Marah dengan keadaan

1371 Kata
Rima merasa sangat tertekan dengan sikap Ibra padanya, bersandiwara menjadi istri yang baik...itu artinya ia harus selalu bersikap bodoh. Ia akan menjadi sosok yang selalu mengikuti keinginan suaminya dan keluarga. Rima masuk kedalam kamar mandi dan ia membasahi tubuhnya dengan air shower, ia membenci sikap Maminya dan memganggap apa yang terjadi pada dirinya, mungkin bisa saja karena karma dari Maminya yang telah menyakiti hati banyak orang. Belum lagi Ayah kandungnya yang juga telah membuatnya harus berjuang keras untuk membantu perekonomiannya, apalagi ayah kandungnya itu ternyata memiliki satu anak selain dirinya yang masih berumur tujuh tahun yang masih banyak membutuhkan biyaya. "Kenapa aku harus hidup seperti ini, semuanya berubah menjadi seratus delapan puluh derajat." Ucap Rima dan kehidupan nyatanya telah benar-benar berakhir dengan kepulangan Ibra Sekala Kertanegara. Rima merasa tidak ada yang akan peduli padanya, padahal adiknya Fadil Bagaspati sangat menyayanginya namun jika ia bercerita tentang kehidupannya saat ini, itu hanya akan menyusahkan Fadil. Anya Mami kandungnya ini memiliki kehidupan yang sangat kacau, hingga membuat kehidupannya ikut menjadi rumit seperti saat ini. Setelah selesai mandi Rima mengganti pakaiannya dengan baju tidu, lalu ia melangkahkan kakinya menuju dapur karena ia benar-benar butuh makan untuk menenangkan dirinya. Kok stres seperti ini bisanya Rima akan memakan coklat atau kue manis kesukaannya namun sepertinya ia tidak memiliki kue manis dan coklat untuk ia santap. Rima melihat sosok Ibra yang sedang duduk santai disofa sambil membaca berkas yang ada dihadapannya, namun Rima sengaja tidak ingin menyapanya dan mulai saat ini ia harus terbisa dengan kehadiran Ibra di Apartemen ini. "Buatkan saya makanan!" Ucap Ibra seenaknya. "Iya Tuan," ucap Rima. Ya...setidaknya ia harus berperan sebagai pelayan yang baik di Rumah ini agar tidak memancing emosi Ibra. Ibra mengangkat kepalanya menatap Rima yang saat ini sedang berada didapur dengan dingin dan setelah itu ia kembali fokus membaca berkasnya. Rima memasak nasi goreng ikan teri medan karena hanya ada bahan-bahan itu, yang telah tersedia didalam kulkas. Beberapa menit kemudian masakannya telah selesai dan ia menghidangkannya diatas meja makan. "Ini makananya...Tuan," Ucap Rima. Sudah dua tahun ini biasanya ia memakan makanannya sendiri namun hari ini ia memiliki seseorang yang ada dihadapannya yang membuatnya merasa tidak tenang. Ibra menutup berkasnya dan ia melangkahkan kakinya mendekati Rima yang duduk dimeja makan. Keduanya fokus memakan makananya dan Rima lebih memilih diam karena sejujurnya, ia canggung dengan keberadaan Ibra disini. Tadinya ia berpikir laki-laki ini tidak akan bertemu dengannya lagi dan hanya akan datang dengan asistennya dengan membawa berkas perceraian. Setelah selesai makan, Rima segera membereskan dapur. "Saya lebih suka makan masakan rumahan itu artinya mulai saat ini, kamu bertanggung jawab atas perut saya! Paling tidak kamu buatkan saya sarapan tanpa nasi atau gula, saya hanya makan sedikit protein dipagi hari dan hanya kopi pahit!" Ucap Ibra. "Saya akan pulang paling lambat pukul enam malam , bisanya saya sudah ada di Apartemen ini, itu artinya kamu harus sudah berada di Apartemen ini sebelum saya pulang!" Ucap Ibra membuat Rima menghela napasnya. "Saya bekerja Tuan dan jika lembur biasanya saya akan pulang lebih malam, apalagi kalau ada shif kerja malam, saya akan pulang pagi!" ucap Rima membuat Ibra mengeraskan rahangnya. "Tidak bisa, lebih baik kamu segera mengundurkan diri dari pekerjaan kamu!" Ucap Ibra dengan nada memerintah. "Tidak," ucap Rima kesal dan ia melihat tanda bahaya membuatnya segera melangkahkan kakinya menuju kamarnya dengan kesal, lalu menutup pintu kamarnya. Rima mengunci pintu kamarnya dan ia membaringkan tubuhnya diranjang, ia menatap langit-langit kamarnya sambil memikirkan masa depannya. Rima meneteskan air matanya dan ia segera menghapusnya dengan cepat karena merasa bodoh jika harus menangis karena hal ini. Ia berusaha memejamkan matanya dan tidak butuh waktu lama ia pun terlelap. Sementara itu Ibra mengerutkan dahinya melihat tingkah Rima yang mulai berani melawannya. Saat menikah dengan Rima, ia berpikir Rima akan menjadi perempuan penurut dan akan mengikuti semua perintahnya, namun ternyata tidak. Jika ia tidak mengancam Rima melalui keluarganya, maka Rima tidak akan pernah menurutinya. Baginya seorang perempuan manapun yang akan menjadi istrinya tidak masalah saat itu, asalkan lelaki tua yang berusaha mengendalikan hidupnya itu tidak membuat keributan lagi dengan memaksanya segera menikah. Bahkan ia sengaja mengambil calon istri adiknya, sebagai peringatan kepada adiknya itu, agar tidak melawannya seperti keluarganya yang lain. Ibra Kertanegara bukanya tidak tahu apa yang dilakukan adiknya itu selama ini hanya untuk mengusiknya, menikahi Rima yang merupakan cara untuknya agar membuat adiknya itu jera. Apalagi hal yang telah ia miliki tidak akan pernah ia berikan kepada siapapun, itu artinya Rima tidak akan pernah bisa lepas dari genggamnya kecuali ia mati. Ibra mengangkat ponselnya dan ia menyunggingkan senyumannya karena ternyata beberapa orang suruhan Pamannya mulai ingin mengusiknya dengan menyiapkan beberapa mata-mata yang berada di Apartemen ini. "Rupanya kamu masih ingin melawan saya..." sinis Ibra. Inilah seorang Ibra Sekala Kertanegara yang tidak takut dengan apapun bahkan saat ini, ia berhasil menduduki posisi pewaris Kertanegara grup menjadi kepala keluarga dengan begitu mudahnya. Untuk mengendalikan keluarga besarnya, ia harus kuat dan mengamankan posisinya, jika tidak ia akan diinjak seperti mereka yang telah membuat ibu yang tidak berdaya menghadapi kelicikan keluarganya itu menghembuskan napas terakhirnya dengan tragis. Ibra mengambil ponselnya dan ia menghubungi nomor ponsel asistennya. "Singkirkan mereka yang mencoba mengusik saya dan jangan ada yang lolos!" Ucap Ibra. "Siap Pak," ucap asisten Ibra. Ibra melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar utama yang ada di Apartemen ini dan ia membaringkan tubuhnya disana dan mulai memejamkan matanya. Hidupnya terlalu sepi tapi kehadiran perempuan yang ada di Apartemen ini n setidaknya menepis gosip mengenai gagalnya pernikahannya yang hanya akan memunculkan aib yang akan merusak nama baiknya, sebagai seseorang yang sukses dan mendekati kata sempurna Menjelang subuh, terdengar alarm ponsel milik Rima berbunyi dan ia segera membuka matanya, lalu mengambil ponselnya yang berada diatas nakas. Rima mematikan alarm ponselnya dan ia segera mandi, setelah selesai mandi, ia menjalankan ibadah solat subuh, lalu setelah itu ia segera melangkahkan kakinya menuju dapur. Ia melihat kamar utama di Apartemen ini masih tertutup dan memilih untuk segera membuatkan sarapan untuk Ibra. Sama halnya dengan Ibra ia memang hanya akan memakan sarapan sedikit protein dan biasanya ia meminum jus sayuran. Namun ia sengaja membuat dua minuman yaitu jus sayuran dan juga kopi, agar laki-laki pemarah itu bisa memilih. Setelah membuatkan sarapan, terdengar suara langkah kaki yang keluar dari kamar, lalu duduk dimeja makan. Ibra memihat beberapa hidangan sarapan telah berada dihadapanya dan Rima duduk dihadapannya. Ia memilih diam dan tidak mengajak Ibra berbincang sama halnya dengan Ibra yang juga tidak mengajak Rima untuk bebricara. Keduanya sarapan dalam diam dan setelah itu tanpa pamit Rima segera bediri. "Mau kemana kamu?" Tanya Ibra. "Mau ganti baju, aku mau pergi bekerja Tuan," ucap Rima. "Tuan?" Tanya Ibra mengeraskan rahangnya. "Sepertinya panggilan itu yang saat ini pantas untuk saya sematkan kepada anda Tuan," ucap Rima. "Bekerja di hotel menjadi resepsionis? Kamu stres berat?" Tanya Ibra sinis. "Iya aku itu stres dan hampir gila," ucap Rima. "Kenapa kamu menyelidikiku?" Tanya Rima kesal. "Maksud kamu saya akan membiarkan istri saya yang telah memakai banyak uang saya itu bebas begitu saja?" Ucap Ibra dingin. "Uang pengobatan ayah saya akan saya ganti dan kamu tidak perlu khawatir!" Ucap Rima dingin "Sampai kapan kamu yang hanya seorang resepsionis bisa menggantikan uang yang saya kasih untuk biayaya operasi ayah kamu?" ucap Ibra membuat Rima mengepalkan kedua tangannya dan Ibra benar entah sampai kapan ia bisa melunasi uang yang ia pinjam untuk biaya pengobatan Ayah yang harus saja ia temui itu. "Saya bisa minta Papi saya yang kaya raya membantu saya membayar hutang-hutang saya pada kamu, saya yakin beliau akan membantu saya agar bisa bebas dari kamu!" Ucap Rima mengingat Papi tirinya pasti akan membantunya jika ia memintanya. "Oh ya silahkan hubungi dia atau bagaimana kalau kita bermain permainan yang seru, kamu harus membayar hutangmu jam sepuluh pagi ini dan jika kamu tidak bisa membayarnya, hutangmu akan bertambah dua kali lipat!" Ucap Ibra membuat Rima sangat kesal. "Tidak perlu mengikuti permainan gilamu, saya si miskin ini sadar kalau saya tidak mampu membayar hutang-hutang saya," lirih Rima dan ia bisa gila, jika ia harus tinggal disini dalam waktu lama bersama Ibra Sekala Kertanegara. Rima segera melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar. Satu tahun ini menjadi istrinya Ibra, ia memiliki kehidupan yang cukup tenang. Hanya saja hidupnya akan mulai bergejolak jika ia mengunjungi kediaman mertuanya, tapi kali ini ia harus menghadapi laki-laki bermasalah ini setiap hari.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN