Sikap Arzan Pada Naya

1018 Kata
Gayatri menutup pintu mobilnya dengan kencang, setelah dia masuk dan duduk di dalam mobil mungilnya. Kepalanya tertunduk menopang pada kedua tangan yang menyilang di stir mobil. Tangisnya pecah. Cukup lama hingga akhirnya dengan cepat Gayatri mengusap air matanya yang membasahi pipi dengan tisu yang ada di mobilnya. "Sabar, Aya! Sabar! Arzan bukan jodoh terbaik buat lo! Tuhan akan kasih yang lebih baik dari dia suatu hari nanti," monolog Gayatri menenangkan hatinya sendiri. Pasalnya, Arzan adalah cinta pertamanya, mereka berdua sudah merencanakan masa depan yang bahagia bersama. Meniti karier bersama, menikah dan memiliki keturunan. Janji manis Arzan yang akan membahagiakan Gayatri, menjadikan gadis itu ratu di dalam hatinya, niat Arzan yang menjadi imam yang baik untuk keluarga kecil mereka kelak. Tapi seketika semuanya BOOM! hancur berkeping-keping. Semua sirna sudah. Selama ini Gayatri hanya menjaga jodoh orang lain. Bisa apa dia? Bila di bandingkan dengan Naya hidup Gayatri tidak ada seujung kukunya pun. Bodoh jika Arzan menolak perjodohan dengan sosok Naya. Berkali-kali dia manarik napas dalam dan menghembusnya pelan. Akan tetapi matanya kembali memanas saat melihat undangan pernikahan Arzan dan Naya. Gayatri mengambil undangan itu dan melemparnya ke jok belakang dengan sembarang. Dia bertekat mulai hari ini, hubungannya dengan pria yang bernama Arzan harus berakhir. Masa bodoh jika pria itu tidak terima. Mobil berwarna merah marun milik Gayatri keluar dari area Kampus. Tanpa dia sadari mata elang Arzan dari kejauhan menatapnya hingga mobil itu tidak terlihat lagi. "Mas? Ayuk," ajak Naya yang langsung merangkul lengan Arzan. Tapi pria itu langsung menarik tangannya dengan sebuah alasan memindahkan tas kerjanya di tangan satunya. Naya tidak banyak protes dengan sikap Arzan barusan. "Kamu tahu gak, Mas. Harusnya kita ini di pingit. Gak ketemu selama seminggu, tapi mau bagaimana lagi yah, kita satu tempat kerja," ucap Naya di sertai kekehan pelan. Tapi yang di ajak ngobrol memasang wajah datar. Arzan tidak banyak ekspresi saat bersama Naya. "Kita 'kan bukan pengantin yang sebenarnya!" sindir Arzan telak. Naya menahan perasaannya. Dia paham betul kalau Arzan pasti terpaksa menikah dengannya. Sama seperti dirinya yang menerima perjodohan dengan Arzan karena orangtua semata. Tapi Naya berusaha untuk menjalani semuanya. Apapun yang di lakukan Arzan padanya dia abaikan saat ini. "Kita pakai mobil siapa nih?" tanya Naya bingung karena mereka masing-masing membawa mobil. Sekarang mereka berdua harus pergi ke hotel karena semua orang sudah berkumpul di sana. Menginap semalam sebelum esok hari H pernikahan. "Terserah," jawab Arzan singkat, dia mengatakan kalimat itu bersamaan dengan dirinya membuka mobil pribadinya. Konyol! "Ya, sudah. Pakai mobil kamu saja." Lagi-lagi Naya mengalah dan masuk ke dalam mobil calon suaminya. Dia bisa meminta supir pribadinya untuk kembali sendiri dengan mobilnya. *** Tidak ada obrolan sama sekali di dalam mobil Arzan. Pria itu fokus menyetir di tengah kemacetan jalan ibu kota. Sedangkan Naya lebih memilih melihat ke luar jendela dari pada melihat wajah Arzan yang tertekuk. Bukk! Keduanya tersentak saat seorang pengendara motor memukul kaca mobil sisi kiri tepat di tempat duduk Naya. "MINGGIR KANAN DIKIT, BEGOK!" teriak pengendara motor itu samar Naya dan Arzan dengar dari dalam. "Sabar, Mas. Orang seperti itu jangan diladeni," bujuk Naya sambil mengusap lengan kekar Arzan. Rahang Arzan mengeras. Beruntung lampu rambu lalu lintas berubah hijau. Arzan langsung membelokan sedikit mobilnya ke kanan, memberi jalan pada pemotor tersebut agar bisa lewat. Bersamaan dia juga melajukan mobilnya. *** Setibanya di hotel, Arzan langsung keluar dari mobilnya dan melempar asal kunci mobil pada seorang juru parkir khusus hotel itu. Beruntung sang juru parkir tersebut waspada dan langsung menangkap kunci yang tamunya lempar. Naya yang merasa tidak enak langsung mengangguk pelan dan tersenyum pada sang juru parkir yang hendak masuk ke dalam mobil milik Arzan. "Mas, kamu kalau kesal jangan suka dilapiasin sama orang lain dong," saran Naya, langkah kakinya semakin cepat mengimbangi Arzan. "Lampiasin yang seperti apa maksud kamu?" tanya Arzan tanpa menatap lawan bicaranya, dia terus berjalan menuju Lift. Dan akhirnya langkah kakinya terhenti di depan lift. "Ya kaya tadi, kamu bersikap tidak sopan dengan juru parkir," ungkap Naya. "Gak usah lebay kamu tuh! Dia udah biasa menerima kunci mobil seperti itu," kelit Arzan. Ting! Arzan menghela napas kasar sebelum masuk ke dalam lift. Disusul oleh Naya di belakangnya. Pria itu langsung menekan tombol 9 di mana lantai kamarnya berada. Tidak butuh waktu lama, lift berhenti di lantai 9 dan pintu lift pun terbuka. Arzan langsung keluar tanpa ada niat sedikitpun mengajak Naya. Pria itu dengan cueknya berjalan menuju kamarnya. Sudah sejak kemarin semua anggota keluarga mendapat kunci kamar masing-masing. Begitu juga calon pengantin. Keduanya mendapat kamar masing-masing sebelum resmi menjadi suami istri. Tapi kamar pengantin keduanya sudah siap di sebuah kamar yang lebih mewah dan sudah di dekor sedemian romantisnya. Arzan mengeluarkan sebuah kartu dari tas tangannya dan menempelnya di sebuah alat yang bisa menditeksi fungsi kartu itu. Ceklek! Pintu itu pun terbuka dan Arzan langsung masuk ke dalam kemudian menutup pintu kamarnya dengan keras tanpa memikirkan perasaan Naya yang berdiri mematung di pintu sebelah kamar Arzan. Kepala Naya menggeleng melihat kelakuan calon suaminya, haruskah pernikahan ini terjadi? Pikir Naya berulang. Tapi dia bisa apa jika orangtuanya sudah memutuskan. *** Arzan menjatuhkan dirinya di atas kasur hotel yang berukuran besar dan empuk itu. Matanya menatap sebuah manekin di pojok kamarnya yang menggunakan jas pernikahannya yang akan dia pakai besok. Dia berharap bisa bertukar peran dengan manekin itu. Konyol! Seharusnya dia menjadi pria yang paling bahagia di hari pernikahaannya, bagaimana tidak karena semua sudah disiapkan oleh team perancang pernikahan yang terkenal. Dia hanya tinggal membawa diri saja. Biaya pun keluarganya yang mengeluarkan semuanya. Arzan mengusap kasar berkali-kali wajahnya. Bukan masalah pernikahaannya tapi dengan siapa dia menikah, itu hal yang utama baginya. "Sialan kamu Naya! Aku akan buat kamu tidak bahagia dalam pernikahan ini!" gumam Arzan dengan rahang mengeras. Kemudian dia memukul kasur itu berulang kali melampiaskan emosinya hingga akhirnya dia berhenti karena lelah dan tertidur dalam emosi. *** Sementara itu Gayatri sedang menikmati ice cream cokelat di sebuah cafe. Mengembalikan mood-nya dengan cokelat adalah pilihan Gayatri saat ini. Dia tidak mau larut dalam kesedihan. Besok Arzan sudah resmi berstatus sebagai suami orang, sudah takdirnya seperti itu. Yang menjadi dilemanya saat ini, harusnya dia datang ke pesta pernikahan Arzan dan Naya besok?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN