Dimas Bergabung dengan Bisnis Ferdi

1577 Kata
Dimas berangkat ke restoran tempat ibunya membuka usaha setiap pagi pukul tujuh. Sehabis mengantarkan sekolah adik tirinya, lelaki itu segera ke restoran untuk mulai bekerja. Dia mengecek semua bahan makanan yang datang serta stok yang masih ada dan yang habis. Dimas membantu di restoran semua pekerjaan itu menggantikan posisi ibunya yang sedang sakit. Tak lupa dia mengadakan briefing singkat setiap pukul sembilan pagi sebelum memulai pekerjaan dengan para karyawan di sana. Meski ada dua pegawai kepercayaan ibunya untuk membantu mengelola restoran, rasanya Dimas tidak bisa membiarkan restoran yang dirintis ibunya itu hanya dikelola orang luar yang bekerja pada mereka. Dimas memilih untuk mengesampingkan mimpi dan impiannya terlebih dahulu untuk bisa membantu dan merawat ibunya. Ternyata menikah lagi bukan pilihan yang tepat karena ibunya tetap harus kerja keras mengumpulkan pundi-pundi uang rupiah. Lelaki yang memiliki ayah tiri pejabat itu sudah mulai pukul sepuluh sudah melayani pembeli yang datang untuk makan di restoran. Dia di restoran merangkap sebagai kasir dan pengawas. Dimas masih saja di Yogyakarta padahal memiliki cita-cita untuk merantau dan mewujudkan apa yang dia inginkan, tetapi saat ini belum bisa karena kondisi mamanya masih sakit dan dia harus mengelola restoran beserta mengurus adik tirinya yang amat sangat manja. Percakapan lewat kirim pesan dengan Ferdi tadi membuat Dimas kembali berpikir untuk menggapai impiannya yang sempat terhenti. Pembeli sudah berada di hadapan Dimas untuk memesan menu yang hendak disantap oleh mereka. Tentu saja mereka harus membayar terlebih dahulu sebelum duduk ke kursi yang dipilih dan menunggu pesanan disajikan. Transaksi pun dimulai. Banyak pembeli yang datang karena pelayanan sangat ramah, masakan enak, kebersihan terjamin, serta wajah Dimas yang tampan menjadi ciri khas dan daya tarik tersendiri bagi pengunjung restoran. “Mas tampan, saya pesan satu ayam goreng mentega, satu cap cay kuah, satu paket ayam geprek level tiga, satu sapi lada hitam, dua nasi putih, satu soda gembira, satu jeruk panas, dan satu es teh,” kata seorang perempuan setengah baya sambil tersenyum. Dia tentunya sudah mendiskusikan menu yang akan dipesan dengan kedua orang yang datang bersamanya. “Baik. Ayam goreng mentega dua puluh lima ribu, cap cay kuah dua puluh dua ribu, paket ayam geprek dua puluh ribu, sapi lada hitam empat puluh lima ribu, dua nasi enam ribu, soda gembira dua puluh ribu, jeruk panas sepuluh ribu, dan es teh tujuh ribu. Totalnya seratus lima puluh lima ribu rupiah,” jawab Dimas sambil mengetik di mesin kasir yang mengeluarkan print pesanan serta total harga yang harus di bayar. Senyum menghias di wajahnya membuat orang-orang makin terpesona. “Ini, Mas,” kata perempuan paruh baya sambil menyodorkan dua lembar seratus ribuan. “Kembaliannya ambil saja, Ganteng,” imbuhnya sambil berbisik dan mengedipkan matanya. “Te-terima kasih. I-ini notanya.” Jelas saja Dimas merasa gugup dan salah tingkah anak dipanggil dengan sebutan ‘Ganteng’ oleh orang yang tak dikenal. Apalagi itu perempuan yang usianya jauh di atas Dimas bahkan lebih tua dari mamanya. Baru kali ini selama menjaga di restoran sebagai kasir dan pengawas Dimas menemui pembeli yang seperti itu. Pembeli yang genit dan cukup berani mengganggu Dimas. Memang saat bertugas di restoran di masa lalu menggunakan pakaian yang sama dengan para pegawai di sana. Dia tidak mau merasa diistimewakan dengan menggunakan pakaian yang berbeda. Saat ini dia bekerja mengatur restoran itu menggantikan mamanya dan berusaha yang terbaik menjadi pengawas dan juga kasir. “Jangan-jangan ... Ferdi juga bertemu tante-tante seperti itu sampai dia bisa berpikir mau buat usaha. Astaghfirullah ... Kenapa aku jadi seudzon begini? Huh, gara-gara Pak Eka tadi bicara yang tidak-tidak,” batin Dimas bergejolak memikirkan yang tidak-tidak tentang Ferdi. Waktu berjalan begitu cepat satu demi satu pembeli di restoran itu datang dan pergi begitu saja. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul tiga sore dan Dimas hendak bergegas untuk makan siang setelah meninggalkan restoran itu sejenak untuk menjemput adiknya. Dia pun menyerahkan pekerjaan kasir kepada penanggung jawab harian yang datang shift sore. Setelah menyerahkan pekerjaan tersebut Dimas pun bergegas menuju ke tempat parkir untuk mengendarai motor kopling berwarna biru miliknya. Menggunakan helm full face, mengendarai motor itu menuju ke sekolah Stella Duce tiga tempat sekolah adiknya tercinta. Adik Dimas saat ini duduk di kelas dua SMA dan termasuk murid berprestasi. Setiap mengatar atau menjemput adiknya, selalu saja banyak anak-anak SMA yang histeris melihat Dimas datang. Bagi anak-anak seusia adiknya itu wajah dan juga penampilan Dimas termasuk keren dan sesuai dengan apa yang mereka sukai. Namun tidak sedikit pun Dimas menanggapi hal itu. Dia hanya melakukan apa yang menjadi bagiannya yang itu mengantar jemput adiknya sekolah. Setelah menjemput adiknya, Dimas tidak kembali lagi ke restoran karena harus beristirahat dan merawat mamanya. Sebagai lelaki yang menjadi anak pertama jelas saja Dimas ikut andil dalam bertanggung jawab atas keluarganya. Meski adik dari Dimas adalah adik tiri, dia tidak pernah mempermasalahkan hal itu dan tetap menyayangi adiknya seperti saudara kandung. Dimas makan siang sekaligus makan malam karena jam menunjukkan pukul lima sore. Dia kesulitan mengatur waktu karena terlalu banyak aktivitas menunggu. Saat itu, Dimas berbaring di ranjang kamarnya setelah makan. Dia memikirkan kembali tawaran dari sahabatnya untuk menggapai cita-cita yang selama ini memang dia dambakan untuk terwujud. Bekerja merantau di luar kota dan mewujudkan impiannya dengan membuka tempat makan konsep kelas sesuai harga yang belum pernah dilakukan orang lain. Dimas pun membulatkan tekad untuk menghubungi Ferdi dan setuju atas apa yang ditawarkan. Dia berpikir kalau hanya weekend pasti tak masalah bagi mamanya memberikan izin untuk membantu usaha Ferdi dan mendapatkan uang lebih. Dia segera menelepon Ferdi dengan semangat. Dimas: “Hallo, assalamualaikum ....” Ferdi: “Wa’alaikumsalam. Hai, bro? Gimana?” Dimas: “Tawaranmu tadi pagi ... Aku sudah pertimbangkan dan tertarik, tapi dengan satu syarat.” Ferdi: “Wah, bagus itu. Syarat apa, Bro?” Dimas: “Kerja hanya weekend saja dan jamin kalau tidak ada hal aneh-aneh, ya.” Ferdi: “Ha ha ha ... Iya, siap. Loe masih khawatir soal ayah gue bilang, ya? Tenang aja. Aman. Gue bukan orang seperti itu.” Meski pada kenyataannya Ferdi lebih buruk dari orang yang menjual diri pada orang lain, tetap saja lelaki itu tidak bisa mengakui hal yang dia lakukan. Saat ini yang Ferdi pikir untuk segera membuka usaha karena sudah ada rencana bisnis dan tadi menemukan ada gedung tiga lantai disewakan. Ferdi tidak yakin kalau uangnya akan cukup untuk membeli bangunan maka dari itu dia mencari sewa tahunan terlebih dahulu. Dimas: “Janji, ya. Jangan jual aku!” Tegas Dimas yang membuat Ferdi tertawa terbahak-bahak tidak bisa menjawab langsung. Dia menertawakan Dimas yang begitu takut kalau pemikiran dari Pak Eka benar-benar terjadi. Ferdi memang tidak menjual diri ke o*******g atau tante girang karena dia menjual tubuh, hidup, dan jiwanya pada Marry Ann. Sosok mistis yang akan mengubah kehidupan orang yang dipilih menjadi jauh berbeda dari sebelumnya. Bukan hanya soal kekayaan, pun juga soal nasib hidup. Semua Marry Ann persiapkan untuk pasangannya. Ferdi: “Ha ha ha ha ha .... Ngakak banget dengernya! Bercandaan loe makin lempeng aja. Ya udah kalau gitu, gue usahakan lokasi Minggu ini udah ada. Loe pikirkan soal tempat pembelian alat aja.” Dimas: “Oke siap!” Ferdi senang berhasil membujuk Dimas untuk menunjang bisnis yang akan dia buat. Jelas saja hal itu akan sangat menguntungkan bagi dirinya. Ferdi memang bersikap sangat baik kepada Dimas dan juga kedua orang tuanya karena sempat merasa bersalah atas semua hal yang pernah dia lakukan termasuk mempermalukan kedua orang tuanya. Panggilan telepon antara Dimas dan Ferdi itu pun berakhir. Dimas pun tersenyum membayangkan kehidupan ibu kota yang akan dia lihat dan jalani karena belum pernah sampai langsung ke tempat itu. Sangat antusias dan bersemangat padahal semua kengerian akan dimulai begitu Dimas sampai di Jakarta. Sedangkan Ferdi tersenyum karena berhasil meyakinkan sahabatnya untuk bergabung mengelola bisnis usaha yang akan dia buat. Dia tahu kalau kemampuan Dimas di atas rata-rata dalam mengelola bisnis. Apalagi ide usaha grill ala Korea dengan kelas sesuai budget itu hal yang Dimas sukai dan belum bisa terwujud saat ini. Ferdi pun menjembatani dalam proses Dimas mewujudkan hal itu. Selain itu, mereka menjadi simbiosis mutualisme karena saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Ferdi tahu kalau sahabatnya akan totalitas dalam berkerja dan mewujudkan apa yang diimpikan. Dimas menyetujui dan tertarik demi menambah income bulanan serta merealisasikan ide usaha yang dia miliki. Semua yang akan dilakukan Dimas tanpa tahu soal Ferdi yang bersekutu dengan Marry Ann. "Semoga ini adalah awal baik untuk masa depanku. Aku juga harus mencari uang lebih untuk mengobati Mama sampai sembuh total. Ya Allah, sesungguhnya hanya padaMu hamba meminta dan memohon. Terima kasih atas jalan rezeki yang saat ini Engkau titipkan melalui Ferdi," gumam Dimas setelah usai berkomunikasi dengan sahabatnya melalu telepon. Dimas benar-benar antusias menyambut tawaran dari Ferdi. Dia pun berpikir untuk meninggalkan ibunya sejenak untuk bekerja di Jakarta karena tawaran Ferdi hanya Sabtu Minggu saja yang berarti harus mondar-mandir Yogyakarta Jakarta. Bagi Dimas hal itu bukan suatu masalah karena bisa mengatur waktu dan semua akomodasi dibayar oleh investor pihak Ferdi. Berarti Dimas akan mendapatkan kemudahan serta gaji yang cukup besar. Itu yang dipikirkan Dimas sekilas hingga tertarik menyetujui ajakan Ferdi. Menghempas segala curiga yang ada di benak dan melangkah ke hal yang tak pasti. *** Hai, pembaca yang cantik dan ganteng ... Bantu Author biar semangat berkarya, yuk! Caranya mudah, kalian bisa tap love n****+ ini + komentar + bantu share di sosial media kalian. Apresiasi kalian sangat berharga buat Author yang masih newbie ini. Oh iya, buat cantik dan ganteng yang punya koin boleh juga beri gift ke Author Rens09 dan follow akun Author ya. Terima kasih sudah membaca. Next part ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN