Sore hari Shireen dijemput oleh Gyandra untuk pulang kerja bersama. Gyandra awalnya mengajak Shireen makan di luar, namun Shireen menolak karena dia tadi pagi sudah menyiapkan sayuran untuk dimasak malam ini.
Semalam ketika di restoran dia merasa makanannya cukup banyak diberi penyedap rasa, kasihan Gyandra yang tak terbiasa dengan masakan itu makannya seperti kurang lahap, tidak seperti saat memakan masakannya.
“Tadi meetingnya bagaimana?” tanya Shireen ketika mobil Gyandra sudah memasuki jalan besar.
“Lancar, sedang bahas bonus tahunan, syukurlah omset meningkat tahun ini jadi bonusnya bisa lebih besar,” tutur Gyandra yang melajukan mobilnya dengan santai, beruntung sore ini tak terlalu macet di jalanan. Lagi pula mereka melewati jalan besarnya tidak terlalu jauh yang langsung memotong melalui jalan perumahan untuk menuju rumah mereka.
“Syukurlah, pasti para karyawan senang banget deh.”
“Iya, biar tambah semangat kerjanya,” ucap Gyandra.
“Papa masih sering ke kantor enggak?” tanya Shireen.
“Enggak terlalu sih, sekarang paling seminggu tiga sampai empat kali aja datangnya, jadi hampir seluruh urusan diserahin ke abang,” ucap Gyandra.
“Oh gitu.” Shireen menatap tangan Gyandra yang memegang stir kemudi, memang tangan itu tidak terlihat urat-urat yang menonjol, justru tangan yang terasa lembut di genggaman tangannya tidak seperti kebanyakan pria lainnya.
Shireen kemudian menatap wajah Gyandra, bibirnya yang terlihat merah muda tanpa tersentuh batang rokok, rahangnya yang kokoh dan juga jakun di lehernya yang menonjol.
“Kenapa?” tanya Gyandra sambil melirik Shireen.
“Enggak,” jawab Shireen. Apakah luka dikhianati membuat hatinya masih hancur, sehingga dia belum bisa jatuh cinta pada pria tampan di sampingnya ini? Ataukah dia sudah mati rasa?
Lalu bagaimana cara menghidupkan rasa itu kembali? Dia tak mau menjalani pernikahan tanpa rasa seperti ini, dia senang berada di samping Gyandra yang membantu mewujudkan mimpi-mimpinya. Namun dia juga ingin menjalani gairah pernikahan seperti pasangan lainnya.
Ataukah dia benar harus berinisiatif lebih dulu? Teringat potongan video tadi, dia akan melanjutkan menonton di rumahnya nanti.
Karena itu, sepulang kerja. Shireen langsung memasak untuk makan malam mereka, sementara Gyandra mandi lebih dulu. Setelah masakan siap, Shireen pun menuju toilet, tak biasanya dia membawa ponselnya.
Dia pun duduk di atas toilet duduk yang dipakaikan penutup itu. Dia sudah tak berbusana bersiap mandi, dia membuka ponselnya. Ada rasa penasaran melanjutkan video itu.
Dia memutar videonya dan memiringkan ponsel agar lebih jelas. Tampak wanita yang mencumbu pria sambil duduk itu mulai menggerakkan tubuhnya di atas pria yang tak berbusana itu, terlihat raut kenikmatan di antara dua pasangan bule itu. Jantung Shireen kembali berdesir, dia merasa napasnya yang berat dan perutnya bergejolak. Apakah senikmat itu?
Dia menyentuh bibirnya yang belum tersentuh oleh bibir Gyandra. Haruskah dia memulai menciumnya lebih dulu? Lalu bagaimana jika Gyandra menolak? Tidak, pria itu pasti tidak akan menolak. Katanya pria itu ibarat kucing, yang disodorkan ikan jelas tak akan menolaknya.
Lalu bagaimana jika Gyandra adalah kucing ras yang tak suka ikan? Aish! Pikiran itu membuat Shireen merutuki kebodohannya, dia kembali fokus dengan video di hadapannya. Yang kini telah berganti posisi menjadi berbaring, Shireen menutup sebelah matanya, adegan ini sangat vulgar dia seolah bisa merasakan sesuatu di miliknya yang tiba-tiba berdenyut. Rasanya tubuhnya menjadi panas dan dia ingin disentuh.
Shireen menurunkan jemarinya dan menyentuh miliknya, merasakan tempat yang seharusnya menjadi liang untuk menyatukan tubuh mereka. Bukan di atasnya seperti yang selama ini dipikirkannya. Lalu dia merasakan cairan lembab di jemarinya.
Video berakhir dengan tanda pelepasan dari keduanya. Shireen kemudian mengunci layar ponselnya dan memutuskan mandi, kepalanya menjadi sedikit pusing saat ini.
Setelah mandi dia pun keluar dengan memakai baju terusan yang panjangnya di atas lutut seperti daster rumahan berbahan kaos berwarna hijau sage. Baju yang dibelinya kemarin, Davina berkata di rumah dia harus memakai pakaian seperti ini. Seperti saran Davina.
Shireen pun menghampiri suaminya yang sudah menunggu di meja makan sambil memainkan ponselnya.
“Maaf kelamaan mandinya,” ucap Shireen. Gyandra menoleh ke arahnya, Shireen mencepol rambutnya sehingga lehernya tampak jenjang. Juga bajunya yang membuat lekuk tubuhnya terlihat. Dan ... bagian bawahannya apa harus sependek itu? Gyandra menelan salivanya lalu memutuskan tatapan yang tadi sempat memperhatikan dengan seksama tubuh sang istri yang cukup membuatnya b*******h itu.
“Enggak apa-apa, ayo makan abang lapar,” ucap Gyandra.
Shireen kemudian duduk di hadapan Gyandra dan menyendokkan nasi untuk sang suami, sepertinya dia mulai terbiasa dengan kebiasaan barunya.
Mereka masih berbincang seputar kegiatan hari ini, Gyandra berkata besok dia akan pulang agak malam jadi mungkin Shireen harus pulang sendiri.
“Adek bawa motor aja kalau gitu,” ucap Shireen.
“Ya sudah hati-hati bawa motornya jangan ngebut-ngebut, adek bukan Valentino Rossi, jas hujannya jangan lupa dibawa,” pesan Gyandra.
“Iya bang,” jawab Shireen pelan, otaknya dipenuhi adegan video tadi yang tak pernah dilakukannya seolah membuat libidonya terus naik.
Besok Gyandra harus kontrol jantungnya sehingga dia akan pulang larut, dia tentu tak bilang kalau dia mau ke rumah sakit. Dia hanya berkata akan lembur.
Malam ini ada yang beda, setelah membersihkan wajah dan mulutnya, Shireen berbaring lebih dulu di ranjang. Gyandra menyusul kemudian sambil menarik selimut.
“Enggak pakai selimut?” tanya Gyandra karena jelas saja kaki sang istri terpampang di hadapannya, terlebih roknya semakin naik karena Shireen menyilang kaki itu.
“Enggak, agak gerah,” tutur Shireen berbohong, dia sedang memberikan sinyal pada Gyandra, dia berharap suaminya peka bahwa dia sedang mencoba untuk naik tahapan dalam rumah tangganya.
“Mau dikecilkan suhunya?” tanya Gyandra.
“Jangan, enggak apa-apa,” ucap Shireen.
“Kamu kenapa? Kayaknya agak beda?” tanya Gyandra sambil berbaring miring menatapnya. Shireen ikut berbaring miring. Dengan pakaian itu Gyandra bisa melihat sesuatu menonjol di balik bajunya. Hal yang luput dari penglihatannya selama ini yaitu Shireen tak pernah memakai bra ketika tidur, namun karena pakaiannya ini membuatnya tampak lebih menonjol.
Lagi-lagi Gyandra hanya bisa menelan salivanya sambil memeluk bantal guling. Shireen bahkan membiarkan bantal gulingnya berada di belakangnya.
“Enggak apa-apa kok,” ucap Shireen salah tingkah. Dia bahkan tak sadar menggigit bibir bawahnya sensual.
“Mau peluk?” tanya Gyandra kemudian. Shireen mengangguk dan Gyandra memindahkan bantal gulingnya ke belakang. Shireen memajukan tubuhnya yang menegang. Tubuh Gyandra sangat hangat dia merasa sangat nyaman dalam pelukan itu.
Shireen menatap bibir Gyandra dan menyentuh dengan jemarinya, Gyandra menatap mata Shireen yang kemudian menatap matanya, wajah Gyandra semakin maju.
“Boleh kiss?” tanya Gyandra pelan. Shireen mengangguk dengan wajah memerah malu.
Gyandra kemudian mengecup bibir Shireen yang hanya diam mematung, padahal tadi dia sudah bertekad untuk memberikan ciuman yang panas. Tangan Shireen kemudian terulur menangkup pipi Gyandra dan mengusapnya. Dia memejamkan mata dan menghisap bibir itu, Gyandra semakin mendekap erat Shireen, aroma mint pasta gigi mewarnai ciuman pertama mereka. Lalu Shireen merasakan basah di bawah sana, matanya membelalak dan dia melepas ciuman itu sambil meringis.
“Kenapa?” tanya Gyandra.
“Adek dapet lagi! Ish,” rutuk Shireen membuat Gyandra hanya tersenyum geli.
“Memangnya adek udah siap?” tanya Gyandra.
“Ehm, siap enggak siap sih, tau ah bingung, adek pakai pembalut dulu,” ucap Shireen membuat Gyandra mengangguk lalu melepas pelukan itu. Rupanya bukan malam ini, namun sejujurnya dia pun belum siap karena sejak tadi jantungnya agak sakit, dia khawatir jika memaksa dirinya akan berbahaya untuknya.
Dokter Adnan bilang dia harus minum obatnya sebelum berhubungan, sedangkan dia belum minum obat itu tadi, dan dia tak mungkin meminta Shireen menunggu hingga obatnya bereaksi.
Shireen mengetuk kepalanya di toilet. Mengapa tamu bulanan datangnya tidak besok pagi saja? Padahal dia sudah membulatkan tekad untuk menyerahkan hal yang dijaganya selama ini di malam ini untuk suaminya.
Apakah mungkin memang belum waktunya?
Ketika Shireen keluar dari toilet, dia pun melihat lampu kamar yang sudah dipadamkan berganti dengan lampu tidur yang temaram. Gyandra kembali mendekap bantal gulingnya. Shireen membetulkan selimut Gyandra, lalu dia ikut masuk dalam selimut itu. Gyandra rupanya sudah tertidur pulas. Mungkin kelelahan karena jadwal padat pekerjaannya hari ini.
Shireen harus menelan pil pahit kecewanya, namun setidaknya dia sudah selangkah lebih maju karena sudah berciuman dengan sang suami. Shireen mengusap bibirnya seperti jejak bibir sang suami tertinggal di sana, rasa mint membuatnya lebih manis. Bolehkah dia menciumnya lagi besok?
***