5. Topeng

1613 Kata
Di hadapan Bisma, Ayu selalu berusaha untuk terlihat kuat. Ia tidak mau bersedih di depan suaminya itu dan sebisa mungkin ingin mendominasi Bisma agar posisinya tidak betul-betul menyedihkan setelah apa yang dilakukan Bisma padanya. Sejujurnya, perselingkuhan bukanlah sesuatu yang bisa diterima dan dimaafkan oleh Ayu. Sebab Ayu selalu menginginkan kesempurnaan dalam hidupnya, dan perselingkuhan adalah sesuatu yang akan merusak kesempurnaan itu. Merusak kesempurnaan rumah tangganya dari dalam, juga di mata orang-orang. Tentu Ayu tidak mau itu, meski sebetulnya percuma saja, toh kasus perselingkuhan ini sudah sukses meretakkan hubungannya dengan Bisma. Membuat mereka kian menjauh. Seringkali Ayu baca, selingkuh itu merupakan sebuah penyakit. Siapapun yang telah berselingkuh, kemungkinan besar akan melakukannya lagi. Karena itulah, sulit bagi pasangan yang diselingkuhi untuk percaya lagi pada pasangannya yang berselingkuh. Ayu pun tahu bahwa dirinya sudah tidak akan bisa percaya lagi pada Bisma karena pengkhianatan yang telah dilakukannya. Hanya saja, Ayu juga tidak ingin berpisah dari Bisma. Ada banyak sekali hal yang harus menjadi pertimbangan. Image mereka di mata orang-orang, keluarga besar Ayu, anak-anak mereka, hingga perasaan Ayu sendiri. Walau Ayu memang sudah lama tidak menunjukkan perasaannya, namun perasaan yang dimilikinya untuk sang suami masih utuh dan sama sekali tidak pernah berubah. Cinta Ayu untuk Bisma masih sama besarnya seperti dulu.  Begitu mengetahui perselingkuhan yang dilakukan Bisma dua bulan lalu, hati Ayu sungguh sakit. Dirinya memang berlagak biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa di depan Bisma, namun tanpa sepengetahuan sang suami, Ayu selalu menangis setiap kali Bisma tidak berada di rumah. Dan semakin Ayu mengorek informasi tentang perselingkuhan Bisma, semakin ia merasa sakit hati. Ayu pun sempat kehilangan percaya diri karena wanita selingkuhan Bisma. Melihatnya membuat Ayu merasa kurang segalanya.  Kesedihan yang Ayu simpan selama dua bulan disadari oleh orang-orang sekitarnya. Mulai dari teman-temannya, pekerja di rumahnya, hingga keluarganya. Namun, Bisma sama sekali tidak menyadari itu, membuat Ayu menyadari bahwa sang suami sudah tidak peduli lagi padanya. Bahkan kedua anak-anak mereka pun menyadari kesedihan sang ibu dan pernah memergokinya saat menangis. "Mama sedih karena Papa ya?" itu yang ditanyakan oleh Rafa, putra sulungnya, ketika mereka melihat sang ibunda menangis. "Akhir-akhir ini Mama nangis terus. Kita suka liat." Sementara si bungsu Revo langsung memeluk Ayu. "Mama jangan sedih." "Mama nggak sedih kok." Ayu segera mengusap airmatanya dan tersenyum pada sang buah hati supaya terlihat biasa-biasa saja. Tetapi, mereka sudah cukup besar untuk mengerti bahwa ada yang tidak beres dengan ibu mereka. Terlebih lagi Rafa yang sebentar lagi akan tamat dari sekolah dasar. Ia sudah mampu berpikir tentang penyebab di balik kesedihan ibunya. Dan sang ayah adalah orang pertama yang disalahkan oleh Rafa. "Soalnya akhir-akhir ini Papa sibuk terus," ujar Rafa. "Papa juga udah jarang punya waktu buat kita." "Enggak, Sayang. Bukan begitu." Rafa menggelengkan kepala. "Karena Papa udah buat Mama sedih, Rafa jadi benci Papa." "Revo juga benci Papa. Revo nggak mau Mama sedih karena Papa." Ayu mengusap wajah kedua anaknya dan kembali menggelengkan kepala guna meyakinkan mereka. "Mama bukan sedih karena Papa, jadi kalian jangan benci Papa, ya? Kalau kalian benci Papa, Mama malah sedih beneran." Dan Ayu tersenyum setelah dilihatnya Rafa dan Revo menganggukkan kepala, memercayai kata-katanya. Meski Ayu sungguh merasa sakit hati kepada Bisma, namun dirinya tidak ingin anak-anak mereka membenci ayahnya sendiri. Ayu ingin mereka memiliki kehidupan yang normal dengan figur orangtua lengkap dan keluarga yang akur. Perselingkuhan Bisma tidak boleh sampai merenggut itu dari mereka. Dua buah hatinya itulah yang pada akhirnya menjadi sumber kekuatan bagi Ayu dan memotivasinya untuk bangkit, serta mengakhiri perselingkuhan Bisma. Dimulai dengan mengumpulkan bukti, membalas dendam, hingga membuat Bisma tidak menemui perempuan menjijikan itu lagi. Ayu pikir, usaha yang dilakukannya sudah berhasil setelah ia berhasil mempermalukan perempuan itu, memberikannya ancaman, serta membatasi ruang gerak Bisma agar tidak bertemu lagi dengan selingkuhannya sebelum mereka bisa menata lagi rumah tangga dengan baik. Namun, ketika Ayu pikir apa yang dilakukannya telah berhasil dan membuat keadaan membaik, ia justru mendapat sebuah pesan yang mengejutkan. Pesan itu berasal dari sebuah nomor yang tidak dikenal. Pengirim pesan itu mengirimkan foto sebuah test pack dengan dua garis merah, tanda jika siapapun yang telah menggunakan test pack tersebut sedang hamil. Dan di bawah foto yang telah dikirimkan itu, ada serentetat kalimat yang berisi; Ini anak suami kamu. Saya bakal datang menemuinya sebentar lagi karena dia harus tanggung jawab. I don't care anymore what you will do. Ancaman kamu nggak berarti apa-apa lagi buat saya. Meski tidak ada nama pengirim pada pesan tersebut, tetapi Ayu tentu tahu siapa pelakunya. Perempuan b******k itu. *** Pertengkaran fisik antara Ayu dan Shasha nyaris saja terjadi, andai Bisma tidak cepat-cepat memisahkan mereka berdua, tepatnya menarik Shasha menjauh dari Ayu yang mengamuk dan nyaris melayangkan satu pukulan di wajah Shasha. "BERANI-BERANINYA KAMU KESINI!" teriak Ayu kencang, nyaris histeris. "APA KAMU UDAH NGGAK PUNYA MALU?" Bisma sedikit merasa bersyukur karena ruang kerjanya dirancang kedap suara, walaupun dirinya tidak benar-benar yakin jika ruangan ini masih mampu meredam teriakan Ayu. Ia yakin, orang-orang di kantornya sekarang pasti sedang menebak-nebak apa yang terjadi akibat kedatangan Shasha yang memaksa untuk bertemu dengannya, serta kedatangan Ayu yang penuh emosi. Ayu beralih pada Bisma dan tertawa sinis melihat bagaimana kini suaminya itu berdiri di hadapan Shasha. Melindunginya. "UDAH GILA KAMU, MAS?!"  Bisma menghela napas dalam. "Please, tenang dulu, Ayu..." "GIMANA BISA AKU TENANG DI SAAT ADA PEREMPUAN MURAHAN INI DISINI?!" "Tapi kamu harus tenang kalau nggak mau orang lain dengar!" Bisma sedikit berseru. "Kamu mau masalah rumah tangga kita jadi konsumsi orang-orang?" Ayu melengos. Tersadar bahwa perkataan Bisma ada benar-benarnya. Jika ia terus-terusan histeris, ada kemungkinan orang-orang yang berada di luar ruangan ini bisa mendengar. Ayu tentu tidak mau orang lain tahu karena tidak ingin image serta harga diri keluarganya tercoreng. "Kita bicarakan ini baik-baik, oke?" pinta Bisma. Ayu mendelik pada sang suami dan juga Shasha, sebelum mendudukkan dirinya di atas sofa. Seharusnya, mereka semua patut bertepuk tangan melihat bagaimana Ayu bisa mengontrol emosinya sebaik ini. Hanya saja, Shasha justru tertawa. "Kamu segitunya nggak mau image kamu rusak ya?" sindirnya. "Kamu nggak ada hak untuk mengomentari saya. Know your place, bitch." "Kamu yang nggak ada hak untuk mengatur saya mau berkomentar apa, karena itu hak saya." "Ternyata kamu setidak tahu diri ini ya? Saya betul-betul prihatin." "Saya lebih prihatin sama kamu." Shasha membalas sembari memandang Ayu dengan cara meremehkan. Ayu sudah hendak kembali berdiri dan meledakkan emosinya, namun Bisma menahan istrinya itu. "Tolong, kita bicarakan ini baik-baik. Aku mohon." Setelah beberapa helaan napas dari Ayu yang mencoba untuk menenangkan diri, pada akhirnya mereka bertiga duduk berhadapan di sofa yang ada di ruang kerja Bisma. "Make it quick. Aku nggak mau lama-lama ada di ruangan yang sama dengan perempuan ini," ujar Ayu pada Bisma sembari menunjuk tajam Shasha. Bisma mengangguk. "Oke." Tepat setelah Bisma mengatakan itu, Shasha meletakkan test pack secara kasar ke atas meja yang ada di depan mereka. "Karena kamu nggak mau basa-basi, jadi langsung aja," ujarnya tenang. "Aku hamil anaknya Mas Bisma." Ada keheningan yang tercipta usai Shasha menyampaikan itu. Hening yang membuat atmosfer di sekitar mereka terasa berat. Ayu terlebih dahulu melengos sebelum pada akhirnya menatap Shasha dingin. "Saya nggak percaya itu anak suami saya. Kamu bisa saja mengarang cerita atau itu anak orang lain, mengingat bagaimana buruknya reputasi kamu." "Ini anak Bisma," tegas Shasha sekali lagi. "Kamu bisa tanya sama suami kamu sendiri. Dia pasti ngerasa kalau ini memang anaknya." Kini semua tatapan dua wanita yang ada di ruangan itu tertuju pada Bisma. Seperti seorang pengecut, rasanya Bisma ingin menciut dan lari dari situasi sekarang. Tapi tentu saja dia tidak bisa melakukan itu. "Kasih tau aku kalau itu nggak benar, Mas," ujar Ayu. Bisma tidak menjawab dan menghindari tatapan mata Ayu. "Itu bukan anak kamu, kan?!" Bisma masih tak kunjung mengatakan apa-apa." "MAS!" Seruan keras Ayu berhasil membuat Bisma menggumamkan sesuatu, "Maaf..." Ayu yang mendengarnya spontan memegangi kepala dan tertawa pahit. Entah bagaimana harus mendeskripsikan perasaannya sekarang. Di saat Ayu merasa semua rencananya berhasil untuk menjauhkan Bisma dan perempuan itu serta mengakhiri hubungan mereka, kabar ini dalam sekejap mata menghancurkan segalanya. Mereka berdua sudah menghancurkan hati Ayu hingga berkeping-keping. Dan kini, kepingan itu semakin hancur, tergerus halus hingga sakitnya menyebar dengan sangat cepat. Ayu kehilangan kata-kata. Diamnya Ayu dimanfaatkan Shasha untuk kembali bicara. "Saya mau Mas Bisma tanggung jawab, karena ini anak dia. Saya udah nggak peduli lagi sama ancaman kamu, mau kamu menyebarkan saya sebagai selingkuhan Mas Bisma ke sepenjuru Indonesia pun saya nggak peduli lagi. Mau kamu hancurkan hidup saya bagaimana pun, nggak akan merubah kenyataan kalau saya mengandung anak Mas Bisma sekarang." Ayu tercekat. Meski ia masih memasang ekspresi tenang, namun kini dadanya sudah terasa sangat sesak menahan semua rasa sakit yang disebabkan oleh mereka berdua. "Saya juga nggak mau menggugurkan kandungan saya. Dan kalau sampai kalian berdua memaksa untuk menggugurkan kandungan ini, terutama kamu, Ayu, saya akan melakukan segala cara untuk menyeret kamu ke polisi dan membuat kamu bersalah." "Shasha-" "Aku serius, Mas." Shasha memotong apapun itu yang hendak dikatakan oleh Bisma. "Jadi, aku minta Mas Bisma tanggung jawab atas anak ini." Rasanya Ayu ingin marah, ingin berteriak di depan mereka semua, dan ingin menyakiti Shasha serta Bisma. Tetapi, ia sama sekali tidak mampu melakukan itu. Topeng kuat yang selalu dikenakannya sejak ia mengetahui perselingkuhan ini perlahan mulai runtuh seiring dengan airmata yang turun mengalir dari pelupuk matanya. Sebelum topeng itu semakin runtuh dan airmatanya kian mengalir deras, tanpa mengatakan sepatah kata pun, Ayu bangkit dari duduknya dan berlari meninggalkan ruangan Bisma. Untuk yang pertama kalinya, Ayu membiarkan dirinya terlihat di mata Bisma, dan di mata semua orang yang melihat. Tangisan itu perlahan berubah menjadi isakan seiring dengan langkah Ayu yang semakin menjauh dari orang itu. Satu hal lagi yang semakin membuat hatinya sakit, Bisma sama sekali tidak mengejarnya dan membiarkan begitu saja Ayu pergi bersama dengan tangisan dan sakit hatinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN