Selalu Dibandingkan
"Tidak bisakah sedikit saja aku merasa bahagia rasanya dimiliki."
****
"Liat tuh biya, Veni aja udah hamil duluan masa kamu yang nikah duluan belum hamil juga, sih. Sebenernya kamu bisa hamil enggak?" tanya mertuanya Dian, hampir setiap hari dia selalu dibandingkan dengan orang lain bahkan adik iparnya sendiri.
"Bu, enggak usah kayak gitu. Mungkin emang Kak biya belum dikasih amanah aja buat punya anak," jawab Veni. Aku hanya diam saja karena tidak tahu harus menjawab apa. Rasa makanan yang ia makan pun terasa hambar seketika, hampir setiap hari dia tidak nafsu makan jika harus makan bersama dengan Ibu mertuanya.
"Ya biar dia cepet mikir dong, Ven. Masa anak pertama Mama malah belum ngasih cucu padahal nikah udah hampir tiga tahun, sekalinya hamil malah keguguran bikin malu aja. Mama 'kan malu kalau kumpul sama temen. Padahal dulu dia nikah paling mewah," jawab Ibu mertuanya. Padahal, dulu dia tidak pernah meminta untuk menikah mewah hanya saja ini mertuanya yang memaksa, sekarang malah diungkit-ungkit seakan semua salahnya.
Ya, dulu Shabiya memang sempat hamil tapi keguguran karena terlalu kelelahan bekerja, akhirnya dia pun memutuskan berhenti menjadi dosen dan diam di rumah.
"Bener, Mah. Lagian Mas sebenernya lo usaha buat bikin anaknya gimana sih kok belum juga punya anak. Mending lo periksa deh takutnya ada enggak beres sama lo berdua atau salah satu dari kalian enggak bisa hamil," ucap adik kandung Marvel, adik kandung Marvel ini memang tidak pernah akur dengan Marvel. Tapi, ketika Veni istrinya hamil perhatian Mamanya lebih fokus ke dirinya dan sang istri Itu membuat Mario merasa menang dari sang Kakak.
"Mas, kamu Itu enggak boleh kayak gitu. Dia Kakak kamu, jangan ngomong kayak gitu. Mas Marvel, Kak Biya maafin suami saya, ya." Saya hanya mengangguk dan tersenyum sedangkan Mas Mario hanya diam membisu seakan tidak mendengar apa yang diucapkan mereka.
"Marvel! Shabiya kalian dengerin Mama enggak sih. Mama ini lagi bicara sama kalian demi kebaikan kalian juga," ucap sang Mama lebih kerasa.
"Mah, bisa enggak setiap makan itu enggak usah bahas kayak gini mulu. Bikin enggak nafsu makan aja tahu enggak." Marvel yang kesal pun memilih membanting sendok dan garpunya ke piring sehingga menimbulkan suara yang keras.
"Marvel mama belum selesai bicara! Kamu dengerin Mama dulu Marvel! MARVEL!!!" Marvel tidak peduli teriakan mamanya dia tetap pergi dari ruang makan Itu dan menuju ke kamarnya.
"Ini semua karena kamu Biya. Coba aja kamu cepet hamil pasti saya dan anak saya enggak berantem mulu. Kamu Itu seneng ya lihat saya dan anak saya Itu berantem mulu."
"Bu, Maafin Biya sebelumnya tapi Biya enggak pernah bermaksud kayak gitu. Biya udah berusaha tapi setiap Biya periksa hasilnya selalu negatif."
"Ya kamu periksa dong kandungan kamu Itu subur enggak kok enggak bisa hamil juga!"
"Mah udah Mah mending makan dulu aja kasihan Kak Biya, Mah." Veni berusaha untuk melerai keduanya tapi Mamanya malah memilih bangkit dan pergi juga dari sana.
"Maafin, Mama ya Kak mungkin Mama lagi emosi aja," ucap Veni ke Biya.
"Udahlah sayang ayo kita makan di luar aja. Aku juga jadi enggak nafsu makan di sini."
"Tapi, Mas-" Mario tidak peduli dia tetap menarik Veni untuk pergi dari sana. Veni melihat Kakak iparnya iba tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghibur Kak Biya.
Satu tetes air mata diikuti air mata yang lainnya turun membasahi pipinya. Dia tidak menyangka menikah dengan keluarga terpandang akan membuat hidupnya terjamin bahagia. Padahal, dulu dia selalu dipuji-puji oleh Ibu mertuanya. Dulu pula Ibu mertuanya yang meminta untuk cepat menikah tapi setelah menikah dia malah seperti menjadi babu tidak pernah dianggap dan selalu dikucilkan. Kenapa nasibnya jadi begini.
Shabiya berdiri membereskan makanan yang dimeja. Dia sudah tidak nafsu makan lagi, jadi dia memilih untuk membereskan semuanya. Semenjak dia belum juga hamil dia yang harus mengurus kebersihan rumahnya walaupun ada beberapa pembantu di rumahnya. Sedangkan Veni? Semenjak dia menikah belum pernah disuruh untuk membersihkan rumah, ataupun memasak. Mama selalu mengiyakan Veni takut kandungan Veni terjadi sesuatu. Dia juga ingin dianggap sebagai menantu tapi malah menjadi babu.
Shabiya mengangkat semua piringnya untuk diletakkan di westafel lalu dia kembali lagi ke meja makan untuk membereskan makanan yang tadi. Dia memberikan makanan yang Masih banyak Itu ke pembantu-pembantu dan sopirnya karena sudah pasti menu makan malam mereka harus ganti.
"Bu biar saya aja."
"Heh Minah biarin aja dia yang bersihin sekarang naik ke kamar saya pijitin! Saya capek," ucap Dian yang tiba-tiba datang menyuruh Minah untuk tidak membantu Shabiya.
"Maaf bu saya tinggal dulu."
"Iya enggak papa kok." Shabiya tersenyum tulus dia sudah biasa melakukan ini di rumahnya dulu. Kemudian Shabiya melanjutkan membersihkan meja bekas mereka makan lalu lanjut untuk cuci piring di belakang.
.....
Marvel berkutat di depan laptopnya dalam diam sampai Shabiya masuk ke dalam kamar pun Marvel tidak menoleh dan tetap melanjutkan kegiatannya. Shabiya merasa bersalah dengan suaminya karena dirinya tak kunjung hamil juga suaminya pun kena oceh sang ibu.
"Mas kamu tadi belum makan, mau aku masakin apa Mas buat makan dulu," ucap Shabiya mendekat ke arah suaminya.
"Kamu itu kapan bisa hamil lagi sih, Biya. Aku itu capek kalau makan enggak nafsu gara-gara disindir Mama terus." Shabiya diam dia tidak tahu harus menjawab apa karena nyatanya dia juga sudah berusaha.
"Kita bisa coba lagi kok, Mas. Semoga yang kali ini berhasil."
"Mending besok kita periksa aja deh, sebenernya yang enggak subur itu siapa? Hampir tiga tahun loh, Biya dari kamu keguguran kamu belum hamil juga sampe adek aku aja yang baru nikah udah hamil. Kamu enggak malu apa sama Veni."
"Aku malu, Mas. Cuma aku 'kan juga enggak tahu sampai sekarang kenapa belum dikasih anak lagi sama Allah."
"Makanya, Biya dulu waktu aku bilang kamu setelah menikah berhenti kerja turutin dong mau suami. Lagian untuk biayain kamu harta aku enggak bakal habis kok."
"Maaf, Mas dulu aku enggak nurut sama kamu," ucap Shabiya menunduk merasa bersalah. Akibat dia dulu terlalu sibuk bekerja malah membuat dia jadi keguguran padahal saat dia hamil mertuanya itu memperlakukannya dengan baik.
"Yaudahlah percuma juga kalau sekarang mau nyesel enggak bikin anak kita balik lagi kayak dulu. Makanya lain kali kalau suami bilang itu nurut." Setelah mengucapkan kata-kata itu Marvel menutup laptopnya dan meninggalkan Biya yang termenung di belakangnya.
.....