8. Doa Orang Tersakiti

1717 Kata
Tak pernah Shireen merasakan tubuhnya serileks dan fresh seperti ini, dia seperti terlahir kembali. Perawatan yang dilakukan bersama mertuanya membuat pikirannya jauh lebih tenang, seharian ini dia memang terlihat sangat kaku dan canggung, maklum dia tak pernah mendapatkan kasih sayang seperti yang dia dapatkan kini dari siapa pun di luar sana. Orang tuanya sudah meninggal sejak dia kecil, diasuh oleh nenek yang sama sekali tak tahu bagaimana tentang perawatan bagi anak gadis. Hari ini, dia bahkan sering memanggil dirinya sendiri dengan sebutan saya atau Shireen karena terlalu canggung. Beruntunglah Arumi tak mempermasalahkan itu, karena dia tahu Shireen yang masih belum terbiasa dekat dengannya. Biarkan waktu yang mendekatkan mereka. Langit mulai senja ketika Shireen selesai didandani, memakai pakaian yang tadi dia beli bersama calon mertuanya itu. Dia tampak sangat cantik dengan baju tersebut. Kulitnya semakin terlihat bersih, wajahnya yang dipulas oleh penata rias profesional, menonjolkan sisi cantik dalam wajah itu yang tak pernah terekspos sebelumnya. Alisnya melengkung indah. Bibirnya kemerahan namun tidak berlebihan. Bulu mata yang lentik tanpa pakai tambahan bulu mata palsu, juga rahangnya yang terbentuk sangat jelas. Shireen saja tak menyangka bahwa dia bisa secantik ini di tangan penata rias itu. Arumi bahkan mengambil banyak foto Shireen yang berpose seperti yang dia inginkan. Lalu mereka berpose bersama. Arumi tak sabar melihat ekpresi Gyandra ketika menatap calon istrinya itu. Gyandra tiba ketika Arumi dan Shireen menikmati cemilan dan teh hangat yang disediakan pemilik salon itu di ruang tunggu yang tak kalah nyaman. Mereka masih berbincang dengan sang pemilik salon yang merupakan kenalan dari Arumi. Gyandra terhenyak menatap calon istrinya yang tampak sangat cantik. Mungkin sang pengantin akan kalah cantik dari tamu undangannya malam ini jika melihat penampilan Shireen. “Wah sampai ngiler,” goda Arumi pada putranya yang kemudian menggaruk kepalanya salah tingkah. “Sudah siap?” tanya Gyandra. Shireen mengangguk dengan wajah bersemu. Dia sangat malu melihat Gyandra yang menatapnya lekat. Penampilan Gyandra pun tak kalah menarik. Dia memakai setelan kemeja yang sangat rapih, rambutnya juga tertata dan sepertinya dia habis bercukur. “Ma, pamit ya,” ucap Shireen. Calon ibu mertuanya itu berdiri dan memeluk Shireen erat. “Hati-hati ya,” tutur Arumi. “Terima kasih atas hari ini ya, Ma,” tutur Shireen menatap wajah wanita paruh baya yang tersenyum lembut padanya itu. “Sama-sama, jangan kapok belanja sama mama ya, selama ini mama enggak punya teman shopping, mama senang ada kamu,” tutur Arumi. Shireen membasahi bibirnya dan mengangguk pelan. Betapa tulus wanita di hadapannya ini. “Mama mau diantar pulang dulu?” tanya Gyandra. “Enggak perlu, mama dijemput papa sebentar lagi, kami mau candle light dinner,” tutur ibunya membuat Gyandra hanya terkekeh. Memang mereka kerapkali menghabiskan waktu bersama untuk mengokohkan ikatan cinta mereka. “Ini dibawain dong, Gyan,” ujar ibunya pada Gyandra kemudian menunjuk kantung belanja milik Shireen. Gyandra hanya terkekeh dan mengambil kantung belanja itu. Mereka kemudian berpamitan pada pemilik salon tersebut dan Shireen keluar dari salon bersama Gyandra. Gyandra bahkan membuka kan pintu mobil untuk calon istrinya tersebut. Langit tampak kian kelabu ketika mobil melaju menuju pintu tol. Bahkan jalanan cukup macet di sore menjelang malam minggu ini. Padat merayap, hal yang biasa disebut oleh para reporter ketika menjelaskan tentang keadaan jalanan. “Acaranya sampai jam berapa ya, Reen?” tanya Gyandra. “Sampai selesai, di rumah kok pesta pernikahannya. Kenapa?” “Oh jadi enggak dibatasin waktunya kan? Ini macet banget dan kayaknya mau hujan,” tutur Gyandra, bertepatan dengan hadirnya kilat yang tampak di langit. “Enggak sih seharusnya, biasanya kalau acara di rumah itu bisa sampai jam sembilan atau sepuluh malam,” jawab Shireen. Jalanan benar-benar padat, bahkan ketika masuk tol pun masih macet. Mereka berharap bisa tiba tidak terlalu malam. Setelah keluar pintu tol, mobil masih melaju ke daerah perumahan Danna, pesta pernikahan memang dilangsungkan di rumahnya. Jalanan yang sering dilalui Shireen ini menorehkan luka yang tak terlihat dari pandangan mata. Biar bagaimana pun dia pernah memiliki kisah dengan Danna, sekali pun Danna mengkhianatinya, namun hatinya masih terasa perih mengingat kenangan yang terjalin selama lima tahun itu. “Kamu yakin kita ke sini? Masih ada waktu kalau mau putar balik,” tutur Gyandra ketika melihat janur kuning melengkung di depan gang masuk ke arah rumah mantan kekasih dari Shireen itu. “Jangan, aku justru enggak sabar mau lihat ekspresi mereka, saat aku menyerahkan undangan pernikahan kita,” tutur Shireen. Gyandra tersenyum simpul dan mengangkat alisnya, waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam ketika mereka tiba di tempat ini. Cukup lama dari perkiraan sampai karena macet yang tak kunjung usai. Guntur terdengar bersahutan dengan kilat yang menghiasi langit. Pemuda berseragam batik membantu mengarahkan mobil Gyandra untuk parkir. Sebenarnya ini adalah mobil ayah Gyandra yang memang cukup mewah karena seperti tujuan awal, Gyandra ingin membantu Shireen membalaskan dendamnya. Tentu saja dia pun harus totalitas. Pemuda itu memperhatikan mobil dengan seksama seraya mengaguminya. Lalu Gyandra turun, membuka kan pintu untuk Shireen, dia mengulurkan tangannya untuk membantu Shireen memegang tangannya. Orang pertama yang melotot melihat hal itu adalah adik perempuan Danna yang bertugas menerima tamu. Dia tak menyangka melihat wanita yang hampir menjadi kakak iparnya itu tengah mengamit lengan seorang pria tampan yang ketampanannya jauh dibanding kakak kandungnya. Bahkan mereka turun dari mobil mewah yang sepertinya sangat mahal. Pakaian Shireen seperti putri yang sangat cantik. Wajahnya pun memakai make up yang membuatnya kian terlihat anggun. Shireen tersenyum pada adik Danna, dia menuliskan namanya dan nama Gyandra di buku tamu. Adik Danna mengulurkan souvenir berupa mangkuk kaca. Shireen tersenyum miring. “Apa kabar?” tanya Shireen. “M-mbak, sama siapa?” tanya adik Danna. Dia pikir Shireen tak akan datang, mengingat seharusnya dia lah yang kini berada di pelaminan bersama kakaknya. “Ini calon suami mbak,” tutur Shireen menggenggam jemari Gyandra membuat Gyandra menoleh padanya dan beralih pada tangan yang menggenggamnya erat. Gyandra mengulurkan tangan menyalami wanita muda yang mungkin baru lulus sekolah itu. Shireen kemudian menoleh ke arah pelaminan, benar dugaannya, dua orang yang berdiri di pelaminan itu menatapnya dari kejauhan tanpa berkedip. “Mbak ke sana dulu ya,” tutur Shireen pada adik Danna yang hanya terbengong melihatnya. Gyandra berjalan lebih dulu dengan tangan masih mengenggam jemari Shireen, tak ayal mereka jadi pusat perhatian karena penampilannya yang mencolok. Shireen bisa melihat orang tua Steffani tersenyum tak enak padanya. Sementara orang tua Danna menatapnya sinis. Shireen naik ke atas panggung menyalami mereka semua, hingga tiba dia menyalami Danna. “Selamat ya,” tutur Shireen dengan nada sarkastik. “Terima kasih, dikira enggak datang,” ucap Danna pelan. “Enggak mungkin dong, aku kan sudah janji mau datang, ya kan, Bu?” ujar Shireen pada ibu Danna yang berdiri di samping Steffani. “Sama siapa kamu?” tanya ibu Danna tak ramah. “Ini calon suami aku, pemilik perusahaan Meebeul Deharsa, ya mungkin kalian enggak tahu ya?” kekeh Shireen canggung membuat Gyandra menahan tawanya. Shireen jelas tidak lulus dalam versi menyombongkan diri. “Calon suami? Kalian mau menikah?” tanya Steffani yang semula mengamit tangan Danna dan melepaskannya secara cepat itu, dia memperhatikan penampilan Gyandra yang jauh berbeda dengan Danna, bahkan pakaian suaminya yang tampak kebesaran itu membuatnya terlihat menyedihkan jika dibandingkan penampilan calon suami Shireen yang memakai kemeja slim fit yang sangat pas dikenakannya. “Iya, datang ya, ini undangannya,” tutur Shireen mengeluarkan undangan dari tas mahalnya, dia menyerahkan pada Steffani dan pada orang tua Danna. “Bukan acara mewah, hanya syukuran saja,” ucap Shireen kemudian, “kami berdua memang tidak terlalu suka acara besar, capek,” imbuhnya. “Syukuran, di hotel?” tanya Steffani membuat Shireen membelalak dan ikut melihat undangan itu, dia tak membaca jelas lokasi pernikahannya karena kemarin dia menyepakati acara itu di adalah di aula komplek rumah Gyandra. Gyandra merangkul pinggulnya dan mendekatkan bibir ke telinga Shireen. “Maaf, papa menolak acara sederhana,” bisiknya membuat Shireen hampir lupa bernapas karena terlalu terkejut. “Ehm, ya itu lah sederhana versi keluarga calon suamiku, hehehehe,” kekeh Shireen salah tingkah. “Pokoknya kalian semua wajib hadir ya,” imbuhnya. “Pasti lah, kami juga mau lihat hari bahagia kamu,” tutur ibu Danna tersenyum sinis. “Oh tentu, kehadiran ibu adalah hal yang paling aku nantikan, jangan lupa minum obat darah tingginya, Bu,” tutur Shireen sambil tersenyum terpaksa. Setelah itu dia bersalaman pada Steffani. Sementara Gyandra menyalami Danna. “Maaf ya kami tidak membawa amplop karena tergesa takut hujan tadi, sebagai gantinya, anggap uang muka rumah yang kalian patungan itu adalah sumbangan pernikahan untuk kalian jadi tidak perlu diganti,” tutur Gyandra membuat Shireen mendelik pada calon suaminya. Ibu Danna terbatuk mendengar hal itu. Gyandra mengedipkan mata pada Shireen, wajah ibu Danna memerah menahan malu dan kesal sekaligus, bahkan orang tua Steffani saling berbisik mendengarnya. Mungkin mereka tak tahu bahwa rumah KPR yang diambil Danna itu adalah uang patungan Danna dengan Shireen sebelumnya. “Jangan dikembalikan saat pernikahan kami, karena kami tidak menerima uang atau hadiah dalam bentuk apa pun saat pernikahan kami nanti,” tutur Gyandra. Lalu gemuruh petir terdengar sangat besar, diiringi hujan lebat. “T-terima kasih,” ucap Danna dengan wajah malu dan lesu, dia tertunduk menatap tangan yang masih bersalaman dengannya, tangan itu terlihat sangat kuat menggenggam tangannya seolah mengintimidasinya. Mereka berdua pun turun dari panggung pelaminan, Steffani tampak merajuk dan melipat tangan di d**a, dia bahkan membandingkan make upnya dengan make up Shireen yang membuat mereka terlihat seperti langit dan bumi, seharusnya dia yang menjadi ratu malam ini kan? Tapi mengapa Shireen yang jauh lebih cantik darinya! Membuat para tamu berdecak kagum. Mereka bahkan tak duduk di acara itu karena hujan yang deras membuat air mulai menggenang memasuki tenda. “Aku ambil payung dulu,” tutur Gyandra. Shireen berdiri di dekat meja penerima tamu yang mulai digeser karena air hujan membasahinya. ‘Lihatlah bahkan langit mendengar doa orang tersakiti!’ bisik Shireen dalam hati, angin besar disertai kilat dan petir juga angin membuat tenda itu bergerak-gerak seolah tak bisa menghalaunya. Gyandra berlari menuju mobil, dia membuka pintu mobil untuk mengambil payung lipat yang diletakkan di dashboard. Jamnya menunjukkan aktifitas detak jantungnya yang tidak normal. Gyandra menarik napas panjang dan menggeleng, mencoba tetap tersadar. ‘Please jangan sekarang!’ ujarnya dalam hati. Setelah berhasil menguasai keadaan, dia membuka payung dan menjemput Shireen, tepat ketika mereka masuk mobil dan mobil melaju. Petir yang sangat kencang kembali menggelegar diiringi lampu yang mati dan pesta pernikahan itu benar-benar kacau!! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN