Warna jingga mulai terlihat di langit dengan suara burung camar yang begitu nyaring. Seolah suaranya sedang berlomba membentuk melodi bersama deburan ombak.
Rinjani berjalan pelan meninggalkan suaminya yang duduk ditepian pantai. Wanita itu asik bermain pasir dan berkejaran dengan ombak yang datang menyapa tepian pantai. Bahkan, dress yang dikenakan sudah setengah basah.
"Jani ...!" Bastian melambaikan tangan kepada istrinya agar mendekat.
Rinjani menoleh, tanpa suara, dia akhirnya mendekat ke arah suaminya kemudian bertanya. "Ada apa?"
"Duduklah! Kamu sejak datang tidak istirahat. Aku sedang pesan kelapa muda. Menikmati senja akan lebih indah kalau duduk berdua di tepi pantai," jelas Bastian.
'Tumben sekali bicaranya sedikit masuk akal,' monolog Rinjani dalam hati.
Rinjani mengambil tempat di sebelah kiri suaminya beralaskan karpet yang cukup untuk duduk berdua. Mungkin Bastian menyewanya atau tersedia di mobil. Rinjani tak mau memikirkan hal sepele itu. Tak lama dua kelapa muda tersaji di depannya.
Sambil menikmati air kelapa, lalu memandang laut lepas dengan cahaya jingga sebagai pelengkapnya.
'Nikmat mana yang kau dustakan ya Allah,' ucap Rinjani dalam hati.
Merasa tak ada percakapan dari suaminya, Rinjani mulai bosan. Hal itu membuat jiwa keingintahuan wanita cantik itu terusik.
"Apa kamu bosan, Bas?" tanya Rinjani menghadap ke arah suaminya. Agar bisa menatap wajah tampan itu dengan leluasa.
"Tidak. Aku juga sedang menikmati suasana sore ini," jawab Bastian dengan nada datar.
"Kalau kamu bosan bilang saja, aku tidak masalah kalau kamu ingin kembali ke hotel. Lagian kita—"
"Kita akan menikmati senja sampai matahari benar-benar tenggelam Jani! Jangan mulai berasusmi yang tidak-tidak." Bastian memotong ucapan istrinya.
Secara tidak langsung ucapan Bastian membuat Rinjani merasa lega. Wanita cantik itu selalu berpikir, kalau dirinya hanya menjadi beban atau penghalang suaminya saja.
'Kenapa diriku masih saja takut, Bas! Takut kalau rasa yang kau berikan padaku hanya semu saja,' ucap Rinjani dalam hati.
Sore menuju malam, keduanya lalui dengan sedikit obrolan. Bastian juga tidak mau kalau Rinjani curiga akan segala rasa yang ia punya.
*
Hampir dua jam Bastian dan istrinya di pinggir pantai. Setelah senja benar-benar tak terlihat, keduanya memutuskan beranjak untuk mencari makan malam. Pilihan Rinjani masuk ke restoran seafood.
Rasa lapar mulai terasa setelah dia memesan beberapa ikan, udang bahkan kepiting. Aroma bumbu masakah mendominasi penciuman Rinjani.
"Rasanya aku tidak sabar untuk menunggu lebih lama," ucap Rinjani sambil mengelus perutnya yang lapar.
Bastian tersenyum, "Kalau lapar sejak tadi kenapa ditahan?"
"Bukan ditahan, Bas. Aku terlalu sayang melewatkan suasana sore di pinggir pantai."
Bastian berdecak sambil menggelengkan kepala. Tak lama, pesanan makan malam sudah memenuhi meja.
"Kamu harus menghabiskannya, Jani!"
"Kita berdua, Bas!"
"Kau sengaja ingin membuat aku gendut!"
Rinjani tertawa karena merasa lucu dengan jawaban Bastian.
"Kalau kamu gendut akan sangat lucu, Bas!"
"Enak saja!"
Keduanya tertawa, menikmati hidangan yang lezat bersama orang yang kita cintai tentu akan menambah citra rasa makanan semakin nikmat. Bahkan Bastian pun tak menyadari akan rasa nyaman dan rasa keterbukaan kepada sang istri.
Seolah melupakan segala rencana balas dendam yang ingin ditujukan kepada sang istri.
*
Sampai di hotel, Rinjani tak langsung mandi. Wanita itu mulai menyiapkan barang-barang yang harus di packing. Karena besok jadwal penerbangan jam sepuluh siang. Takut bangun kesiangan, Jani memilih mengemas semua barang malam ini saja.
"Sudah malam, Jani! Mending kamu istirahat. Masih ada waktu besok pagi sebelum kita berangkat ke bandara," ucap Bastian mengingatkan.
"Iya. Ini hampir selesai. Setelah itu aku akan mandi," jawab Jani.
Bastian mengganti baju di samping Rinjani, hal itu membuat wanita cantik itu malu dan membuang pandangannya. Diam-diam, Bastian mengulum senyum saat tahu istrinya menundukkan pandangan karena malu.
Rinjani mulai masuk ke kamar mandi membawa handuk tanpa membawa pakaian ganti.
"Mau berendam sudah kemaleman. Mandi kilat aja biar enggak kedingianan deh," gumam Rinjani.
Selang lima belas menit, Rinjani selesai. Menyadari ada yang kurang dari dirinya, wanita cantik itu menepuk jidat. "Astagafirullah, aku lupa bawa baju ganti!"
Rinjani menggigit bibir bawahnya, sesekali dia menghela nafas panjang. Mencari solusi yang tak ada jalan keluarnya. Terpaksa, Rinjani keluar dari kamar mandi menggunakan handuk untuk menutupi tubuhnya.
Dia berjalan pelan agar suaminya tak menyadari kalau dia hanya memakai handuk saja. Namun, mata elang Bastian langsung mengikuti langkah istrinya yang berjalan ke arah lemari pakaian.
Kaki yang jenjang nan putih. Handuk warna putih yang membungkus tubuh Rinjani membuat debar jantung Bastian berpacu lebih cepat.
'Apa dia sengaja menggodaku?' Bastian bertanya sendiri dengan tatapan tertuju pada istrinya.
Tanpa sadar, Bastian malah berjalan mendekat ke arah istrinya. Bertepatan dengan Rinjani yang berbalik sambil mendekap baju ganti. Namun karena kaget, baju itu jatuh tepat di kakinya.
Tatapan keduanya beradu, detak jantung seolah saling bersahutan. Meski sudah beberapa kali melakukan hal intim. Nyatanya, keduanya masih saja gugup.
"A-aku ma-mau ganti baju dulu, Bas!" Rinjani menunduk ingin mengambil bajunya. Namun gerakan tertahan karena Bastian meraih pergelangan tangannya.
'Pemandangan yang indah.' Bastian memuji akan keindahan tubuh istrinya.
"Benar lupa, atau memang pura-pura lupa tidak membawa baju ganti?" Bastian tersenyum dengan tatapan menggoda.
Rinjani berdecak sebal, meraih baju kemudian kembali berjalan ke arah kamar mandi. Namun hal yang tak terduga kenbali terjadi. Bastian menarik handuk yang dikenakan istrinya, hingga membuat Rinjani berteriak memanggil suaminya.
"Bastian ...."
Tak lama, Bastian mulai membungkam bibir Rinjani dengan cium@n lembut namun menuntut. Lambat laun, wanita cantik itu membalas cium@n dari suaminya. Bastian juga memberikan kec*pan lembut dibagian leher hingga d@da yang sedikit terekspos.
Menampilkan belahan d@da yang mempesona. Rinjani membusungkan d@da itu saat suaminya terus bermain di sana.
"Bas ...!"
"Iya, Sayang?"
"Ah, Bastian ...!"
"Terus panggil namaku!"
Rinjani mulai hilang kendali dengan satu-satunya penutup tubuhnya. Tubuh Indah itu terpampang nyata di depan mata Bastian. Tangan Rinjani berusaha menutupi, namun dicegah olah Bastian yang sedang menikmati indahnya ciptaan yang Maha Kuasa.
"Aku tidak tahan, Jani!" Bastian kembali membungkam bibir istrinya.
Kali ini tangannya kembali bergrilya menjelajah tubuh nan halus dan harum milik Rinjani. Bastian yang sudah tidak tahan mulai melepas pakaiannya dan mulai mendorong pelan tubuh istrinya ke atas kasur.
Lenguhan dan teriakan Rinjani membuat lelaki tampan itu semakin bersemangat untuk meleburkan segala rasa di dalam dirinya. Berbagai pose dan gaya mereka lakukan hingga rasa bahagia itu menjemput gelora cinta keduanya.
Hampir satu jam keduanya mengobrak-abrik kamar hotel. Nafas memburu dengan saling bepeluk agar keduanya bisa tertidur melepas rasa lelah.
"Terima kasih, kamu luar biasa, Jani!" Bastian memberikan kecupan singkat pada kening, kedua pipi dan terakhir bibir Rinjani.
Rinjani mulai mencari tempat nyaman di d**a bidang suaminya dengan mengatur nafas yang masih memburu.
*
Pagi harinya, setelah bangun kesiangan seperti dugaan Rinjani, keduanya sarapan di restoran hotel, sekalian chekout. Penerbangan satu jam lagi, keduanya benar-benar harus bergegas agar tidak ketinggalan penerbangan menuju Jakarta.
"Kamu sudah memastikan tidak ada yang tertinggal?" Bastian kembali mengingatkan.
"Tidak ada, Bas," jawab Rinjani penuh keyakinan.
Mobil melaju cepat meninggalkan hotel menuju bandara. Selama empat puluh menit perjalanan, mereka akhirnya sampai. Bastian bergegas masuk untuk mengecek tiket dan jadwal pemberangkatan.
Rinjani dibantu sopir mengurus koper menuju gate pemberangkatan.
"Sepuluh menit lagi kita berangkat, Jani!" seru Bastian.
Rinjani mengangguk, melangkah cepat agar tak terlambat. Setelah perjuangan untuk sampai di dalam pesawat, Rinjani menghembuskan nafas panjang karena sedikit lelah.
"Maaf kalau membuatmu capek," ucap Bastian memandang wajah ayu sang istri.
Rinjani mengangguk dengan senyum tipis. Karena dia memang benar-benar lelah. Tak lama menunggu, hingga akhirnya burung besi terbang menuju Jakarta. Setelah menghilangkan rasa dahaga, Rinjani memilih memejamkan mata.
Agar saat sampai di Jakarta nanti, dia lebih segar. Bisa berbincang dengan keluarga tanpa merasa lelah yang berlebihan. Bastian membenarkan posisi kepala Rinjani agar lehernya tidak sakit. Lelaki tampan itu juga ikut memejamkan mata. Berharap rasa kantuk menyerang dan dia bisa tidur dalam pesawat.
Perjalanan yang memakan waktu hampir satu jam, akan membuatnya jenuh kalau tak melakukan apa pun.
'Rencana utama akan segera dimulai,' monolog Bastian dalam hati.