Prolog
"Hil, suami kamu kok jarang banget pulang sih? Nggak takut di Jakarta nikah lagi," ucap seorang ibu-ibu yang sedang berbelanja.
Hilya yang merasa namanya dipanggil pun menengok kearah ibu-ibu tersebut, "Enggak bu, suami saya di sana kerja kok. Kita juga sering telfon," jawab Hilya seadanya.
"Tapi ya nih ya, Hil, biasanya kalau suami jarang pulang harus di curigain Hil. Kayak suaminya Siska tuh orang Kota juga sama kayak kamu ternyata dia cuma jadi selingkuhan disini, beruntung Siska Tau sebelum mereka nikah," saut yang lainnya.
Hilya merasa jengah ia segera memilih belanjaan agar terbebas dari pertanyaan ibu-ibu itu.
"Inshaallah Enggak bu, suami Saya kan setiap bulan juga pulang," jawab Hilya
"Tapi nih ya, Hilya kamu Kan baru nikah, Masa udah ditinggal terus biasanya kan kalau masih pengantin baru senengnya deket-deketan aja," Kali ini Hilya lebih memilih diam Dan hanya tersenyum.
"Ibu-ibu Saya pamit duluan ya, kasian Ayah Saya udah nungguin di rumah," jawab Hilya pamit.
"Oh iya," jawab ibu-ibu yang lainnya.
"Assalamualaikum," pamit Hilya.
"Waalaikumsalam," jawab para ibu-ibu di sana.
"Kasian ya si Hilya pengantin baru udah ditinggal nikah sama suaminya," ucap mereka lagi setelah Hilya pergi.
"Iya ih, Mana suaminya orang Kota lagi Kan ya, pulang jarang, gimana kalau di sana udah nikah lagi, atau yang paling parah ternyata udah punya istri lagi," ucap yang satunya.
"Iya iih, Saya ngeri, semoga anak Saya jangan nikah deh sama orang Kota, biarin aja sama orang desa asalkan bener sifatnya."
"Ibu-ibu teh kumaha atuh bukannya belanja malah ngerumpi aja, udah atuh jangan gosipin orang dosa," ucap tukang sayur.
"Ih, mamang yeh kadie atuh kita teh cuma kasihan kalau sampe Hilya kayak gitu. Dia Kan anaknya solehah, cantik juga lagi," jawabnya.
"Urusan itu mah udah Ada yang atur Ibu-ibu, udah jangan urusin keluarga orang. Keluarga Kita aja belum tentu bener atuh ibu-ibu," kata tukang sayur tersebut.
"Tapi Kan ...."
"Udah, udah kalian teh mau belanja atau ngegosip. Saya mau cari tempat lain aja kalau kalian masih mau ngegosip," jawab tukang sayur itu membuat ibu-ibu itu diam Dan melanjutkan memilih sayuran.
***
Setelah berbelanja sayur tadi dan mendengar ucapan para ibu-ibu menjadi ia berfikir negatif tentang suaminya padahal selama ini ia percaya dengan suaminya.
"Hilya kamu kenapa nak?" tanya Ayahnya yang melihat anaknya bengong sambil memegang sayuran.
"Hilya...." panggil Ayahnya lagi membuat Hilya tersadar.
"Iya, Yah?" jawab Hilya tersadar.
"Kamu kenapa?" tanya Ayahnya lagi.
"Engga papa kok,Yah," jawab Hilya sambil tersenyum meyakinkan.
Ayahnya tau anaknya sedang berbohong saat ini, "kalau nggak papa kenapa dari tadi bengong bukannya masak?" tanya Ayahnya lagi.
"Engga papa kok Yah, ini Hilya mau masak," jawab Hilya mulai memotong sayur-sayuran ditangannya.
"Yaudah kalau gitu, Ayah mau ke rumah Pak RT dulu ya. Ada kumpulan bapak-bapak disana, kamu jaga rumah ya," ucap Ayahnya tidak memaksa anaknya untuk bercerita.
"Iya, yah," jawab Hilya.
"Yaudah Assalamualaikum," kata Ayahnya pamit.
"Waalaikumsalam, Yah...." Hilya mengamit tangan Ayahnya dan menciumnya.
Setelah Ayahnya pergi dari sana. Hilya memutuskan untuk memasak dan menghilangkan jauh-jauh pikiran buruk tentang suaminya itu.
.
.
.
Malam harinya Hilya masih memikirkan ucapan-ucapan Ibu-ibu tadi. Dia ingin melupakan sejenak tentang Itu tapi entah kenapa ucapan Ibu-Ibu Itu terus terngiang-ngiang di fikirannya. Belum lagi kalau Hamish sudah di Jakarta menghubunginya sangat jarang membuatnya sedikit gusar juga. Tapi, dia menikah atas restu Ayahnya langsung dan Hamish pun tidak pernah mengajaknya pacaran Itu artinya dia memang serius kan dengan dirinya bukan karena maksud tertentu. Kalau memang Hamish punya pasangan di luar sana tidak mungkin dia menikahinya bukan?
Tapi di lain hati, bisa saja di saat statusnya saat ini masih istri siri. "Ahh enggak-enggak. Pasti ini karna aku terlalu overthinking Aja sama Mas Hamish makanya jadi mikir yang enggak-enggak. Hubungan suami istri Itu harus saling percaya jadi aku harus percaya kalau mas Hamish memang setia sama aku."
"Hilya?" panggil Ayahnya dari luar kamar sambil mengetuk pintu kamarnya.
"Ya, Ayah." Hilya segera bangkit dari duduknya dan membuka pintu kamarnya.
"Ayah mau ke warung dulu kamu enggak usah nyari ya," ucap Ayahnya.
"Loh mau beli apa, Yah? Biar Hilya Aja yang beli. Ayah enggak perlu capek ke warung." Hilya ini memang anak yang berbakti kepada orang tuanya. Sedari kecil dia selalu patuh akan perintah orang tuanya. Bahkan saat dia akan menikah pun dia menyerahkan pilihannya kepada ayahnya. Padahal, waktu Itu dia belum mencintai Hamish, tapi dia percaya pilihan orang tua selalu yang terbaik makanya dia menyetujui keinginan orang tuanya.
"Udah biar Ayah sendiri Aja, kamu di rumah aja. Lagian Ayah mau sekalian ketemu temen kok. Udah lama Ayah enggak ngopi-ngopi sama mereka." Hilya menatap ayahnya sambil cemberut membuat ayahnya tersenyum sambil mengusap pipi anaknya.
"Yaudah tapi jangan lama-lama, ya, Yah. Jangan malam-malam juga. Udara enggak bagus buat ayah lama-lama di luar." Ayahnya mengangguk mendengar ocean sang anak. Padahal dia orang tua tapi malah selalu Hilya yang mengomel dengannya tapi Tak membuat sang Ayah sakit hati malah sebaliknya Ayahnya selalu rindu ocehan Hilya setiap harinya.
"Iya sayang. Yaudah kamu istirahat aja. Ayah bawa kunci sendiri perginya."
"Noooo. Hilya akan tunggu Ayah sampai pulang ke rumah. Kalau Hilya tidur sekarang pasti Ayah bakal pulang malem. Dan Itu enggak bagus buat kesehatan Ayah."
"Yaudah yaudah. Ayah pergi sekarang Aja biar pulangnya enggak kemaleman." pamit Ayahnya.
"Inget ya Ayah enggak boleh pulang malem atau aku kunciin Ayah di luar. Biar Ayah tidur di luar Aja," ancam Hilya malah membuat sang Ayah tertawa. "Kayak anak kecil yang diomelin Ibunya Aja. Ayah pulang malem terus dikunciin."
"Biarin. Biar Ayah enggak bandel," jawab Hilya.
"Iya-iya. Yaudah Ayah pamit dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Hilya mengikuti ayahnya sampai di luar. Kemudian dia memilih untuk menonton tv untuk menunggu sang Ayah pulang.
.....
Dua jam kemudian ayahnya baru pulang membuat Hilya berkacak pinggang melihat Ayahnya masuk. "Ayah kan tadi aku bilang jangan pulang malem-malem sekarang udah jam 11 ayah. Kenapa baru pulang," ucap Hilya gregetan.
"Ya maaf tadi Ayah enggak lihat jam. Nak. Makanya Ayah pas sadar udah malem Ayah buru-buru. Berharap kamu udah tidur malah masih terjaga."
"Kan tadi Hilya bilang. Hilya enggak bakal tidur kalau Ayah belum pulang."
"Yaudah iya maaf Ayah salah. Yaudah kamu capek kan nunggu Ayah pulang. Kamu tidur Aja, Ayah juga mau tidur." Hilya menghembuskan nafas kasar. Ayahnya selalu saja pintar mencari alasan untuk meluluhkannya. Hilya akhirnya mengalah membiarkan ayahnya istirahat di kamar kemudian dirinya menyusul untuk istirahat.
*****
Tbc....