Rencana Mendekatkan

880 Kata
Rencana Mendekatkan Rendi menyadari situasi antara ketiganya menjadi kian rumit. Ia sama sekali tak berniat merusak hubungan Reina dengan Ibra dan menyatukannya dengan Kayhan meski ia sahabatnya. Ia hanya ingin memperjelas semuanya agar tidak ada kesalah pahaman diantara ketiganya. Jika semuanya bisa terungkap jelas tentu itu akan baik untuk kehidupan mereka kedepannya, Rendi sangat yakin itu.     Reina merasa aneh dengan sikap Rendi selama mereka di Surabaya. Ia merasa Rendi seperti berusaha mendekatkannya dengan Kayhan. Melibatkannya bekerja berdua dengan Kayhan. Seperti malam ini, Rendi meminta tolong Reina untuk menemani Kayhan menghadiri undangan salah satu rekan bisnisnya karena ia merasa tidak enak badan. Tentu saja Reina tidak enak hati untuk menolak permintaan Rendi itu. Hingga disinilah dia saat ini, di sebuah aula hotel menemani Kayhan bertemu para kolega bisnisnya. Waktu menunjukan pukul 10 lebih saat Kayhan mengajaknya pulang. Saat di lobby Kayhan berkata “Aku akan mengantarmu ke hotel” ucapnya sambil terus berjalan. “Tidak usah, saya nak taksi saja”, tadi saat acara berlangsung supir yang mengantar Reina kemari menghubungi Kayhan dan meminta izin untuk pulang lebih cepat karena anaknya sakit. Reina dan Kayhan memang tidak datang bersama, Reina datang dari hotel bersama supir sedangkan Kayhan datang sendiri. Selama di Surabaya ini Kayhan memang tidak tinggal di hotel bersama kami, ia memilih tinggal bersama keluarganya yang juga ternyata menetap di Surabaya. Ah, berbicara tentang keluarga Kayhan ia jadi sangat rindu dengan pelukan Bunda Lani-ibunya Kayhan- yang hangat. Ia juga rindu dengan perhatian Ayah Farhan yang menyayanginya seperti putri sendiri. Sudah lama ia tidak bertemu mereka, setelah hubungannya berakhir dengan Kayhan. Apalagi tak lama setelah ia putus dengan Kayhan, keluarga mereka juga pindah ke Surabaya dan Reina kehilangan kontak mereka. “hhmm” sebuah deheman membuyarkan lamunannya. “Ini bukan Jakarta, bahaya jika kamu sebagai pendatang dikota ini pulang dengan taxi. Lagian arah hotel dengan rumahku searah”. Reina rasa perkataan itu ada benarnya. Akhirnya Reina menerima tawaran itu. Di perjalanan mereka membisu. Tak ada yang berniat membuka percakapan. Hingga tiba-tiba mobil yang dikemudikan Kayhan berjalan tak nyaman hingga akhirnya berhenti. “Kenapa?” tanya Reina panik. “Entahlah, tunggu didalam. Aku cek sebentar” ucapnya sambil membuka pintu kemudi. Setelah beberapa saat ia tampak kembali masuk “Bannya bocor, dan aku tidak membawa ban cadangan” keluhnya. “Lalu bagaimana?”. Ia terlihat tampak berpikir, “kalau nunggu taksi kayanya lama deh, ini jalur yang jarang dilalui taksi dan ini juga sudah sangat larut” Reina memandangi sekitar dari balik kaca mobil itu. Kayhan benar, taksi sepertinya tidak mungkin lewat sini di tengah malam seperti ini, karena sejauh mata Reina memandang hanya ada hutan yang gelap disekitar mereka. “Aku akan menelpon Rayhan saja menyuruhnya untuk menjemputkan kita disini”. Aku hanya mengganguk saja karena merasa tidak memiliki pilihan lain.     Suasa hening di dalam mobil menyelimuti kami saat menunggu kedatangan Rayhan. Sepertinya baik Reina ataupun Kayhan merasa canggung dengan situasi ini. Entah apa yang sebaiknya mereka obrolkan. Reina takut terlalu hanyut dalam situasi berdua ini. Sedangkan Kayhan merasa senang bisa berdua seperti ini dengan Reina meskipun kecanggungan melingkupi keduanya. “Kamu bahagia dengan Ibra?”, akhirnya Kayhan membuka obrolan. Reina menoleh sekilas padanya, lantas kembali memfokuskan pandangannya kedepan. “Ibra…” belum sempat Reina menyelesaikan kalimatnya, tampak motor besar berhenti tepat di depan mobil Kayhan. Awalnya tidak terlihat jelas pengendaranya, karena terhalang sorot lampu motor dan mobil yang bertabrakan, menyilaukan. Tapi sepertinya Kayhan langsung mengenalinya, terlihat ia langsung turun menghampiri pengemudi itu. Setelah lampu sorotnya mati, Reina bisa melihat bahwa pengendara itu adalah Rayhan-adik pertama Kayhan-. Ia pun beranjak turun dari mobil. “Kok kamu bawa motor sih Ray?”. “Ya kan Ray pikir kakak sendiri. Biar lebih cepet makanya pakai motor” jawabnya sambil melihat pintu mobil penumpang kakaknya yang tampak terbuka. Matanya membola sempurna melihat siapa yang turun. Ray pun melayangkan tatapan protes pada kakaknya itu. Reina melihat jelas perubahan wajah Ray yang sangat terlihat kalau ia tak menyukainya. “Tadi habis ada pertemuan bisnis. Kakak tadinya mau nganter Kak Reina kembali ke hotel tapi ban mobil kaka malah kempes” jelas Kayhan pada sang adik. “Ya terus gimana sekarang? Aku mana tahu kakak berdua”. “kamu balik lagi aja ya bawa mobil. Kan gak terlalu jauh dari sini ke rumah” pinta Kayhan. Ray memutar matanya malas, yang benar saja masa iya disuruh bolak balik tengah malam gini, udah jam sebelas. Kakaknya memang sungguh keterlaluan, yang lebih membuatnya tambah kesal adalah alasan kakaknya itu. Kenapa sih Kak Rein harus hadir lagi dikehidupan kakaknya itu. Kenapa juga kakanya itu masih terlihat jelas peduli dengan wanita itu. “Ya udah kakak pakai aja motor Ray buat nganterin dia ke hotel” ucapnya ketus “Aku bisa pinjem motor temen aku. Kebetulan dia kos di ujung jalan depan”. Ray turun dari motornya, Kay tampak memperhatikan motor itu. “Kamu gak bawa helm Ray?” tanya Kay yang menyadari kalau Ray tak memakai helm, apalagi membawa helm cadangan. Ray tertawa cengengesan “lupa kak, tadikan aku lewat jalan tikus”. Akhirnya karena Ray tidak membawa helm, Kay memutuskan mengajak Reina menginap di rumahnya, karena malam semakin larut. Awalnya ia menolak, tapi setelah menunggu taksi di jalan besar yang tak kunjung ada dengan terpaksa ia menerima ajakan Kay.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN