Satu-persatu Kejadian Di Mulai

1298 Kata
"Seseorang diberikan dua pilihan saat dia tersakiti oleh orang lain. Pertama adalah memaafkan atau dia lebih memilih balas dendam. Terkadang banyak orang lebih memilih opsi kedua karena menganggap apa yang dirasakan harus pula dirasakan oleh orang lain. Padahal ketika memaafkan semua akan menjadi lebih indah. **** Tok ... Tok ... Seseorang menggedor pintu rumahnya secara tidak sabaran dari luar, membuat Lena yang sedang tertidur pun harus bangun dengan perasaan kesal. Dia mengambil ikat rambut di nakas samping tempat tidur lalu bangkit untuk membukakan pintunya. Lena membukakan pintu dengan wajah kusut belum sempat cuci muka. "Lena udah hampir dua bulan kamu belum bayar kontrakan! Mau sampai kapan kamu nunggak kontrakan terus!" Ternyata orang yang pagi-pagi sekali menggedor pintu rumahnya adalah Ibu kontrakan. Lena memandang Ibu kontrakan itu dengan wajah muram. "Maaf, Bu. Saya belum dapet uang, saya kerja cukup buat makan doang bu. Kasih waktu saya lagi ya, Bu. Buat saya Cari uang lebih buat bayar kontrakan," ucap Lena memelas agar Ibu kontrakan itu bisa memberinya waktu lagi. "Waktu terus waktu terus setiap dimintain tagihan kontrakan! Kamu tuh mikir nggak saya ini nyewain kontrakan bukan cuma-cuma nyidain buat kamu! Saya juga butuh uang buat anak-anak saya sekolah sama kuliah! Enak aja kamu bilang waktu-waktu terus!" ucap Ibu kontrakan itu marah-marah. "Tapi, sekarang saya benar-benar nggak ada uang sama sekali, Bu. Tolong kasih saya waktu ya, Bu. Saya bakal Cari kerja lebih giat lagi buat bayar kontrakan," ucap Lena memegang tangan Ibu Kos itu tapi langsung dilemparnya begitu saja. "Saya kasih kamu waktu 3 hari! Kalau sampe kamu nggak bisa bayar kontrakan, kamu pergi dari kontrakan saya. Bawa semua barang-barang kamu. Masih banyak orang yang bertanggung jawab buat ngontrak dan bayar rutin. Nggak kayak kamu! Dp awal aja gede saya kira bakal gampang bayarannya. Ternyata cuma sok kaya Aja!" ucapnya lagi. "Sebulan lagi ya, Bu. Saya nggak tahu harus nyari duit 3 juta dari mana selama 3 hari. Apalagi saya cuma kerja cuci piring di warteg, Bu." jawab Lena memelas. "Nggak ada waktu-waktu lagi. Kebiasaan orang jaman sekarang kalau dimintain tagihan utang jawabnya dengan beribu alasan. Kamu fikir kamu saya kasihan dengan tampang memelas itu. Sekali lagi Saya kasih waktu 3 hari untuk ngelunasin tunggakan kontrakan kamu. Sampai lebih dari hari itu kamu nggak bisa bayar. Saya usir kamu!" ucap Ibu Kontrakan dengan marah-marah lalu pergi meninggalkan Kontrakan Lena. Saat sudah menjauh dari tempat itu Lena mendumal kesal. "Ishh bawel banget si tu Ibu-ibu baru juga nunggak 2 bulan belom sampe setahun. Hebringnya udah kayak kebakaran jenggot!" Setelah itu Lena Masuk ke dalam rumahnya untuk Mandi dan bersiap mencari uang untuk ia membayar uang kontrakan. *** Lena berjalan ke tempat kerjanya yang hanya menjadi tukang cuci piring di sana. Dia terpaksa menerima kerjaan itu karena sudah ditolak berkali-kali setiap melamar kerjaan. "Lena ... Lena kamu tuh kebiasaan banget sih kalau dateng siang banget," ucap Bu Asih pemilih warteg sederhana itu. "Maaf, Bu. Saya tadi ada masalah di rumah," jawab Lena pelan. "Yaudah sana kamu kebelakang cucian piring udah numpuk tuh." Pemilih warteg itu menggelengkan kepalanya, lantas ia menyuruh Lena kebelakang mencuci piring. Sudah untung diberikan kerjaan dan makan disana tapi kelakuannya masih saja seenaknya sendiri. Untung Bu Asih sabar menghadapi kelakuan Lena dan kasihan juga melihatnya. Lena mencuci piring bekas-bekas makanan para pelanggan disana. Dulu dia dengan mudah menyuruh pembantu tanpa harus mengotori tangannya seperti ini sekarang dia harus melakukan ini semua. Sungguh, Lena benar-benar benci dengan keadaan ini. Lihat saja dia akan balas orang-orang yang sudah membuatnya menderita seperti ini. "Lena ... Lena...." panggil Bu Asih saat ia sedang mencuci piringnya. "Ish! Apaan lagi sih, tadi nyuruh nyuci piring geliran lagi nyuci dipanggil lagi. Nyuruh seenaknya aja. "Lena!!" panggilnya lagi lebih keras. "I ... Iya, Bu...." Lena mencuci tangannya dan segera menemui By Asih yang memanggilnya itu. "Ada apa, Bu?" tanya Lena saat sudah di hadapannya By Asih. "Kamu jagain disini dulu, saya mau ke sekolahan anak saya sekarang," ucap Bu Asih. "Terus yang nyuci piring siapa?" tanya Lena. "Udah itu kamu lanjutin nanti aja. Saya pergi dulu Assalamualaikum." Bu Asih pergi setelah memberikan perintah kepada Lena untuk menjaga warungnya sekejab. Lena memutar bola matanya kesal, dia pun duduk di depan kasir sambil mengamati pembeli yang datang. Ia mengambil ponselnya di kantongnya, memainkannya sambil menjaga warung. "Mbak," panggil seseorang di depannya. "Iya, Mas. Mau makan apa?" tanya Lena mengantongi Hpnya dan berdiri untuk menuju etalase makanan itu. "Nasinya setengah aja, pake ayam sama sayur sop. Oh iya pake sambel kentang juga juga," ucapnya sambil menunjuk satu persatu lauk pauknya. "Baik, Mas. Ditunggu sebentar ya. Nanti saya antarkan," jawab Lena mengambilkan pesanannya. Orang itu pun mengangguk dan duduk menuju meja yang kosong. Setelah mengambilkan semua pesanan orang tadi Lena mengantarkan makanannya. "Silahkan, Mas." "Makasih, Mbak." Setelah itu Lena kembali lagi ke etalase makanan untuk merapihkan yang tadi berantakan. *** Tiga orang wanita sedang berjalan-jalan di dekat jalan tersebut. Salah satu dari mereka seperti menyadari ada orang yang mereka kenal. "Eh liat deh, itu bukannya Lena ya yang jaga warung, liat nggak sih," ucap salah satu wanita yang sedang berjalan melewati tempat itu. Mereka merasa familiar dengan orang yang menjaga warung tersebut. "Nggak tahu, coba yuk kita samperin." Mereka pun berjalan menghampiri warung tersebut memastikan orang tersebut. "Loh, Lena?" ucap salah satu wanita itu menegur Lena yang sedang menutup kelambu makanan itu. Lena memelototkan matanya melihat seseorang yang memanggilnya. "Kamu jadi tukang warung sekarang?" tanyanya lagi. "Ve ... Venya?" ucap Lena tergagap melihat orang yang ia kenal bernama Venya. "Kok lo bisa jadi kayak gini sih, Len. Suami lo kemana?" tanya yang lain. "An ... Nu. Aku ... Aku...." "Lo diceraiin kan sama suami lo yang kaya raya itu?" ucap mereka saling meledek. "Oh pantes gue pernah lihat suaminya bawa cewe gue kira salah liat ternyata bener berarti ya." "Desi maksud lo apaan?" ucap Lena yang tidak tinggal diam. "Iya gue lihat suami lo pergi sama Wanita lain. Ternyata lo udah di buang ya makanya jadi miskin sekarang. Hahaha." Mereka menertawakan Lena yang hanya membalas mereka seadanya sedari tadi. "Hadeuh Lena ... Lena ... Dulu Aja kerjaan lo sombong sama kita, sok nggak mau temen sama Kita karna lo lebih bahagia sama harta. Sekarang miskin kan lo dibuang sama suami lo. Hahaha...." Lena meremas tangannya menahan kesal dengan hinaan mereka belum lagi pelanggan mulai melihat ke arah mereka. "Makanya Len jangan belagu jadi orang karma kan lo! Harta lo pada kemana? Nggak dapet bagian sama mantan suami lo? Kasihan banget sih nasib Lo Lena ... Lena...." Mereka seakan puas menertawakan Lena yang sekarang hidup miskin seperti ini. Lena dulu adalah salah satu orang yang selalu sombong memamerkan hartanya kepada mereka membuat mereka jengah dan Kian enggan berteman dengan mereka. Eh sekarang malah jatuh miskin. "Udah temen-teman biarin aja dia makan karmanya. Sekarang melarat deh hidupnya," ucap Vanya lagi. Semua pun lantas menertawakan Lena yang hanya diam saja. Hingga salah satu dari pelanggan mengomentari mereka karena terganggu dengan keberisikan mereka. "HEH! KALIAN JANGAN BERISIK AJA DONG GANGGU KITA MAKAN AJA. KALAU NGGAK MAU MAKAN NGGAK USAH HINA ORANG PERGI SANA!" Mereka pun kesal, akhirnya memilih pergi dengan memandang remeh Lena yang sudah jatuh miskin. Lena menengok ke arah pelanggan yang tadi dan berterimakasih telah membantunya untuk membuat mereka pergi. d**a Lena bergemuruh menahan kesal dipermalukan seperti ini. Dia kembali ke meja kasurnya untuk menenangkan dirinya. .... "Ingat apa yang kamu lakukan dulu akan berimbas kepadamu suatu saat nanti." ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN