Rumah Khusus

1096 Kata
    Tidur malam Yasmin terusik karena mendengar suara orang menangis. Ternyata suara itu berasal dari orang yang tidur disebelahnya. Reina tampak gelisah dan ketakutan dalam tidurnya, ditambah lagi dengan air mata yang terus mengalir. Ya, setelah sesi curhat panjang tadi malam Reina memutuskan untuk menginap di tempat Yasmin, hhmm lebih tepatnya Yasmin yang memaksanya menginap. Karena kondisi Reina semalam tidak memungkinkannya untuk pulang. “Rein…. Rein” panggil Yasmin sambil mengguncang tubuh itu. “Rein, bangun Rein… bangun”. Setelah beberapa saat akhirnya usahanya pun berbuah hasil. Bisa ia lihat Reina membuka matanya dan terlonjak dengan nafas memburu. “Lo mimpi buruk lagi?” Tanya Yasmin, sementara Reina hanya mengganggukan kepala membenarkan pertanyaan itu. “Sejak kapan Lo mulai mimpi buruk lagi kaya gini?” “Hampir seminggu ini, sejak gue ketemu lagi sama dia” jawabnya,“Udah seminggu dan Lo gak cerita sama gue?” Yasmin menghembuskan nafas kasar, “Lo keterlaluan Rein, udah mulai main rahasia rahasiaan sama gue” “Maaf Yas, gue gak maksud gitu. Gue pikir ini gak terlalu penting. Gue masih bisa ngendaliin ini kok Yas, tenang aja ya” Jawabnya sambil tersenyum. “ccckk” decak Yasmin “Besok pagi gue anter Lo ke tempat Mba Vera. Lo ijin kerja aja sehari” kata Yasmin tegas. “Gak bisa Yas, gue besok ada rapat penting untuk persiapan proyek di Surabaya mingu depan”. “Sejak kapan Lo terlibat dalam proyek yang diluar kota? Bukannya proyek Surabaya termasuk salah satu mega proyek AMAAI ya?”. Reina menghembuskan nafas lelahnya lalu berujar “Ini perintah langsung dari Kay”. Yasmin mengernyit heran, Reina melihat dan mengerti itu, lantas ia menjelaskan “Gue juga awalnya bingung sih kenapa Kay melibatkan gue dalam proyek yang di Surabaya karena biasanya yang terlibat dalam mega proyek itu adalah para manager langsung atau senior berpengalaman. Tapi katanya, karena dia puas dengan laporan kinerja gue saat rapat pertama”. Raut bingung masih jelas terlihat di wajah Yasmin, ia yakin Kay memiliki alasan khusus melibatkan Reina dalam proyek itu. Mengesampingkan sementara hal itu, Yasmin Kembali focus dengan kondisi Reina yang membuatnya terbangun ditengah malam. Setelah menarik nafas dalam, ia berkata “Gue tau rapat itu penting Rein, tapi Kesehatan Lo lebih penting dari apapun. Gue gak mau tahu pokoknya besok kita ke tempat Mba Vera.” Ucapnya tegas. Reina tau kalau sudah seperti ini maka ia tak bisa lagi membantah.     Suasana pagi di Jakarta memang sudah sangat sibuk, hal tersebut jelas terlihat dari kemacetan Panjang yang menunjukan hampir semua manusia di Jakarta bergerak di pagi hari. Reina dan Yasmin pun demikian, tapi hari ini tujuan mereka bukanlah tempat kerja seperti kebanyakan orang. Pagi ini mereka akan menuju tempat yang sudah sejak lama tak pernah mereka kunjungi. Lebih tepatnya mungkin sudah hampir tiga tahun ini tidak lagi menjadi tempat yang wajib mereka kunjungi setiap akhir  pekan. Tiga tahun terakhir ini mereka hanya berkunjung 3 sampai empat kali setahun, itupun dengan tujuan yang berbeda. Mobil mereka terhenti tepat di parkiran sebuah rumah bergaya klasik dengan taman luas disampingnya, yang terlihat sangat asri dan sejuk karna disekeliling taman terdapat pohon yang rindang. Tempat ini masih sama seperti dulu. Reina pikir ia tidak akan pernah kembali lagi ke tempat ini sebagai pasien. “Rein…” Panggilan Yasmin membuyarkan lamunannya. “Ayo masuk, aku udah buat janji dengan Mba Vera dan kebetulan pagi ini beliau free” ujarnya lagi. Reina hanya tersenyum tipis sambil mengganggukan kepalanya. Mereka lalu keluar mobil menuju ke rumah tersebut. Dari luar ini tampak seperti rumah megah pada umunya dengan taman yang luas. Kalau saja tidak ada plang di depan sana yang menunjukan kalau ini adalah rumah khusus. Rumah khusus bagi mereka yang terguncang jiwanya. Rumah khusus bagi mereka yang memerlukan ketenangan dan ketentraman jiwa. Konyolnya tempat ini pernah menjadi rumah khusus bagi Reina enam tahun yang lalu. Meski tidak tinggal menetap, ia rutin datang ke tempat ini satu atau dua kali seminggu selama satu tahun. Baru pada tahun-tahun selanjutnya frekuensi kunjungan itu berkurang menjadi satu kali dalam dua minggu atau ia hanya datang pada situasi dan kondisi tertentu. Tentunya selama tiga tahun ia bolak balik ke tempat ini, Yasmin dan Ibra selalu menyempatkan diri untuk menemaninya. Mba Vera yang melihat kedatangan mereka dari jauh tersenyum dan melambaikan tangannya. “Apa kabar Reina … Yasmin? Sudah lama sekali tidak bertemu..” ungkapnya dengan senyum cerah saat jarak diantara mereka dekat. “Kabar baik Mba..” jawab Reina sambil memeluknya lalu bergantian dengan Yasmin. “Mba Vera apa kabar?” tanya Yasmin. “Seperti yang kalian liat sendiri” ujarnya sambil menggerakkan satu tangannya tang terbuka, menunjukan dirinya dari atas sampai bawah “Mba selalu sehat”. Reina dan Yasmin tersenyum mendengar hal itu. Entah kenapa setiap kata yang diucapkan oleh beliau dan ekspresi yang di tunjukan selalu mampu menularkan kebahagiaan pada lawan bicaranya dan tentunya hal itu membuat nyaman. Tak salah rasanya perangai yang lembut, keibuan, dan bijaksana seperti itu menjadikan beliau seorang psikiater sekaligus psikolog yang handal. “Ngomong-ngomong tumben kalian datang kesini lagi? Kali ini siapa? Kamu atau Yasmin” tanyanya sambil bergantian mentap Reina dan Yasmin. Mba Vera tau kalau kedatangan mereka kali ini bukan untuk berdonasi seperti biasanya, karena tadi pagi sekali Yasmin sempat mengubunginya ingin berkunjung sebagai pasien. Tak ada yang menjawab, lantas Yasmin menatap Mba Vera sambil menaikan dagunya ke arah Reina. Yang tentunya cukup bisa untuk menjawab pertanyaan tadi. Mba Vera hanya geleng-geleng kepala melihat kearah Reina dan Yasmin. “Masih karena hal yang sama Rein?” tanyanya kemudian. Reina hanya menggangguk kikuk membenarkan pertanyaan itu. “Mba kira udah gak ada masalah lagi Rein, soalnya udah lama banget kan, mba liat juga kamu sepertinya udah baik-baik saja tapi tiba-tiba sekarang muncul lagi dengan persoalan yang sama”. Reina sama sekali tak memiliki kata kata untuk menjawab pernyataan itu. Malu sebenarnya. Benar apa yang dikatakan mba Vera, ini sudah sangat lama dan harusnya ia sudah sangat baik-baik saja menghadapi siapapun dari masalalunya. Tapia apa mau dikata, hatinya masih saja sama seperti dulu, tak bisa diajak kompromi. Selalu tak sejalan dengan logikanya. “Iya nih mba, harusnya dia udah datang kesini dari minggu lalu. Tapi biasalah ini anak sok kuat. Merasa bisa menanggung beban sendiri jadi gak cerita dari awal” Yasmin akhirnya menimpali. Lagi-lagi Reina tak memiliki kata-kata untuk menyanggah ucapan Yasmin. Ia hanya mampu tersenyum kikuk saja. Akhirnya mba Vera mengajak ku berbincang di ruang khusus, sedangkan Yasmin mencari udara segar dengan berkeliling taman, siapa tau ia bisa bertemu dengan teman-temannya dulu semasa ia sering datang kesini menemani Reina. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN