Tragedi Masalalu

1029 Kata
Reina Prov                 Pagi ini, minggu pertama di bulan Mei Jakarta kembali diguyur hujan. Padahal harusnya bulan Mei sudah memasuki musim kemarau. Hujan di bulan Mei. Seperti namaku, astrajingga yang katanya bermakna Mei dalam Bahasa Sunda. Agnella dalam Bahasa Itali berarti suci bersih. Hujan yang suci dan bersih di bulan Mei. Itulah nama yang disematkan oleh almarhum kedua orangtua ku. Aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Tepatnya satu-satunya anak perempuan mereka karena kakak dan adikku berjenis kelamin laki-laki. Aku juga satu-satunya yang tidak menggunakan nama keluarga Tahir di belakang namaku. Kata orangtuaku sih karena aku anak perempuan yang nantinya akan menggunakan nama keluarga suami dan yang paling penting adalah untuk keselamatanku. Dulu mungkin aku tidak mengerti antara hubungan tidak menggunakan nama Tahir dengan keselamatanku. Tapi semenjak kedua orangtuaku meninggal karena kecelakaan aku jadi paham maksud mereka. Aku merasa masa kecil dan masa remajaku sangat sempurna. Aku memiliki keluarga yang harmonis, sahabat-sahabat yang begitu peduli dan saat memasuki sekolah menengah atas aku juga memiliki kekasih yang begitu mencintaiku.                 Hari itu bertepatan dengan hari minggu. Aku, mama, papa, dan adikku baru kembali dari puncak. Kakak ku tidak ikut karena sedari kecil ia memilih tinggal bersama om kami di Amerika. Hari itu Papa menyetir sendiri, karena itulah kebiasaan keluarga kami. Saat quality time tidak akan ada supir, asisten rumah tangga, atau pengawal. Benar-benar hanya kami berempat. Dalam perjalanan pulang kami banyak bercerita dan tertawa hingga entah bagaimana dan entah apa yang terjadi, mobil yang di kemudikan papa hilang kendali, menabrak pembatas jalan dan masuk ke jurang. Kejadiannya begitu cepat. Hingga saat aku tersadar, aku sudah berada di rumah sakit dan harus menerima kenyataan bahwa aku menjadi satu-satunya yang selamat dalam kecelakaan itu. Aku kehilangan tiga orang keluargaku sekaligus. Sungguh aku begitu terguncang saat itu. Aku sendiri sampai kehabisan kata untuk melukiskan kondisiku saat itu. Sangat sangat memprihatinkan. Aku kehilangan semangat hidup. Kehilangan sandaran tempat aku bergantung selama belasan tahun. Beruntungnya aku masih memiliki kekasih dan sahabat-sahabatku. Mereka selalu memberikanku semangat, menuntunku untuk bangkit dan mengajariku untuk tetap bersyukur bahkan dimasa tersulit sekalipun. Hingga tanpa aku sadari, aku mengalihkan sandaranku pada kekasihku, Kayhan. Sejak kejadian itu aku semakin bergantung padanya. Untunglah saat itu Kayhan tidak keberatan dengan sikap ku yang semakin manja padanya. Kayhan juga jadi sering mengajakku menemui kedua orangtuanya. Aku merasakan kehangatan keluarga saat berada di tengah keluarga mereka. Sungguh saat itu aku sangat bersyukur memiliki Kayhan.                 Hubungan kami terus berjalan meski ditahun ketiga kami harus LDR. Aku melanjutkan kuliahku di Jakarta sedangkan Kayhan tetap di Bandung karena bundanya tidak mengijinkannya jauh dari rumah. Ya, meski dia ingin kuliah bersamaku, tapi dia tetaplah seorang anak yang sangat menyayangi bundanya hingga tidak bisa membantah perintah sang bunda. Meski hubungan kami tak bisa dikatakan semulus jalan tol, tapi kami selalu bisa mengatasi setiap masalah yang ada. Bahkan kami saat itu memutuskan untuk menikah muda, setelah kami lulus kuliah.                 Saat liburan akhir semester aku seperti biasa akan pulang ke Bandung. Ke rumah Opa, karena setelah kedua orangtua ku meninggal aku tinggal bersama opa. Sedangkan kakak ku sepertinya belum tertarik pulang ke Indonesia. Kayhan selalu menjemputku. Ia tidak pernah mengijinkanku mengendarai mobil jauh-jauh. Saat tiba di rumah opa menyambut kami seperti biasa. Opa mengajak Kayhan ke ruang kerjanya, sementara aku ke kamar ku untuk mandi. Aku pikir mereka akan membicarakan bisnis. Karena beberapa bulan terakhir ini opa mempercayakan salah satu cabang restorannya yang di Bandung pada Kayhan. Katanya meskipun Kayhan tidak kuliah bisnis tapi ia tetap harus belajar sampai bisa menjalankan bisnis. Kayhan hanya menurut saja. Itu salah satu yang aku suka dari dia. Ia sangat hormat pada orangtua hingga sungkan untuk membantah perkataannya. Setelah makan siang bersama Kay pun pamit. Masih seperti biasanya. Meski saat aku mengantarnya ke pintu depan aku sempat merasa tatapannya padaku berbeda. Tapi saat itu aku mengabaikannya.                 Tidak sepertinya biasanya, sampai larut malam tidak ada kabar apapun dari Kay. Biasanya Kay selalu mengabarinya jika sudah sampai rumah atau sebelum tidur. Ah mungkin saja dia ketiduran karena terlalu capek. Aku mencoba berpikir positif.                 Pagi harinya seperti biasa sebelum meninggalkan tempat tidur aku akan mengecek hp terlebih dahulu. Membaca sapaan pagi dari Kay atau aku yang terlebih dulu menyapanya. Senyum ku mengembang saat aku melihat ada notifikasi pesan yang masuk ke hp ku, sepertinya subuh tadi pesan itu dikirim. Tapi senyum itu tidak berlangsung lama. Karena di detik selanjutnya aku membaca sebuah kalimat yang dalam mimpi pun tidak pernah aku bayangkan. ‘Reina Agnella Astrajingga, kita akhiri hubungan kita sampai disini saja karena sepertinya ada banyak ketidak cocokan diantara kita. Mulai hari ini kita tidak memiliki hubungan apapun lagi.’     Ini sungguh tidak lucu. Aku langsung menghubungi nomornya tapi tidak aktif. Aku terus mencoba berkali kali tapi hasilnya nihil. Lantas aku menelpon bunda. Bunda bilang Kay sudah pergi pagi pagi sekali. Aku semakin frustasi. Air mata sudah tidak bisa aku bendung lagi. Hari itu aku habiskan waktuku di kamar. Untuk menangis sambil sesekali menghubungi nomor Kay berharap nomor itu akan aktif.                 Ini sungguh tidak masuk akal. Bagaimana mungkin hubungan kami diakhiri dengan hanya pesan singkat. Ini gila. Alasannya pun sungguh mengada-ngada. Bagaimana mungkin kami tidak cocok padahal kami sudah bersama lebih dari enam tahun. Kemarin kami masih baik-baik saja. Mana mungkin ketidak cocokan itu tiba-tiba ada hanya dalam waktu kurang dari dua puluh jam. Aku terus memutar otak ku mencoba menemukan jawaban yang logis dengan air mata yang tidak berhenti. Untuk kedua kalinya aku kehilangan sandaran hidup. Hiks hiks hiks Rasanya takdir ini kejam sekali. Aku tiba-tiba terlonjak. Mengingat apa yang terjadi kemarin. Apa sikap Kay yang seperti ini ada hubungannya dengan opa? Apa opa yang menekan Kay untuk mengakhiri hubungan kami? Tapi kenapa baru sekarang. Sebelumnya opa tidak pernah mengatakan apapun yang mengisyaratkan kalau ia tidak merestui hubunganku dengan Kay. Opa bahkan terlihat menyukai Kay. Kalau ia tidak menyukai Kay mana mungkin opa mempercayakan salah satu restorannya pada Kay. Benar kan? Beberapa hari kemudian nomor Kay kembali aktif. Aku terus menelponnya berulang kali. Mengiriminya banyak pesan. Tapi tidak ada satupun dari pesanku yang dibalasnya. Telpon ku juga tidak dijawabnya. Padahal aku hanya ingin meminta penjelasan. Kalaupun hubungan kami harus berakhir, harusnya tidak dengan cara seperti inikan?. tidak bisakah kita bicara berdua dengan baik-baik mencari solusi bersama seperti yang biasanya kami lakukan.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN