Keguguran

1047 Kata
"Ketika kehilangan menjadi hal terberat untuk bisa diterima." **** Kini Bhiya harus terbaring di ranjang rumah sakit karena pendarahan hebat. Dokter mengatakan kalau anaknya tidak bisa di selamatkan. Dokter mengatakan Bhiya terlalu kelelahan dan makan yang kurang tertatur membuat kandungan Bhiya sangat lemah dan akhirnya tidak bisa diselamatkan. "Maafin, aku mas aku enggak bisa jaga anak kita sekarang anak Kita jadi enggak ada." Bhiya menangis saat Dokter memberitahukan anaknya tidak bisa diselamatkan. Marvel mengelus kepala Bhiya menenangkannya. "Enggak papa sayang. Mungkin sekaran belum waktunya Kita punya anak. Kita coba lagi ya. Semoga aja setelah ini kamu bisa hamil lagi dan Kita punya anak lagi." "Tapi, aku sedih Mas anak kita enggak bisa di selamatkan." "Iya aku juga sama sedih tapi kalau udah takdir Kita enggak bisa berbuat apa-apa sayang. Kita doain Aja semoga anak kita mendapatkan tempat yang baik di sisi Allah dan Kita bisa cepat mendapatkan anak lagi." "Apa kata suami kamu bener, Bhiy. Kamu bisa kok hamil lagi kalian coba lagi ya. Mama yakin kok kalian bisa punya anak lagi. Jangan sedih ya." Ibu mertuanya juga menyemangati dirinya untuk tetap sabar dan menerima keadaan. "Tapi, Bu. Aku udah buat kecewa kalian." "Enggak, Bhiya. Udah enggak usah dipikirin enggak papa kok." "Makasih, Ma." Bhiya merasa bersalah sebagai menantu. Pasti dalam hati mereka kecewa karena Bhiya tidak berhasil menjaga calon anaknya dan calon cucu untuk mereka pula. Apalagi kepada suaminya, Marvel. Marvel sudah sering mengingatkannya untuk berhenti kerja tapi dia memaksanya untuk tetap bekerja. ..... Beberapa hari kemudian Bhiya sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter. Mario melihat kedatangan Marvel dan Bhiya tersenyum meremehkan. "Gimana anaknya?" tanya Mario basa-basi. "Mah, aku bawa Bhiya ke kamar duluan ya," ucap Marvel kepada Ibunya. Ibunya mengiyakan ucapan anaknya Itu. "Kamu istirahat ya, Bhiya. Enggak usah banyak pikiran," ucap Mamanya memperingatkan menantunya. "Iya, Mah. Makasih ya." Dian mengangguk sambil tersenyum. Kemudian Marvel membawa Bhiya untuk ke kamarnya dan istirahat. Sampai di kamar Marvel merebahkan istrinya perlahan-lahan. "Mas maafin aku ya." "Udah enggak usah dipikirin ya, Kita pikirin yang baik-baik aja Kita pasti Masih bisa punya anak." "Aamiin. Semoga aja ya, Mas." Bhiya memejamkan matanya, diikuti Marvel yang memeluk Bhiya dari samping, kemudian mereka bersamaan tertidur. ..... Dia memperingatkan Mario untuk tidak berbicara seenaknya kepada Kakaknya. "Mario kamu Itu kalau berbicara dijaga Mario. Bhiya kan baru aja kena musibah kamu kenapa malah bilang kayak gitu." "Lah bener dong, Mah aku nanyain anaknya gimana kenapa salah?" "Mario kamu ada masalah apa sih sama Kakak kamu dan juga kemarin waktu kamu mabok kamu nyebut-nyebuy nama Bhiya ada apa kamu sama Bhiya?!" Mario memelotkan matanya saat mamanya menanyakan hal Itu. "Apaan sih, Mah. Udahlah aku enggak mau debat. Aku mau ngasih tahu kalau aku mau nikah," ucap Mario kepada Dian. "Nikah? Kamu mau nikah sama siapa? Selama ini kamu belum pernah bawah perempuan ke rumah kenapa tiba-tiba bilang mau nikah?" "Ya pengen taaruf kenapa sih, Ma. Biar kayak Kakak tahu-tahu nikah enggak dia doang yang bisa alim." "Kamu ini minta nikah kok kayak minta duit sih seenak kamu aja." "Terserah Mama pokoknya aku mau nikah bulan depan," ucap Mario meninggalkan mamanya begitu saja. Dia tidak habis pikir dengan anak keduanya Itu selalu saja mengambil keputusan tiba-tiba membuat dirinya pusing saja. ..... Hari pernikahan Mario pun dilaksanakan, sesuai permintaan Mario. Untung mereka berasal dari keluarga terpandang jadi Mario tinggal membayar orang suruhannya dan langsung menikah. Perempuan itu juga belum terlalu Dian kenal tapi demi permintaan sang anak dia pun akhirnya tetap merestui mereka. Marvel dan Bhiya menghampiri Mario dan juga Veni, "Selamat ya, Mar. Akhirnya lo nikah dengan pilihan lo juga," ucap Marvel memberikan semangat kepada Mario. Mario hanya mengiyakan ucapan Marvel, dia terfokus melihat Bhiya. Bhiya yang merasa dipandang intens Mario jadi merasa tidak nyaman. "Selamat ya, Mario semoga langgeng sama veni sampai ajal memisahkan kalian ya," ucap Bhiya tersenyum manis ke arah mereka. "Makasih ya Kak. Semoga Kakak juga bahagia terus sama Kak marvel. Cepet punya momongan juga, Kak." "Aamiin yaudah ya Kita pamit dulu," ucap Bhiya kepada pasangan di depannya. Mario merasa mengganjal kenapa Bhiya biasa aja padahal dia 'kan niatnya memanasi Bhiya kalau dia menikah dengan wanita lain. "Kamu kenapa, Mas?" tanya Veni melihat perubahan wajah Mario yang menjadi murung. "Enggak usah banyak tanya kamu." Mario tidak sepenuhnya menyanyangi Veni. Dia menikahi Veni untuk balas dendam kepada Bhiya tapi Bhiya malah biasa saja. Dalam hati Mario mengumpat kesal setengah mati. Veni hanya tersenyum masam seharusnya dihari pernikahannya dia bahagia bukan malah sebaliknya seperti ini. Apa dia akan sanggup menerima Mario menjadi suaminya sampai kedepannya. ..... "Bhiya gimana hasilnya?" tanya Dian yang semakin lelah juga menunggu Shabiya untuk hamil. "Belum, Mah." "Yaudah semoga nanti cepet hamil lagi ya." Dian mengelus punggung menantunya lalu menjauh dari sana. Bulan-bulan berikutnya Dian dan Marvel selalu menanyakan hal yang sama tapi mereka sudah hafal ketika wajah Bhiya tetaplah murung. Hingga akhirnya Veni duluan lah yang hamil membuat Dian yang tadinya sedih menunggu Bhiya hamil tergantikan dengan menantunya yang satu. "Akhirnya kamu hamil juga, Ven. Padahal kita nungguinnya Bhiya tapi malah kamu duluan yang hamil," ucap Dian antusias mengelus perut Veni. "Selamat ya, Ven kamu hamil duluan," ucap Shabiya. "Makasih, Kak semoga Kakak cepet nyusul juga ya. Dan Kita bisa hamil bareng-bareng dan kasih cucu buat mama." "Aamiin...." "Yakin masih bisa hamil lagi?" sindir Mario membuat senyum Bhiya memudar. "Mas kamu enggak boleh ngomong kayak gitu. Kak maafin suamiku ya." Bhiya hanya mengangguk dan menggelengkan kepalanya bahwa dia tidak apa-apa. .... Hari-hari Bhiya Makin tersisihkan kala mamanya sudah lagi tidak perhatian seperti dulu. Perhatian Mamanya malah beralih ke Veni adik iparnya. Bukan Bhiya iri tapi semakin hari mamanya semakin memaksanya untuk memiliki anak, dia malah bukan seperti menantu kini malah sebagai mesin penghasil anak. Pertemuan-pertemuan dengan rekan suaminya pun membuat Bhiya merasa tersudutkan kala teman suaminya membahas masalah anak. Suaminya pun semakin berubah kian Hari saat dia juga tidak bisa hamil. Dan kini dia seperti tidak memiliki siapapun di rumah ini, dia ingin mengadu ke keluarganya tapi nanti malah membuat keluarganya banyak pikiran. Jadi, dia lebih memustukan untuk diam menerima segala perlakuan suami dan Ibu mertuanya yang kian Hari semakin seenaknya dengan Bhiya. Bhiya berharap agar dia bisa segera hamil dan bisa membahagiakan Ibu mertuanya dan juga suaminya. Bisa dianggap seperti menantu dan istri seperti dulu. Tapi, entah sampai kapan dia harus menunggu kehamilan keduanya setelah pernah dia keguguran. ......
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN