"Ketika kebahagiaan dan ketentraman hanya bersifat sementara. Kehilangan membuat semua orang menjadi hilang rasa sayang untuk dirinya."
-Shabiya-
****
Keharmonisan Marvel dan Bhiya selalu membuat Mario cemburu. Mario yang pernah berstatus sebagai mantan pacar Shabiya merasa iri. Seharusnya dia yang bersama Bhiya bukan Kakaknya. Ini memang bukan salah Bhiya dia yang memilih untuk kuliah di luar negri. Tapi, dia pernah berjanji untuk kembali dan segera menikahi Bhiya tapi belum selesai dia menyelesaikan kuliahnya di luar negri, dia mendapat Info Kakaknya menikah dan Itu dengan mantan pacarnya.
"Kenapa lagi lo, bro?" tanya Samuel yang melihat raut wajah temannya yang merengut.
"Biasalah pasti soal Bhiya. Mantan pacarnya yang nikah sama Kakaknya," sindir Roy teman Mario.
"Berisik lo." Mario melempar bantal sofa ke Roy. Mereka sedang berada di apartmen milik Samuel.
"Lagian gue udah bilang 'kan dulu lo nikahin aja terus lo bawa di ke luar negri beres kan. Sekarang pas dia udah nikah malah lo yang ribet," ucap Samuel.
"Ya tu cewe aja enggak sabaran. Dia kayaknya sengaja deketin Kakak gue buat bales dendam aslinya dia pasti Masih Cinta sama gue. Apalagi Kita pacaran dari jaman SMA yakali dia gampang banget ngelupain gue."
"Dih pede banget lo tong. Nih ya gue Masih tahu. Cewe emang sulit untuk melepaskan orang yang dia sayang, tapi ketika dia sudah memilih untuk melepaskan dan pergi dia akan menutup masa lalunya dan enggak akan membuka masa lalu Itu. Cewe kalau udah disakitin sekali dia sabar tapi kalau dia udah milih untuk bersama laki-laki lain Itu artinya lo udah engga ada harganya buat dia! Apalagi sampe dia nikah sama cowo lain. Jadi, enggak usah halu kalau mikir dia Masih Cinta sama lo," ucap Samuel.
"Nah bener banget, yo. Udahlah kayak enggak ada cewe lain aja dah lu masa ngerebut istri kakak lo sendiri," ucap Roy.
"Gue enggak ngerebut gue yakin banget dia tu nikah sama Kakak gue buat bales dendam karena dia gue tinggalin," balas Mario dengan kekeh dengan pendiriannya untuk merebut Bhiya.
"Mario ... Mario. Gila lo! Lo aja dulu enggak pernah mau bawa dia ke rumah 'kan. Alesannya apa? Kalau lo bawa dia ke rumah lo enggak akan boleh kuliah di luar negri karena lo bakal dianggep enggak serius dan malah pacaran aja. Jadi, jangan salahin Bhiya juga kalau akhirnya dia ketemu sama Kakak lo dan sampe mereka nikah." Samuel dan Roy sangat tahu kisah cinta Mario dengan Bhiya tapi dia juga sempat terkejut saat tahu Bhiya menikah dan Itu dengan Kakaknya Mario sendiri.
"Bisa aja dia cari tahu sendiri 'kan."
"Gue 3 tahun bro sekelas sama Bhiya dan gue juga tahu lo terus umpetin keluarga lo dari Bhiya enggak bolehin Bhiya untuk masuk ke keluarga lo ya jadi jangan salahin dia lah. Dan sekarang lihat akhirnya dia malah jadi keluarga lo juga walaupun bukan jadi istri lo."
"Udahlah lo temennya Bhiya atau gue sih. Kenapa malah belain Bhiya terus," ucap Mario kesal dengan mereka yang selalu membela Bhiya.
"Ya biar lo sadar Mariooooo ... Cewe Itu enggak cuma si Bhiya doang, lo bisa Cari yang lain yang lebih dari Bhiya kenapa sih Lo ini. Gagal move on lo."
"Gue bukan gagal move on gue kesel aja setiap Hari mereka mesra-mesraan di rumah emang dia kata Itu rumah cuma dia berdua doang apa."
"Ya sama aja Itu artinya lo gengsi ngakuin kalau emang lo gagal move on."
"Udah-udah ah pokoknya gue mau cari cewe buat gue nikahin. Biar Bhiya tahu kalau gue udah move on ke dia. Terus dia minta balikan deh."
"Lah ... lah ... Berarti lo Cari cewe terus lo nikahin Itu buat apa? Buat lo jadiin pelampiasan?"
"Ya bisa jadi."
"Gila lo Mar. Udah enggak waras lo gara-gara Bhiya." Sedangkan Mario hanya tersenyum misterius membuat mereka menggeleng melihat kelakuan temannya Itu. Mereka akhirnya mengabaikan saja ide bodoh temannya Itu.
"Dibilang aturan lo pada support kek malah nyalahin gue terus."
"Ogah! Yakali gue nyuport hal yang salah gila ae lo!"
"Enggak salah orang emang dari awal Bhiya punya gue kenapa coba kakak gue rebut. Kakak gue dari dulu selalu dapetin apa yang dia mau. Dia pinter selalu jadi kebanggaan orangtua gue, dia kuliah sana sini masuknya gampang gue susah terus. Dia anak emas mulu capek gue tahu enggak. Jadi, biarin gantian aja gue bales dia nanti.
"Serah lo." Mario mulai berfikir untuk mencari wanita lain. Pasti Bhiya akan cemburu jika melihatnya menikah nanti.
....
Marvel mengelus perut Bhiya, duduk di pangkuan sang istri adalah tempat ternyamannya sambil mengobrol dengan calon buah hatinya. "Adek ini papa. Kamu lagi ngapain di dalem sana?" tanya Marvel sambil mencium perut sang istri.
"Lagi bobo, Papa," jawab Shabiya menirukan suara anak kecil. Marvel dan Bhiya saling tersenyum menantikan sang bayi lahir ke dunia.
"Aku pengen banget cepet ketemu dede, yang," ucap Marvel manja di pangkuan sang istri.
"Sama aku juga enggak sabar, pengen banget ketemu dedek."
"Iya tapi Kita harus sabar nunggu sampai sembilan bulan."
"Enggak papa sayang. Harus sabar dong."
"Iya pokoknya nanti kalau kamu punya anak kamu di rumah aja ya. Kamu mau beli apa tinggal bilang aja, lagian duit aku enggak bakal abis kok buat kebutuhan kamu. Jadi, kamu enggak perlu kerja lagi. Cukup di rumah melayani aku dan menjaga anak Kita aja Itu udah cukup bagi aku," ucap Marvel agak sedikit bangun untuk mengecup bibir istrinya yang menggoda. Dia harus tahan untuk tidak menyentuh istrinya Dokter bilang kandungan istrinya belum kuat jadi dedeknya belum boleh dijenguk sama Papanya.
"Iya sayang. Aku bakal berhenti kok nanti kerjanya. Tapi, selama Masih awal gini aku enggak usah ya berhenti kerja dulu. Aku 'kan Masih punya adik yang harus aku sekolahin terus orang tua juga yang harus aku kasih bagiannya."
"Astaga sayang kamu Itu santai aja. Aku 'kan suami kamu berapapun yang kamu minta bakal Aku kasih atau kamu pegang ATM aku Aja jadi kalau kamu butuh kamu bisa langsung pakai aja."
"Enggak usah, Mas. Uang aku Masih cukup kok buat kebutuhan aku sendiri dan kirim uang ke rumah."
"Kamu ini, Bhiy kayak sama siapa aja. Aku Itu udah jadi suami kamu apapun kebutuhan kamu ya bakal jadi tanggung jawab aku dong jadi enggak usah sungkan gitu lah, santai aja."
"Masalahnya Kita nikah cepet banget, Yang. Kita belum sempet jalin hubungan lama aku takut suatu saat kamu nyesel nikah sama aku."
"Shutt ... By aku enggak pernah nyesel nikah sama kamu. Menikah sama kamu Itu pilihan aku jadi jangan ngerasa aku Itu nyesel nikahin kamu." Shabiya tersenyum hangat kepada sang suami. Saat ini dia merasa bahagia memiliki suami seperti Marvel tapi dia tidak tahu bagaimana nanti kedepannya dia hanya selalu berdoa yang terbaik.
Marvel mendekatkan wajahnya ke Shabiya, Shabiya hanya terdiam badannya seperti membeku melihat tatapan intens suaminya. Semakin lama wajah suaminya semakin dekat, hingga akhirnya bibir mereka saling menempel awalnya hanya menempel tapi semakin lama Marvel semakin tidak tahan dia menyesap bibir sang istri memperdalam ciumannya. Shabiya merasa ada yang menggelitik perutnya, dia pun membalas lumatan sang suami.
Shabiya mengalungkan tangannya ke leher suaminya, mereka semakin memperdalam ciuman mereka hingga membuat Shabiya kehabisan nafas. Shabiya memukul pundak sang suami tapi Marvel seakan ingin melahap bibir Shabiya.
Hingga tiba-tiba ketukan pintu kamar mereka membuat Shabiya mendorong sang suami. Shabiya menghirup nafas dalam-dalam dia bernafas dengan terengah-engah.
"Marvel....."
"Marvel buka sebentar kamu belum tidur 'kan?"
"Marvel!!!!" Teriakan sang Mama semakin kencang membuat Marvel sangat kesal. Dia sedang menikmati cumbuan dengan istrinya tapi malah mamanya menganggu padahal sudah lama dia tidak mendapat jatah dari istri cantiknya Itu.
"Mama bukain dulu, Mas."
"Ahhh ngeselin lagi enak juga." Shabiya mengelap bibirnya dengan muka bersemu merah. Begitupun dengan Marvel yang membenarkan pakaiannya untuk menemui sang Ibu.
"Kenapa sih, Ma ganggu aja deh," ucap Marvel kesal sambil membuka pintu kamarnya.
"Kamu lagi ena-ena ya?" tanya Mamanya.
"Ck ... Mama udah ah tadi kenapa manggil aku?" tanya Marvel kesal kegiatan panasnya jadi gagal karena kedatangan sang Mama padahal sedikit lagi tadi.
"Itu adek kamu pulang mabok di bawah, Mama enggak kuat angkatnya makanya minta tolong dulu angkat dia ke kamarnya."
"Aduh tu anak nyusahin aja dah bisanya suruh kerja kek ma biar engga nyusahin orang mulu."
"Hush kamu ini sama adik sendiri enggak boleh gitu. Udah kamu buruan turun mama tunggu di bawah. Bilangin ke Bhiya maaf mama gagalin rencana kalian jenguk si baby," ucap sang Ibu meledek Marvel. Marvel hanya menggelengkan kepalanya. Sedangkan Bhiya malu Ibu mertuanya meledek dia ingin melakukan sesuatu padahal mereka tadi hanya sebatas ciuman tidak lebih.
"Sayang kamu tunggu sini dulu, Ya. Aku mau bantuin, Mama dulu nih."
"Mau ikut, Mas," rengek Shabiya.
"Udah aku sebentar doang kok. Kegiatan Kita belum selesai sayang jadi kamu tunggu aku Aja dan siapin diri kamu, okay," kata Marvel sambil mengerlingkan matanya.
Shabiya hanya memalingkan mukanya ke arah lain, kemudian merebahkan badannya lalu menutup seluruh wajahnya dengan selimut. Marvel tertawa karena berhasil meledek sang istri. Kemudian dia segera ke luar untuk membantu mamanya dan segera kembali bergemul dengan istrinya.
Dia melihat Mamanya sedang mencoba menepuk pipi adiknya itu. Marvel hanya menggelengkan kepala, kapan anak Itu mau berubah. Sudah berkali-kali Marvel menasihati anak Itu. Tapi bagai masuk ke telinga kanan ke luar di telinga kiri percuma.
"Tuh, Vel lihat kelakuan adek kamu astaga mama jadi stress liatnya."
"Ya biasa, Ma enggak usah dipikin entar kalau udah kena batunya juga rasain sendiri."
"Hush kamu ini enggak boleh gitu ah. Gini juga adik kamu tahu enggak."
"Iya adek beda papa, Ma."
"Kamu Masih marah sama, Mama karena hal itu?"
"Enggak, Ma tadi aku iseng aja ngomongnya. Udah yuk Kita masukin dia ke kamar gantian baju." Dian jadi merasa bersalah dengan anaknya karena masa lalunya.
"Ma, ayo mama bantuin siapin kamarnya, malah bengong," ucap Marvel memanggil mamanya yang bengong.
"Eh iya ... iya...." Dia segera berjalan lebih dulu menuju kamar Mario. Sedangkan Marvel menggotong Mario dengan susah payah karena badan adiknya yang besar Itu. Kalau dia suruh ngangkat Bhiya dengan senang hati pasti dia akan mengangkat Bhiya.
Sampai di kamar Marvel merebahkan badan adiknya di kasur dan sang Mama melepaskan sepatu Mario. "Udah ya, Ma. Mama ada yang dibutuhin lagi enggak?"
"Udah enggak usah kamu ke kamar Aja lagi sana. Nikmatin sama Bhiya. Makasih ya udah bantuin, Mama," ucap Dian dengan nada menggoda.
"Mama apaan sih, yaudah aku ke kamar dulu," jawab Marvel.
"Iya."
.....
Sampai di kamar dia langsung naik ke kasur tadinya mau melanjutkan kegiatan mereka yang tertunda tapi dia malah melihat Bhiya sudah tidur lebih dulu. "Baru ditinggal sebentar udah tidur duluan aja. Gagal deh dapet jatah lagi," ucap Marvel kecewa saat mendekati istrinya yang sudah tertidur lebih dulu.
Akhirnya dia merebahkan dirinya di samping Bhiya. Mendekatkan badannya ke Bhiya, Bhiya sedikit menggerakkan tubuhnya tapi hanya sebentar kemudian tetap melanjutkan tidurnya. Marvel pun ikut tidur sambil memeluk istrinya.
Di sisi lain, Mario sedang mengigau memanggil nama Bhiya membuat Dia termenung heran. Kenapa anaknya memanggil-manggil nama istri Kakaknya.
"Bhiya ... Bhiya...."
"Mario bangun, Mar...." Dian menggoyangkan tangan Mario untuk sadar, tapi percuma pasti Mario saat ini Masih terpengaruh dengan alkohol jadi tidak sadar. Untung saja Marvel sudah tidak ada, coba kalau Masih ada pasti marah besar adiknya memanggil nama Bhiya.
Tapi, Dian Masih bingung kenapa Mario memanggil nama Bhiya ada hubungan apa mereka? Apa jangan-jangan mereka berdua main di belakang Marvel. Enggak. Enggak mungkin selama ini mereka jarang ketemu, kalau di rumah pun Dia tahu Bhiya akan selalu bersamanya atau Marvel jarang dekat dengan Mario.
"Bhiya jangan tinggalin aku. Kamu jahat, Bhiya jahat...."
"Mario sadar! Ini Mama kamu ngapain manggil-manggil Kakak ipar kamu!" Mario Masih saja mengigau nama Kakak iparnya Itu.
Dia menuju pintu menutup pintunya dengan rapat, takut nanti Marvel mendengar adiknya. Dia mengambil air dingin untuk membasuh muka Mario supaya sadar.
"Mario bangun!" Dian mengelap wajah Mario dengan air, dia sudah tidak mengigau lagi tapi Dian khawatir saja nanti kalau Marvel sampai dengar.
"Sebenarnya ada apa kamu sama Bhiya kenapa kamu manggil-manggil Bhiya terus sih, Mario." Dian mengomeli Mario yang belum sadar juga. Dia seperti berbicara dengan paying percuma juga Mario tidak dengar ucapannya.
Setelah mengelap wajah Mario, Dian menyelimuti anaknya kemudian keluar setelah Mario sudah terlepas lagi dalam tidurnya. Masih banyak pertanyaan yang membuat Dian penasaran sebenarnya tapi dia akan menanyakannya besok saja. Dian kembali ke kamarnya lalu segera beristirahat.
....