"Kenalin, dia istriku," jawab Bastian berdiri dari duduknya menyambut kedatangan seorang perempuan yang memakai dres warna hitam polos sebatas lutut.
Wanita itu menatap intens ke arah Rinjani kemudian tersenyum tipis. "Hai, kenalin, Aku Dewi teman sekolah Bastian."
Rinjani berdiri dengan senyum ramah, kemudian menyambut uluran tangan teman lama suaminya. Bersyukur Rinjani ucapkan dalam hati, kala dia diakui sebagai istri.
"Rinjani. Biasa dipanggil Jani!"
"Nama yang bagus. Kamu cantik sekali, pantas saja lelaki ini menjadikanmu istri. Aku rasa, kamu juga wanita yang pintar," puji Dewi sambil menelisik penampilan Rinjani.
"Jangan berlebihan Nona. Aku hanya wanita biasa," ucap Rinjani merendah.
"Suatu saat nanti kita akan banyak berbincang. Sekarang, aku tidak bisa lama karena harus ada pertemuan penting dengan seseorang," jawab Dewi.
Bastian mengangguk, menatap kepergian Dewi kemudian duduk. Seketika, suasana menjadi dingin seperti cuaca yang dirasakan Rinjani saat ini.
"Kamu tidak ingin bertanya dia siapa?" Bastian menatap wajah cantik istrinya yang tampil sederhana tanpa makeup.
Rinjani yang menunduk lantas menaikkan pandangannya hingga keduanya saling tatap.
"Apa yang harus aku tanyakan? Sedangkan dia sudah memperkenalkan diri sebagai teman sekolahmu," jawab Rinjani dengan senyum tipis.
Rambut yang sedikit berkibar karena angin malam membuat kesan natural dan semakin membuat Bastian panas dingin. Rasanya, Bastian tak ingin mengedipkan matanya barang sedetik.
"Biasanya wanita tak akan puas dengan apa yang dia dengar saja," ucap Bastian.
"Jika aku bertanya, apa dia mantan kekasihmu, kau akan menjawab dengan jujur?"
Pertanyaan dari Rinjani membuat Bastian sedikit aneh. Meski keadaan yang sebenarnya, antara dia dan Dewi benar sebagai teman lama.
"Aku rasa kau tahu siapa saja seseorang yang pernah aku suka," jawab Bastian pada akhirya.
Rinjani tertawa pelan, suaminya ini memang aneh dan sok cuek. Padahal di dasar hatinya dia was-was, kalau pasangannya marah. Selesai degan makananannya, kedunya pulang ke hotel.
Besok masih ada acara untuk belanja, sebelum mereka kembali ke Jakarta dan melakukan aktifitas seperti biasa.
"Ayo kembali!" Bastian mulai berdiri dan mengambil sejumlah uang untuk membayar makan malamnya.
Rinjani meraih tangan Bastian yang terulur ke arahnya. Keduanya kemudian berjalan keluar dari restoran menuju hotel. Malam bukannya semakin sepi, namun semakin rame dengan berbagai aktivitas wisatawan.
Semilir angin mulai berhembus halus menerpa kulit Rinjani. Bastian merangkul bahu istrinya dan berjaan sedikit tergesa agar dingin tak terlalu lama dirasakan keduanya. Selama perjalanan menuju kamar, keduanya tak ada yang mau berbicara.
Rinjani pun terasa enggan memulai pembicaraan. Wanita cantik itu tak mau memantik rasa kesal suaminya yang moodnya tak bisa dipredeksi. Bisa lebih intim seperti sekarang saja, sudah membuat Rinjani merasa bahagia.
Meski kebersamaan dan kenyamanan yang dulu dia dapatkan dari Bastian sedikit hilang, nyatanya, Rinjani tak merasa kecil hati. Semua berawal dari pengungkapan rasa cintanya, berlanjut ke Alesya yang tiada karena kecelakaan.
"Kalau mau ke kamar mandi, silakan duluan saja! Aku akan membersihkan wajah dulu, sambil nyiapin baju untuk kamu," ucap Rinjani setelah sampai di kamar hotel.
Bastian hanya menatap istrinya dengan anggukan saja. Tak lama lelaki berbadan kekar itu meninggalkan Rinjani yang masih menatapnya penuh cinta.
"Dulu, kamu tak sedingin sekarang, Bas! Detik ini pun, kita sudah menjadi suami istri. Namun, kita serasa orang jauh yang baru saling kenal," monolog Rinjani sambil menghela nafas panjang.
Rinjani mulai menyiapkan baju ganti untuk dirinya dan juga untuknya. Sambil menunggu Bastian selesai, wanita cantik itu menggulung rambutnya asal. Lalu, mulai membersihkan wajahnya.
Menit berlalu, keduanya sudah berada di atas tempat tidur. Rasa canggung kembali menyelimuti keduanya. Rinjani yang tak bisa bertahan lebih lama dengan suasana seperti saat ini, membuat wanita cantik itu memunggungi suaminya.
Nyatanya, gerakan pelan Rinjani membuat Bastian terusik. Lelaki tampan itu menoleh dan merengkuh tubuh Rinjani dari belakang. Senyum tipis tersirat di bibir wanita berambut panjang itu, sebelum akhirnya keduanya terlelap untuk tidur.
*
'Ck! Kenapa lelaki itu terus menatap ke arah Jani?' tanya Bastian menahan kekesalan saat sarapan bersama di restoran hotel, tempat mereka menginap.
Bastian menelisik penampailan istrinya yang tidak ada salah memakai baju. Bahkan sejak dulu, istrinya tak suka memakai pakaian yang terbuka. Namun entah kenapa, ada tatapan li*r dari lelaki lain ke arah Rinjani.
'Sepertinya pengen aku congkel pakai garpu,' ucap Bastian masih dengan kemarahannya.
"Bas ...! Kamu kenapa?" tanya Rinjani yang memahami keadaan suaminya diam dengan tatapan kesal.
Bastian sedikit kaget dengan pertanyaan istrinya. Namun dengan cepat, dia bisa menguasai dan hanya menggeleng sambil meneruskan sarapannya.
Rinjani yang tak puas dengan jawaban suaminya mencoba mencari tahu sendiri. Berniat ingin melihat ke arah samping kirinya, namun gerakan dihentikan oleh Bastian.
"Jangan tolah-toleh!"
"Kenapa?" Rinjani bertanya dengan menatap penasaran ke arah Bastian.
"Ada seseorang yang sedang memperhtikanmu sejak tadi," jawab Bastian yang akhirnya mengakui situasi yang berusaha dia tutupi.
"Biarkan saja. Kenapa kamu repot meladeni orang itu?"
"Dia warga asing yang terus menatap aneh kepadamu," ucap Bastian dengan nada kesal.
"Nanti dia juga capek sendiri. Cepat kamu sarapan agar kita bisa secepatnya pergi dari sini!" titah Rinjani menatap lekat ke arah suaminya.
Bastian hanya memakan satu potong sandwichd kemudian menyeruput kopi. "Ayo pergi!"
Rinjani hanya mengangguk kemudian mengikuti langkah suaminya. Keduanya menuju mobil untuk pergi ke mall dan berbagai pusat oleh-oleh khas Bali.
Besok pagi, keduanya akan pulang ke Jakarta. Hari ini, akan menjelajah wisata yang belum sempat mereka kunjungi.
"Mau beli oleh-oleh apa?" Rinjani melihat keadaab sekitar mall yang sudah rame, meski baru beberapa menit buka.
"Terserah kamu saja. Kamu yang lebih paham dengan keluargaku," jawab Bastian.
'Kenapa harus terserah? Dasar lelaki!' Rinjani hanya mampu menggerutu dalam hati.
Rinjani memilih beberapa barang unik untuk keluarganya maupun kekuarga Bastian. Lelaki tampan itu setia dan berusaha sabar mengikuti langkah istrinya yang gesit.
Ada rasa kesal menemani belanja Rinjani. Namun, ada juga rasa tak rela kala ada lelaki lain yang menatap penuh damba kepada Rinjani.
"Kamu ada barang yang harus dibeli tidak?" Rinjani berbalik badan menatap suaminya yang mendorong troli belanjaan.
"Aku pengen lihat koleksi baju di mall ini," jawab Bastian.
"Ayo! Kita bayar dulu aja biar nanti paj sopir urus belanjaan ini," ucap Rinjani.
Bastian menurut dengan rencana istrinya. Setelah antri beberapa menit, mereka selesai membayar. Bastian menelpon sopir, agar mengurus belanjaannya karena mereka masih ingin berkeliling mall.
*
Seharian ini pengantin baru benar-benar menikmati kebersamaan. Keduanya belanja banyak makanan juga barang-barang antik untuk oleh-oleh. Mereka juga makan siang bersama di salah satu restoran khusus makasakan Bali.
"Habis makan ke hotel dulu ya? Cuaca juga masih panas untuk kita lanjut jalan-jalan," ucap Bastian sambil menatap lekat ke arah istrinya.
"Tapi janji sore ini kita ke pantai," jawab Rinjani dengan tatapan serius.
"Iya." Bastian menjawab dengan nada serius. Rinjani tersemyum tipis dengan bola mata berbinar.
'Melihat senyum dan sorot mata yang teduh ini, membuat hati kecilku bahagia. Tetapi, saat ingat Alesya aku membenci segala hal tentangmu, Jani!'
Dalam perjalanan ke hotel, Rinjani tertidur di mobil. Bastian membiarkan wanita cantik itu tidur di pundaknya. Sesekali, tatapannya tertuju pada wajah ayu nan sederhana.
'Jangan sampai aku jatuh cinta padamu, Jani. Persahabatan kita telah hancur saar Alesya pergi dari hidupku. Aku menikahimu karena kakek dan segala peraturan yang harus aku jalani,' ucap Bastian dalam hati.
Mobil terhenti di depan hotel bintang lima. Dengan sengaja Bastian tak membangunkan istrinya.
"Pak, tolong bawakan semua barang ini ya? Saya akan menggendong istri saya," ucap Bastian sambil mengangkat tubuh Rinjani menuju kamarnya.
Bastian menidurkan Rinjani lalu menyelimutinya. Menatap sejenak wajah cantik nan damai saat mata terpejam. Entah apa yang dirasakan lelaki tampan itu, sebelum akhirnya mengacak rambut cepaknya dan pergi ke kamar mandi.
Sore hari menjelang, sekitar jam empat pasangan suami istri itu kembali keluar ke pantai yang jaraknya tidak jauh dari hotel. Pantai kuta terkenal dengan segala keindahannya. Semilir angin mulai menerbangkan rambut bahkan dress lengan pendek dengan panjang menutup mata kaki.
Suasana riuh pengunjung membuat Rinjani menatap takjub dengan senyum tipis nan menawan. Bastian berjalan dibelakang istrinya dengan langkah pelan, tangan kanan masuk ke dalam celana pendek yang dia kenakan.
Bastian mengambil ponsel dari dalam saku celana kemudian mencuri beberapa gambar Rinjani yang sedang bergerak lincah mendekati air laut. Sesekali wanita cantik itu berputar dan memanggil sang suami.
Terkadang tawanya menggema bersahutan dengan deburan ombak yang mendekat menyapa kaki telanjang Rinjani.
"Kemarilah Bas! Kakimu akan terasa dingin saat terkena air laut," ucap Rinjani sedikit berteriak.
Bastian mendekat menaruh sendal di tepian pantai.
"Kamu sengaja ingin basah-basahan?" tanya Bastian setelah berada di sampig istrinya.
Rinjani menggeleng, "Aku enggak bawa ganti!"
"Bermain di tepian saja. Semakin sore, akan membuat suasana pantai semakin indah untuk dipandang," ucap Bastian.
"Boleh aku meminta sesuatu?" tanya Rinjani menatap ragu ke arah suaminya.
Untuk beberapa detik, Bastian hanya diam, namun tak lama, lelaki tampan yang terkesan dingin itu menjawab, "Apa?"
"Maukah kamu foto berdua denganku?"
Bastian mengangguk tanpa ragu. Hanya sekadar foto, untuknya tak jadi masalah. Toh,beberapa saat lalu, dia juga mencuri gambar istrinya. Aneh memang, tetapi sesuatu hal yang membuat Bastian merasa senang dalam versi berbeda.
Rinjani ingin berlonjak girang. Sayangnya dia urungkan karena takut Bastian berubah pikiran. Wanita itu mulai mengambil ganbar dengan posisi mesra. Meski selfi, tetapi hasil fotonya tetap bagus.
'Begini saja dia merasa sesenang itu,' monolog Bastian sambil menatap sekilas ke arah Rinjani yang fokus pada layar ponselnya.
Senyum tak pernah pudar dari bibir Rinjani. Wanita menikmati keindahan pantai dengan versinya sendiri. Dia tak mau memaksakan kehendak terhadap suaminya yang terlihat biasa saja. Bagi wanita cantik itu, tak masalah jika dia belum diterima sepenuhnya oleh Bastian.
Asal tidak ditinggalkan atau dimanfaatkan, kelak cinta akan hadir pada hati lelaki tampan yang kini berdiri menatap lautan lepas.