Bunga Mawar Hitam

1134 Kata
Apakah Alfarezi berhasil membawa Ayana pulang bersamanya? TENTU SAJA, TIDAK! Alfarezi malah harus terpaksa mengantar Jane karena perempuan itu malah langsung naik ke atas motor Alfarezi, bahkan sebelum ditawarkan. Hal itu yang membuat Ayana langsung meninggalkan mereka berdua, beranjak ke depan halte untuk menunggu kendaraan umum lainnya. Namun, Alfarezi tidak mengantar Jane sampai ke depan rumahnya. Bisa terbilang satu kilometer dari rumah sakit, dia sudah berhenti, memaksa Jane turun dengan alasan kalau dia akan pergi ke tempat yang berlawanan arah. Mau tidak mau, Jane turun. Dia kecewa, padahal sudah sangat senang karena bisa pulang dengan pewaris tunggal dari rumah sakit tempatnya bekerja. Namun yang sebenarnya terjadi, Alfarezi mengikuti ojek yang membawa Ayana. Selayaknya penguntit, Alfarezi tidak ingin ketahuan sedikitpun. "Oke! Aku sudah dapat alamat mu, Ayana. Mulai besok, sudah terima hadiah-hadiah kecil dariku. Aku akan berhenti sampai aku bisa mencairkan sifatmu yang dingin dan terkadang sombong itu." "Kamu telah menolakku. Maka, segera akan aku buat kamu memohon, bertekuk lutut di depanku, Ayana!" Alfarezi memutar arah motornya setelah mengetahui posisi tempat tinggal Ayana. *** Pagi-pagi, Ayana harus ke luar dari untuk membeli sayur-sayuran yang akan dibuat menjadi sarapannya. Baru saja dia membuka pintu, ada buket bunga besar yang menghadangnya di depan pintu. Tak langsung menerimanya, Ayana menoleh ke segala arah. "Ini punya siapa? Salah alamat atau bagaimana?" Ayana kebingungan. Ayana berjongkok, melihat untuk siapa bunga ini diperuntukkan. Saat melihat nama lengkapnya yang tertera di sana, ia cukur kaget. "Siapa yang rajin sekali kirim bunga pagi-pagi? Seharusnya dia pakai uangnya untuk sarapan saja dengan keluarganya." Tahu kalau bunga itu untuknya, ia tidak memasukkannya begitu saja. Tidak sengaja, ada tetangganya yang lewat. Ia memanggilnya dan memberikan bunga itu. "Ini untuk ibu. Kebetulan saya tidak suka bunga, mending dikasih untuk anak atau saudara ibu saja." Katanya dan tidak ada yang menolak. Masalah pagi yang cukup membingungkan, clear! Ayana melanjutkan niat awalnya untuk membeli sayur-sayuran. Jauh dari tempatnya itu, ada Alfarezi yang sudah merasa dongkol di pagi harinya. Ia sampai membuang sarapan yang juga ingin dia berikan pada Ayana. "Ck! Percuma aku bangun pagi-pagi hanya untuk memberikannya hadiah. Nyatanya, dia tetap akan menolaknya. Mending aku siap-siap ke rumah sakit saja dan menyiapkan hadiah yang lainnya untuk mencairkan hatinya yang dingin." "Aku tidak akan menyerah, Ayana!" *** Karena merasa bosan, berdiam diri dari pagi sampai siang hari di dalam ruangan yang mana Erik sendiri tidak memberikannya tugas sedikitpun, akhirnya Alfarezi memutuskan untuk keluar sebentar. Ke restauran depan rumah sakit. Ia mendapatkan telpon dari Cantika, yang tanpa menunggu satu detik pun dia langsung menjawabnya. "Iya, Cantika. Ada apa?" Tanya Alfarezi. Disaat banyak yang menyapa Alfarezi karena tahu kalau dia adalah pewaris pemilik rumah sakit itu, namun Alfarezi lah yang tidak membalas sapaan mereka. Fokusnya pada Cantika yang menelponnya. "Bagaimana? Kamu sudah resmi jadi pemilik rumah sakit itu?" "Belum. Tidak mudah bagiku untuk mendapatkannya, apalagi aku selalu membangkang pada papaku sebelumnya. Dan untuk bisa mendapatkan surat resmi itu, aku harus mewujudkan satu hal." Ujar Alfarezi. "Apa?!" Cantika terkesan memaksa dan menginginkan hal itu terjadi secepatnya. "Aku harus menikahi seseorang yang dipilihkan papa dan setelah itu aku bisa mendapatkan tanda tangan resmi darinya. Masalahnya, perempuan yang ditun--" Ucapan Alfarezi langsung disela oleh Cantika. "Apa?! Kamu harus menikahi perempuan lain? Gimana sih kamu, Alfa! Kamu kan mau jadi pewaris rumah sakit itu supaya jadi pacarku, bukan jadi suami perempuan lain." Kedua mata Alfarezi menangkap sosok Ayana yang baru saja datang. Ia baru saja turun dari kendaraan umum. "Pokoknya aku gak mau tahu. Secepatnya aku harus ketemu dengan perempuan itu atau bila perlu pada orangtuamu. Kamu itu harus jadi milik--" "Cantika, nanti saja kita bicara. Aku harus mengurus sesuatu yang penting." Tut.... Sesaat setelah Alfarezi mematikan panggilannya dengan Cantika, ia terburu-buru menghampiri Ayana. "Ayo makan siang bersama!" Alfarezi langsung mengajak, tidak menyapa terlebih dahulu. Adalah kesalahannya. Kesalahan Alfarezi. "Halo, selamat siang, pak. Maaf saya tidak bisa karena harus segera menggantikan rekan kerja saya yang jaga dari tadi pagi." Ayana selalu formal untuk Alfarezi yang langsung ceplas-ceplos. Dia bahkan memanggil Alfarezi dengan panggilan pak. "Anjir, aku dipanggil pak. Emangnya aku udah tua banget?!" "Berapa banyak rekanmu?" Tanya Alfarezi. "Untuk apa, pak?" "Katakan saja!" Alfarezi sudah menaikkan nada bicaranya. "Sekitar 38 orang, termasuk yang akan mendapatkan shift siang. Beda lagi untuk yang mendapatkan shift malam, pak. Maaf, sekali lagi, untuk apa ya pak?" "Kamu tunggu saja!" Alfarezi langsung berlalu, sedangkan Ayana masih merasa bingung dengan perubahan yang terjadi pada Alfarezi. Belum saja jauh, Alfarezi balik lagi. Untungnya Ayana belum melangkah satu langkah pun dari tempatnya yang tadi. "Oh iya. Kedepannya, jangan tolak pemberianku lagi. Aku sudah cukup berusaha keras dengan memberikan bunga itu padamu, tapi dengan seenaknya kamu malah memberikannya pada orang lain. Itu tidak sopan untuk kamu yang selalu menjunjung tinggi kesopanan!" Setelahnya, baru Alfarezi lanjut pergi. "Oh ternyata dia yang kirim." *** Ayana cukup terkejut karena tiba-tiba saja dia diminta untuk datang ke ruang karyawan. Dia pikir ada sesuatu yang sangat penting sedang terjadi, namun apa yang ia lihat? Ia malah melihat senyum dari semua karyawan yang lainnya, yang mana itu adalah hal yang mustahil untuknya. Sebelumnya, dia dibenci. Sekarang, ia malah mendapatkan senyuman manis dan kata terimakasih atas makanan yang telah dikirimkan ke ruangan itu. Terlepas itu sikap yang tulus dari mereka atau tidak, Ayana tetap berusaha bersikap yang baik terhadap mereka. "Iya. Terimakasih kembali. Semoga kita bisa membangun kerja sama yang lebih baik lagi kedepannya sebagai sesama perawat." Setelah mengatakan itu, Ayana berlari meninggalkan ruangan karyawan. Tujuan utamanya adalah ruangan Erik. Baru saja dia keluar dari lift yang mengantarkannya ke lantai tempat atasannya itu, ia sudah bertemu dengan seseorang yang ia cari. "Ada apa, Ayana?" "Maaf kalau saya lancang, pak Alfarezi. Tapi, saya hanya ingin mengatakan satu hal ini pada bapak supaya tidak melakukannya lagi ke depannya." Tampak jelas sekali kalau Ayana menahan amarahnya, namun tetap berusaha formal. Dan Alfarezi menunggu itu. "Tolong jangan beri hadiah kepada atau apapun itu lagi dengan mengatasnamakan saya. Saya tidak ingin ada orang yang akan salah paham dengan hubungan saya dan bapak, padahal tidak ada sesuatu yang terjadi sedikitpun. Saya bawahan bapak, dan Anda akan menjadi atasan saya. Jadi, saya mohon kedepannya bapak bisa bersikap sebagaimana mestinya, tidak berlebih-lebihan." Ayana mengatakannya dan ingin berbalik pergi. Ia ditahan oleh ucapan dari Alfarezi. "Kalau kamu tidak mau yang lainnya tahu, maka terima bunga ataupun barang-barang yang akan aku berikan padamu di depan tempat tinggalmu, jangan tolak ataupun berikan ke orang lain. Dengan begitu, aku tidak akan melakukanya di rumah sakit." Kata Alfarezi. "Maaf bapak Alfarezi yang terhormat, tapi saya tidak menyukai bunga ataupun apapun itu yang berwarna." "Lalu?" "Hitam." Jawab Ayana. *** "Siapa yang memberikan bunga Hitam ini?!" Ayana cukup kaget mendapatkan sebuah bunga mawar hitam di dalam lemari karyawan miliknya. "Dariku. Kamu bilang kalau kamu suka hitam." Dari Alfarezi. Pria itu tersenyum manis pada Ayana yang memegang bunga pemberian darinya. "Tapi bukan ini yang aku maksud." Batin Ayana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN