Pulang...ya kata pulang menjadi hal yang sangat membahagiakan bagi Rima, karena ia bisa segera kembali ke Apartemen dan bersantai di Apratemen mewah itu. Sebenarnya ia sama sekali tidak kekurangan uang karena walaupun Ibra tidak menganggapnya istrinya, tapi selama setahun ini Ibra selalu memberikan nafkah untuknya. Ia juga dibelikan kartu hitam untuk berbelanja untuk kebutuhannya, namun ia yang memiliki harga diri yang tinggi lebih memilih membelanjakan uang hasil kerja kerasnya.
Sebenarnya sampai saat ini Parmoko Bagaspati Papi tirinya itu masih memberikan uang saku untuknya seperti biasanya, tapi lagi-lagi ia yang memiliki harga diri yang tinggi tidak ingin menggunakannya, apalagi sejak pertengkarannya dengan Ronal, Rima sangat terluka dengan ucapan Ronal yang mengatakan jika dia bukan adiknya. Ya walaupun kenyataannya ia memang bukanlah bagian dari keluarga Bagaspati, namun mendengarnya langsung ternyata membuatnya sangat sedih. Setelah menikah dengan suaminya, ia segera keluar dari kediaman Bagaspati dan memilih bekerja di hotel sebagai resepsionis hotel, hanya untuk membuang waktunya karena ia merasa sangat sepi dan kecewa dengan hidupnya.
Rima tidak pernah memilih lahir dari ibu yang memberikan banyak masalah padanya dan juga memiliki ayah kandung yang juga memiliki banyak masalah hingga membuatnya selalu merasa tertekan. Rima mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang namun tiba-tiba sebuah motor, menghantam mobilnya hingga membuat Rima menghela napasnya. Rima segera menghentikan mobilnya dan ia melihat dua orang anak SMA itu terjatuh. Keduanya telihat ketakutan melihat mobil Rima yang bagian belangkangnya penyok. "Maaf Mbak..." ucap mereka.
"Kalian nggak apa-apa?" Tanya Rima dan ia terlihat khawatir dengan keadaan mereka.
"Nggak apa-apa," ucap salah satu dari mereka.
"Lain kali hati-hati ya! Ini..." ucap Rima mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu, lalu ia memberikannya kepada mereka. "Motornya rusak nanti kalian dimarahin sama orang tua kalian," ucap Rima.
"Terimaksih Mbak," ucap salah satu dari mereka yang merasa haru dan tidak menyangka Rima akan memberikan uang kepada mereka.
Rima tersenyum dan ia segera masuk kedalam mobilnya, lalu ia melajukan mobilnya dengan santai menuju apartemennya. Besok ia akan meminta orang bengkel untuk memperbaiki mobilnya ini. Beberapa menit kemudian mobil sampai di Apartemen dan Rima segera keluar dari mobilnya, laluia melangkahkan kakinya masuk kedalam lobi Apartemen. Rima masuk kedalam lift dan setiap kali ia masuk kedalam lift seperti ini, ia selalu merasa jika ia adalah seorang perempuan bodoh yang mau saja diperlakukan tidak adil. Ya...ia ingat apa kata Ronal kepadanya, ketika Ronal memaksanya untuk menikah dengan Ibra.
'Ingat kesalahan Mamimu telah membuat hidup saya dan hidup Lifia menyedihkan' kata-kata kehilangan Ibu mereka membuat Rima sadar akan kesalahan Maminya.
Selama ini Rima terlihat memperoleh kasih sayang dari kedua orang tua yang utuh, sudah sepantasnya ia menjadi bodoh dan menuruti semuanya demi kepentingan keluarga. Tapi sebenarnya yang terlihat tidaklah seperti yang mereka duga, Maminya yang dianggap menyanginya itu sebenarnya sama sekali tidak memperdulikannya. Apalagi sekarang Maminya itu bahkan memakinya ketika ia menjenguk Maminya itu didalam penjara. Rima kehilangan arah dan tidak ada yang berpihak padanya hingga ia merasa hidupnya tidak berarti. Sebenarnya yang ia inginkan hanyalah ketenangan, namun hal itu belum bisa ia dapatkan jika ia belum bercerai.
Rima kehilangan jati dirinya dan ia yang bodoh ini harus patuh. Ia melangkahkan kakinya masuk kedalam unit Apartemennya dan ia tekejut saat melihat lampu diunit Apartemennya ini menyala. Dua orang laki-laki terlihat sedang duduk disofa, Rima mengerjapkan kedua matanya dan akhirnya ia ingat siapa mereka. Ia menahan dirinya untuk tidak meluapkan emosinya, hingga hanya menujukkan tatapan datar agar terlihat bodoh didepan mereka saat ini. Apakah ia harus menujukkan senyuman agar laki-laki ini paham jika yang ia nikahi adalah perempuan bodoh yang tidak berguna dan tidak akan protes ditinggal dua tahun lamanya setelah menikah.
Ibra Sekala Kertanegara nama itu sebenarnya juga menyandang nama Lesmana dan nama lama Ibra sebelumnya adalah Ibra Sekala Lesmana, namun ketika ia diambil sang Kakek dari sebelah mendiang ibunya, namanya belakangnya diganti menjadi Kertanegara mengikuti sang Kakek.
Ibra menatap Rima dengan dingin dan ia terlihat tidak menyukai Rima, Ya tentu saja Ibra tidak menyukainya karena Se harusnya yang saat ini tinggal di Apartemen ini adalah Anin, perempuan yang menjadi tunangan laki-laki ini. "Bu Rima silahkan duduk!" Ucap salah satu dari keduanya membuat Rima melangkahkan kakinya duduk dihadapan mereka. Laki-laki yang mengajaknya bicara ini adalah asisten Ibra dan dia lebih terlihat seperti juru bicara karena laki-laki yang bernama Ibra ini seakan bisu, ketika sedang berhadapan dengannya.
"Bu Rima mulai sekarang Pak Ibra akan tinggal di Apartemen ini!" ucap Bili. Bili merupakan asisten Ibra dan ia telah bekerja bersama Ibra hampir tujuh tahun lamanya. Rima sudah bisa menduga jika laki-laki yang berstatus suaminya ini tidak akan rela ia tinggal lama di Apartemen mewah ini.
"Oke saya akan mengemas barang-barang saya, Pak Bili," ucap Rima membuat Bili terkejut. "Tapi karena ini sudah malam saya akan pergi dari Apartemen ini kemungkina besok pagi saja Pak!" Ucap Rima. Jika Ibra mengusirnya malam ini juga berati Ibra adalah iblis berkedok manusia, yang sangat jahat hingga tega meminta keluar dari Apartemen pada malam ini.
"Apa maksud kamu?" Tanya Ibra dengan suaranya terdengar sangat dingin dan akhirnya Ibra mengeluarkan suaranya.
"Bapak nggak nyaman saya tinggal disini juga sama Bapak, jadi saya akan segera pergi dari sini!" Ucap Rima.
Bili menghela napasnya, inilah akibatnya ketika baru saja menikah bosnya ini segera pergi keesokan harinya, untuk menetap di London selama setahun. Seharusnya Ibra Sekala Kertanegara mengajak Rima istrinya ini pergi bersama, sekalian agar mereka bisa menghabiskan waktu untuk saling mengenal, namun Ibra yang keras kepala tidak menghiraukan ucapannya saat itu. "Bili kamu boleh pergi!" Usir Ibra dingin membuat Rima menelan ludahnya dan ia masih berdiri di tempat.
"Baik Pak," ucap Bili, ia segera melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Ibra yang saat ini sedang menantap Rima dengan dingin. Bili tidak mengerti apa yang dipikirkan Ibra tentang istrinya ini, tapi selama ini Ibra selalu meminta dirinya untuk mengawasi Rima.
Rima menghela napasnya dan ia melangkahkan kakinya ingin menuju kamarnya, namun suara Ibra menghentikan gerakkannya. "Mau kemana kamu?" Tanya Ibra dengan suaranya yang terdengar berat dan dingin. Rima membalik tubuhnya menatap Ibra dengan tatapan kesal. "Apa kamu lupa siapa kamu?" Tanya Ibra dingin.
"Saya tidak akan lupa Tuan, saya ini hanyalah perempuan bodoh yang mau-maunya menikah dengan Tuan untuk menjadi pengganti tunangan Tuan yang telah pergi," ucap Rima sinis. Sebenaranya ada ketakutan dihatinya jika saat ini Ibra bertindak kasar padanya, namun jika itu terjadi, akan ada alasan baginya bisa mengajukan perceraian.
"Ya...hanya demi uang kamu bisa menjadi bodoh dan bertahan menjadi istri saya selama ini," ucap Ibra.
"Iya saya memang begitu," ucap Rima menerima tuduhan itu karena ia sudah lelah untuk berdebat. Apalagi berdebat dengan sosok laki-laki jahat yang telah mempermalukannya didepan keluarga besarnya. "Perempuan mana yang diam saja membiarkan laki-laki yang menikahinya pergi selama setahun dan tidak memperdulikannya, saya masih ingat kamu bilang hiduplah sesuka saya dan tidak perlu bertanya ataupun mencari tahu kamu berada dimana," ucap Rima mengingat ucapan Ibra ketika ia baru saja menjadi istri Ibra saat itu.
Ibra mengerutkan dahinya, saat ini ia juga merasa sangat lelah. "Kamu tidak perlu pindah, kita akan tinggal bersama di Apartemen ini!" Ucap Ibra dengan nada bicara yang tegas dan baginya, ucapannya ini adalah perintah yang harus diikuti Rima.
"Sampai kapan? Sampai kapan saya harus jadi perempuan bodoh?" Tanya Rima kesal.
"Kamu ingat hanya saya yang bisa menceraikan kamu dan kamu tidak berhak meminta cerai dari saya! ingat apa yang kamu lakukan ketika kamu meminta uang saya untuk nenyelamatkan ayah kandung kamu," ucap Ibra membuat Rima mengupat kesal.
Rima ingat saat itu ia meminta uang kepada Bili agar membantunya membayarkan uang operasi Ayah kandungnya yang mengalami kecelaan kerja dan ia menandatangi kontrak pernikahan yang seharusnya tidak ada. Ibra telah menyelidiki siapa Rima dan ia tahu semua keadaan keluarga Rima. Rima cukup beruntung karena memiliki Ayah tiri sebaik Parmoko Bagaspati.
Setelah Anya Maminya Rima masuk penjara, hidupnya benar-benar berubah, apalagi tiba-tiba Ayah kandung Rima muncul dan mulai meminta uang padanya, Rima merasa sangat kesulitan. Ayahnya mengatakannya sebagai seorang rubah seperti Anya Mami kandungnya yang telah mengisap seluruh harta kekayaan ayah kandungnya itu, lalu pergi meninggalkannya setelah jatuh miskin.
"Saya harus bayar berapa, agar saya bisa bercerai dari kamu?" Tanya Rima.
"Bercerai? Apa kamu ingat siapa yang akan sangat sedih jika kita bercerai? Apa kamu sanggup mengecewakan para Bagaspasti?" Tanya Ibra membuat Rima menelan ludahnya. Ibra berdiri dan ia mendekati Rima hingga membuat Rima waspada. "Hiduplah dengan tetap menjadi bodoh!" Ucap Ibra dan ia menatap Rima dengan tatapan dingin hingga tangannya mencengkram kedua pipi Rima.
"Bersandiwara lah menjadi istri yang baik jika kamu benar-benar tidak bisa menjadi perempuan tulus yang mencintai suami kamu. Menikah dengan saya itu artinya hidup kamu bukan menjadi milik kamu lagi!" Ucap Ibra menbuat Rima mengepalkan kedua tangannya karena laki-laki yang ada dihadapannya adalah laki-laki yang tidak memiliki hati.