh ya, habis itu ada makan siang di hotel R dengan klien untuk membahas proposal bisnis, dilanjutkan pertemuan dengan para kolega di perusahaan A,” ucap Ghania seolah menghapal agenda untuk besok hari.
“Baik, terima kasih Ghania, saya duluan.”
“Hati-hati di jalan Mas, Bu,” ucap Ghania yang membuat Shireen sedikit mengernyitkan kening. Bisa-bisanya dia dipanggil ibu, sedangkan Gyandra dipanggil Mas. Entahlah.
“Ayo,” ucap Gyandra pada Shireen.
“Pamit ya,” ucap Shireen yang diiyakan oleh Ghania. Gyandra menggeser tangan Shireen yang mengamit lengannya jadi menggandengnya, membuat Shireen terpekur sambil berjalan. Apakah Gyandra tahu keresahan hatinya?
Ghania terus memandang pasangan itu sampai menuju lift, lalu salah satu teman kerjanya menghampirinya ketika keduanya telah masuk lift.
“Duh patah hati nih,” gurau temannya.
“Apaan sih, enggak lah. Hubungan kita hanya sebatas atasan dan bawahan kok, kalian aja yang pada rese jodoh-jodohin,” sungut Ghania.
“Tapi mereka mesra banget ya sampai gandengan gitu.”
“Namanya juga pengantin baru,” seloroh Ghania.
“Tapi syukurlah, aku pikir tadinya pak Gyandra enggak normal soalnya seperti enggak tertarik sama cewek sama sekali,” kekeh teman Ghania membuat Ghania mendengus.
“Hush! Enggak boleh ngomongin atasan. Ayo pulang, sudah waktunya jam pulang nih, mampir cafe sebentar yuk, enak ngopi nih.”
“Iya boleh, aku siapin tas dulu,” ujar temannya sepeninggal teman Ghania, Ghania kembali memandang lift itu. Betapa bahagianya seandainya dia yang berada di samping bosnya, namun dia sadar diri bahwa dia tak mungkin bisa berdampingan dengannya.
***
Gyandra mengajak Shireen makan di luar, terlebih seharian ini mereka tidak di rumah. Gyandra tak tega jika Shireen menyiapkan makanan untuknya dahulu, pasti dia akan kelelahan.
Shireen menikmati makan malam mereka dengan cukup lahap. Ternyata dia sudah sangat lapar, seolah energinya habis seharian ini. Padahal dia pun tak melakukan apa-apa juga.
“Abang sama Ghania enggak ada perasaan apa-apa.”
“Maksudnya?” tanya Shireen sambil mengangkat wajahnya menatap Gyandra yang berada di hadapannya.
“Ya jaga-jaga aja barangkali adek cemburu, jadi jangan pikir macam-macam,” kekeh Gyandra membuat Shireen mendengus.
“Kepedean,” selorohnya. Gyandra tak kuat untuk tertawa hingga dia tersedak dan meneguk minumannya.
“Kuwalat tuh ngetawain adek,” cerca Shireen.
“Iya maaf deh,” tutur Gyandra yang masih tak bisa menahan tawanya.
Setelah mereka makan, mereka pun pulang ke rumah.
Malam hari selalu menjadi malam yang mendebarkan bagi Shireen untuk tidur bersama pria yang telah menjadi suaminya, dia selalu bertanya-tanya apakah Gyandra menginginkannya? Bagaimana jika tubuhnya ternyata menolaknya secara tak sadar?
Meskipun setiap malam berlalu, mereka hanya tertidur saja di atas satu ranjang yang sama tanpa ada sentuhan yang berarti, hanya berbincang sebelum tidur yang menjadi rutinitas mereka beberapa malam ini saja.
Di pagi hari, seperti biasa Shireen menyiapkan sarapan sementara Gyandra mandi, salahnya Shireen membuka pintu tanpa mengetuk, dia pikir Gyandra masih mandi ternyata dia sudah selesai dan sedang memakai baju.
Dia baru memasukkan kaos dalam dari kepalanya ketika Shireen mendorong pintu. Shireen bisa melihat bekas kemerahan cukup besar di punggungnya, namun hanya sekilas karena Gyandra langsung menyadari ada yang masuk dan dengan cepat memakai kaos putih itu.
“M-maaf dikira abang masih mandi,” ucap Shireen.
“Enggak apa-apa,” jawab Gyandra sambil tersenyum padanya. “Adek mau mandi?” tanyanya.
“Iya, sarapan sudah siap, adek mandi dulu deh soalnya mau kerja,” ucap Shireen.
“Ya sudah, abang tunggu di ruang makan nanti. Berangkat bareng aja ya kan searah,” ucap Gyandra yang disetujui Shireen.
Sepanjang hari ini, Shireen memikirkan tanda kemerahan di punggung suaminya. Seperti bekas luka bakar, namun jika ukurannya sebesar itu, apakah berarti dia pernah mengalami insiden yang sangat besar? Apakah itu alasannya ketika berada di kamar, Gyandra lebih memilih mengganti pakaian di dalam kamar mandi.
“DORRR!!!!” ujar Ayana mengejutkan Shireen yang berdecak sebal di meja kerjanya.
“Mikirin apaan sih? Sampai bengong gitu,” tanya Ayana.
“Enggak mikirin apa-apa kok, ini kerjaan aku kok jadi berantakan ya ditinggal beberapa hari aja?” sungut Shireen.
“Huh masih mending dibantuin,” cerca Ayana sambil memajukan bibirnya sebal.
“Dapat salam dari Davina, disuruh cepat nyusul,” kekeh Shireen kemudian.
“Bagus, kalian bisa godain aku sekarang! Mau nyusul sama siapa?” seloroh Ayana membuat Shireen tertawa.
“Perihal jodoh itu kita enggak tahu, bisa aja papa kamu jodohin kamu dengan anak engkoh lainnya kan?”
“Duh pusing aku tuh sering dijodohin sama mereka, masalahnya kalau enggak jatuh cinta duluan aku tuh susah.”
“Tapi kalau jatuh cinta duluan ujung-ujungnya kamu enggak pernah jadi, sadar enggak?”
“Sadar banget. Tau lah pusing. Eh ngomong-ngomong jadi kamu mau ke Swiss?”
“Jadi kayaknya, kemarin sudah buat passpor tapi nunggu apa tuh visa dan lain-lain enggak ngerti deh,” ucap Shireen sambil memutar kursi ke arah layar komputernya.
“Oleh-oleh, keponakan yang lucu ya,” ucap Ayana.
“Iyuh, doain biar aku cepat dapat wangsit biar jatuh cinta sama abang Gyandra, biar lebih hot bikin keponakan lucunya,” tutur Shireen.
“Dia sebaik itu masa belum bisa bikin kamu jatuh cinta?”
“Belum, aku nyaman sih di samping dia, tapi belum ada deg-degan yang gimana gitu, cuma kemarin sempat agak jealous sama sekretarisnya aja,” ucap Shireen.
“Cantik sekretarisnya?”
“Cantik, dan agak sedikit seksi juga, tapi masih dalam batas sopan sih pakaiannya,” keluh Shireen yang kembali memutar kursi menghadap ke arah Ayana. Teringat tentang Ghania membuatnya sedikit memiliki perasaan aneh.
“Feeling wanita itu selalu benar meskipun selama ini feeling kamu salah. Tapi kalau untuk suami sendiri biasanya enggak salah. Kayak mamaku aja kalau papa flirting sedikit ke orang, dia langsung sadar sampai papa bilang mama keturunan cenayang,” ujar Ayana.
“Gitu ya.”
“Iya, jangan diabaikan perasaan kayak itu, pelakor sekarang merajalela di mana-mana, jangan sampai karena kamu enggak bisa jatuh cinta sama suami kamu, terus dia yang memanfaatkan situasi itu merebut abang Gyandra. Kamu mau?” tuding Ayana.
“Ih amit-amit!” seloroh Shireen membuat Ayana menyunggingkan bibirnya tersenyum puas, terkadang untuk menegaskan rasa cinta harus dipicu dengan api cemburu kan?
Suara notifikasi pesan berbunyi dari ponsel Shireen dia menerima pesan video dari Davina. Shireen langsung membukanya, dan matanya membelalak melihat video m***m yang dikirim Davina. Bahkan Ayana yang ada di dekatnya pun bisa lihat video itu.
“IHHHH mataku ternodai!! Bangsul Davina!!!” geram Ayana yang langsung kabur dari meja Shireen membuat Shireen tertawa.
Davina kemudian mengirim pesan pada Shireen.
“Malam ini pas nih, maljum,” tulis pesan Davina membuat Shireen menggeleng geli. Dia bahkan menutup kembali video itu setelah dilihat beberapa detik saja, padahal durasi videonya masih cukup panjang. Nanti saja dia lihat kalau sudah mood.
Sekarang dia harus menyelesaikan pekerjaannya lebih dahulu karena selama ditinggal cuti, semuanya tampak berantakan. Ayana memang tidak bisa diandalkan!
***