"Semoga dengan sedikit berjarak akan membuat baik hubungan."
***
"Mas aku udah dapet rumah. Jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah kita, Mas," ucap Bhiya kepada suaminya yang lagi-lagi setiap di rumah hanya terpaku dengan kerjaan. Kalau Bhiya belum angkat tangan kesal dengan suaminya pasti belum ditinggalkan kerjaan suaminya itu.
"Jadi di mana?"
"Aku cari dia itu harganya worth it terus juga ada taman. Hampir sama kayak rumah Mama ini kok, cuma lebih luas rumah Mama aja. Gedean rumah Mama juga. Tapi,untuk ukuran segitu berdua udah besar sih, Mas," ucap Bhiya sambil membuka ponselnya. Dia tadi dikirimkan katalognya sama persis sama dia survey me tujuan.
Di samping Marvel, Bhiya menunjukkan rumah yang dia suka. Dan semoga saja Marvel suka dengan rumah yang sudah dipilihnya juga.
"Nih, Mas kamu lihat dulu deh. Pasti kamu suka deh sama rumah-rumahnya." Shabiya menyerahkan ponselnya ke Marvel. Marvel pun meninggalkan kerjaannya sejenak.
Shabiya sudah sangat antusias untuk segera pindah. Marvel menganggukan kepalanya melihat gambar yang ada di ponsel istrinya.
"Bagus sih, berapa lama dari sini?"
"Cuma sepuluh menitan kalau naik kendaraan kok. Jadi, aku masih bisa ke sini bolak-balik tengok, Mama. Lagian ada Veni juga kan di sini jadi gak masalah aku enggak sering ke sini."
"Bhiya jangan gitu. Kamu tahu kan Mama kayak gitu tuh ada sebab. Sebenernya Mama sayang kok sama kamu," ucap Marvel kepada istrinya.
"Iya apapun alasannya aku tetep mau pindah aja, Mas."
"Yaudah iya-iya. Yaudah nanti kita urus semuanya terus langsung pindah."
"Enggak nanti, Mas. Aku maunya besok."
"Besok 'kan aku kerja sayang kenapa harus besok?" tanya Marvel lagi memberikan ponselnya kepada Bhiya.
"Ck. Kamu 'kan bos masa enggak bisa ijin beberapa hari buat ngurus rumah. Lagian juga kan ini enggak setiap hari. Ngurus surat terus pindah nyuruh orang gampang 'kan, Mas. Kamu mau ya aku stress di rumah dipojokin Mama karna aku belum hamil. Belum lagi aku bisa stress, Mas. Aku udah ikutin mau Mama buat enggak kerja biar cepet hamil masa kamu juga enggak mau nurutin aku buat pindah," jelas Shabiya sedikit kesal Dan raut wajah yang ditekuk.
"Oke-oke udah kamu enggak usah murung kayak gitu. Besok aku bakal cuti terus kita ngurus rumah ya...." Marvel mengelus pipi istrinya.
"Yaudah bener ya besok kita pindah rumah. Aku itu capek pikiran mulu, Mas harus Mama bandingin tiap hari sama Veni. Padahal, kita juga udah usaha maksimala kok buat hamil tapi kalau Allah belum ngasih ya kita bisa apa," jelas Shabiya. Marvel menganggukan kepalanya.
"Kamu sabar ya pasti nanti seiring berjalannya waktu juga terbiasa kok. Yaudah kamu mending istirahat aja," ucap Marvel.
"Kamu enggak istirahat."
"Sebentar lagi kamu duluan aja ya. Nanti pasti aku susul kok udah malem juga gih buruan tidur," ucap Marvel. Bhiya pun mengangguk memilih untuk tidur duluan.
***
Keesokan harinya Bhiya pagi-pagi sekali sudah bangun. Setelah subuh dia memang tidak langsung tidur lagi sedangkan suaminya lanjut tidur. Bhiya memilih membuat sarapan pagi-pagi. Saat sampai di bawah dia sudah melihat Veni Dan Mamanya sudah bangun. Bhiya heran kenapa mereka sepagi ini sudah bangun biasanya juga belum ada yang bangun.
"Pagi, Ma, Ven," ucap Bhiya kepada mereka. Sebenernya ada pembantu lain juga yang ikut membantu mereka Memasak.
"Kamu baru bangun, Bhiy?"
"Iya, Ma. Mama kok tumben jam segini udah bangun. Ini masih subuh juga, Ma."
"Mama tadi mau ke belakang ambil minum ngelihat Veni udah di dapur katanya laper yaudah Mama langsung masakin terus bangunin Mbak-mbak yang lain buat sekalian bikin sarapan," ucap Dian mertuanya. Padahal, dia kira mereka semua masih tertidur sehingga Bhiya bisa membuatkan masakan untuk mereka.
"Maaf ya, Mbak. Pasti Mbak keberisikan ya karena aku."
"Gak kok, Ven. Lagian 'kan tidak terdengar juga. Cuma emang tadi aku mau masak pagi-pagi aja," ucap Bhiya lalu ikut berada di samping Veni membantu Veni Memasak.
"Nah coba aja mantu-mantu Mama ini lagi hamilnya barengan. Pasti dapet cucunya barengan rumah jadi rame. Kamu kapan Bhiya udah cek lagi ke rumah sakit atau belum?" tanya Dian.
"Iya, Ma nanti aku Cek lagi," jawab Bhiya dengan malas. Pagi-pagi sekali sudah dibuat tidak mood masalah anak.
Sejam kemudian mereka sudah siap. Marvel pun sudah turun dengan pakaian santainya berbeda dengan Mario dengan setelah jas yang dia pakai.
"Loh, Marvel kamu kok pakai baju kayak gitu? Enggak kerja?" tanya Dian kepada anak sulungnya yang berpakaian santai tersebut.
"Marvel enggak kerja dulu, Ma. Marvel mau ngurus pembelian rumah."
"Beli rumah? Buat siapa?" tanya Dian lagi dengan bingung. Bhiya menundukkan pandangannya saat Dian menoleh ke arahnya.
"Buat aku sama Bhiya, Ma. Aku sama Bhiya kayaknya butuh privasi jadi aku sama Bhiya mau pindah rumah. Tapi, Mama enggak perlu khawatir, kemarin Bhiya cari rumah deket sini kok cuma sepuluh menitan biar tetap deket sama Mama," jelas Marvel.
"Kamu enggak suka kalau tinggal bareng mertua, Bhiya? Kenapa kamu minta rumah sendiri?"
"Bukan gitu, Ma. Aku cuma mau Mandiri aja. Kalau aku di sini 'kan kadang makan udah siap, baju juga kadang dicuciin pembantu. Jadi, aku mau di rumah sendiri sama Mas Marvel biar kita Mandiri aja," ucap Bhiya lagi dengan sopan. Dian melihatnya dengan sinis dan tidak suka.
"Bilang aja kamu enggak suka 'kan kalau Mama nasihatin buat ini itu biar cepet hamil? Lagian kamu itu masih anak kemaren wajar Mama sebagai orang tua sayang sama kamu makanya Mama ingetin, Mama nasihatin," jelas Dian.
"Iya, Ma," jawab Bhiya. Dalam hati Bhiya Mama bukan cuma ngingetin tapi Mama memojokkan aku yang belum juga hamil sampai sekarang.
"Udahlah, Ma lagian kita bakal tetep ke sini kok. Ayo udah kita sarapan aja dari pada debat," ucap Marvel memisahkan Mamanya dari pada memojokkan Bhiya terus.
"Yaudahlah terserah kalian kalau emang udah enggak mau di didik sama Mama. Terserah kalian aja mau jadi apa," ucap Dian sok mendramatisir keadaan. Tanpa mau disalahkan.
"Maaf, Ma tapi aku sama Mas Marvel cuma mau Mandiri aja."
"Bhiya udah. Mama enggak papa kok. Yuk kita makan aja." Mario melihat ke arah Bhiya sekilas lalu makan di samping istrinya saja. Bhiya merasa mood makannya sudah hilang. Hampir setiap hari waktunya makan pasti mood makannya tidak ada. Berat badannya pun kian turun karna banyak pikiran yang disebabkan oleh Mama mertuanya yang selalu menuntut.