0. Prolog
PLAK.
Tamparan itu sangat keras, meninggalkan rasa pedas yang merambat di wajah Shasha, bahkan sampai membuat telinganya terasa berdenging. Ia menggigit bibir bagian dalamnya kuat-kuat, menahan airmata yang mengancam keluar karena demi apapun, rasanya sakit sekali.
Semua orang yang ada di lobi rumah sakit itu memandang ke arah Shasha yang baru saja ditampar, serta pada wanita yang menjadi pelaku penamparan tersebut. Mereka semua bertanya-tanya, ada masalah apa? Kenapa seorang dokter ditampar begitu? Apa baru saja terjadi sebuah malpraktek?
“Sakit di pipi kamu nggak akan sebanding sama sakit di hati saya.” Wanita yang dikenali Shasha sebagai Ayu itu berujar, memandang dingin pada Shasha yang masih memegangi pipinya. “Dasar murahan.”
Lantas, Ayu melemparkan beberapa lembar foto ke wajah Shasha, membuat foto-foto itu pada akhirnya terlempat dan bertebaran di lantai. Semua orang disana jadi bisa melihat foto-foto itu. Foto sepasang wanita dan pria tanpa busana yang sedang bercengkerama dengan mesra. Shasha tidak tahu bagaimana Ayu berhasil mendapatkan foto itu, namun ia tahu kalau foto-foto itu berasal dari ponsel Bisma, suami sah Ayu sekaligus kekasih Shasha sekarang. Mereka memang sering mengabadikan foto mesra sehabis berhubungan. Sesuatu yang sebenarnya bodoh karena meninggalkan jejak digital, namun kebiasaan itu sulit untuk mereka hilangkan.
Orang-orang disana banyak yang terkesiap setelah tanpa sengaja melihat foto-foto itu. Mereka pun jadi tahu, oh ternyata bukan malpraktek tapi ada pelakor. Bahkan beberapa di antara mereka ada yang merekam kejadian ini, berniat untuk mengunggahnya di media sosial dan membuatnya viral, seperti kebanyakan video-video perebut suami orang lainnya.
“Padahal kamu menyandang nama keluarga yang terhormat, tapi ternyata kelakuan kamu busuk. Sampah. Saya penasaran, seperti apa respon keluarga kamu sekarang setelah melihat semua foto itu dan tau kalau ternyata kamu berselingkuh sama suami orang? Saya sudah mengirimkan semua bukti ke mereka, kalau-kalau kamu mau tau.”
Shasha menggertakkan gigi kesal. Setelah sedari tadi hanya diam, akhirnya ia bersuara. “Urusan kamu sama saya, jadi nggak seharusnya kamu bawa-bawa keluarga saya.”
Ayu tersenyum sinis. “Salah kamu sendiri, kenapa mengusik keluarga saya duluan.”
“Dan kamu cuma mau nyalahin saya? Kenapa nggak ikut nyalahin diri kamu sendiri juga? Suami kamu nggak akan nyari yang lain kalau nggak ada yang nggak beres sama kamu!”
PLAK.
Satu tamparan kembali mendarat di pipi Shasha yang satunya. Kedua tangan Shasha mengepal erat, sekuat tenaga ia menahan diri untuk tidak membalas. Karena kalau sampai ia memberikan sebuah balasan, masalah ini akan semakin berbuntut panjang.
“Jaga bicara kamu, jelas yang salah kamu karena udah selingkuh sama suami orang!” seru Ayu dengan suara keras, sampai-sampai lebih banyak orang lagi menonton mereka. Beberapa sekuriti rumah sakit pun mulai berdatangan, ingin melerai. “Sekarang saya peringatkan kamu, jangan pernah ganggu keluarga saya lagi. Jangan pernah datang ke suami saya lagi.”
“Kalau saya nggak mau?” tantang Shasha dengan berani. “Dan kalau suami kamu nggak mau?”
“Saya akan ngehancurin hidup kamu lebih daripada ini.”
Hanya itu yang dikatakan oleh Ayu sebelum dirinya berbalik pergi, tepat sebelum sekuriti sampai untuk memisahkan mereka. Ayu meninggalkan Shasha yang wajahnya memerah dan berdiri di antara foto-foto syur yang bertebaran di lantai. Shasha ditonton oleh semua orang. Rasanya malu dan juga kesal.
Dari bisik-bisik orang-orang yang ada di sekitarnya, Shasha bisa mendengar semua orang menggosipinya, mengejeknya, dan menyalahkannya karena telah berselingkuh dengan suami orang.
Shasha tahu, perbuatannya memang salah. Akan tetapi, dalam sebuah perselingkuhan, apakah hanya orang ketiga yang bersalah sementara dua orang lainnya murni adalah korban? Terlebih lagi, selalu saja pihak perempuan yang dianggap lebih salah, sementara pihak laki-laki tidak.
Padahal, sebuah perselingkuhan bisa terjadi karena sebuah sebab-akibat. Dan tidak semua sebabnya karena si laki-laki kegatalan. Bisa saja, ada faktor internal lainnya.
Hanya saja, orang-orang tidak akan mau mengerti. Stigma yang ada di dalam masyarakat hanya akan menyalahkan si orang ketiga. Dan Shasha adalah orang ketiga, sehingga ia akan disalahkan sendirian dan dianggap hina sendirian.