10. Perhatian Dari Bosnya Rudi

1042 Kata
Entah berapa lama aku tak sadarkan diri. Yang pasti saat mata terbuka, hal pertama yang terasa adalah rasa asing. Tempat ini sama sekali tak kukenali. Namun, sesaat setelah mengedarkan pandangan dapat diduga kalau kamar ini adalah milik seorang gadis kecil. Itu terlihat dari wall paper-nya yang bergambar para princess disney. Serta puluhan boneka yang terpajang di lemari kaca. Menit berikutnya aku dibuat terkejut melihat foto yang terpampang di nakas samping ranjang. Adalah gambar Keyra yang sedang tersenyum manis. Jadi ... aku tengah berada di kamar anak itu sekarang? Ketika mencoba bangkit untuk duduk, aku merasa badan ini begitu lemah. Ya ... Tuhan. Sebenarnya apa yang telah terjadi? Kucoba untuk mengingat kejadian sebelum jatuh pingsan. Maka bayangan penjambret yang merampas ponsel serta tas jinjingku itu berkelebat di mata. Sontak rasa sesak pun menyergap di d**a. Bahkan tak terasa mataku mulai basah oleh air mata. Bagaimana aku tidak merasa sedih? Karena di tas itu terdapat beberapa kartu penting. Terlebih lagi ada beberapa lembar uang yang saat ini begitu kubutuhkan untuk bertahan hidup sebentar. Serta buat modal mencari pekerjaan. Kemudian saat mendengar pintu kamar berderit, air mata yang terus saja tercurah cepat kuhapus. Menit berikutnya masuklah Keyra, putri semata wayangnya Nella dan Rudi. Gadis kecil itu melangkah pelan mendekat sembari menggamit lengan seorang pemuda. Bosnya Rudi. Astaga! "Tante Aya, bagaimana keadaanmu sekarang?" Gadis kecil itu bertanya dengan penuh perhatian. Dia segera duduk di tepi ranjang tempat aku berbaring. Sementara si pemuda itu berdiri di hadapan sembari melipat tangannya di d**a. "Emm ... sudah baikan," jawabku lirih. "Key, tolong panggil Bik Marni ke sini suruh bawa makanan!" "Oke deh, Om Fino," sahut Keyra ceria. Gadis yang rambutnya dikepang dua itu lekas turun dari ranjang dan beranjak pergi. Kini tinggal aku berdua saja dengan pemuda yang bernama Fino itu. Lalu mungkin karena melihat aku yang masih tampak kebingungan, tanpa diminta Fino mulai bercerita. Dia bertutur tentang awal mula kenapa aku bisa berada di kamar Keyra. Kata Fino, ketika dia baru sampai di parkiran kafe setelah selesai mengantar teman wanitanya. Dia melihat Rudi dan sekuriti sedang kepayahan membopong tubuhku. Lalu serta merta dia menanyakan siapa diriku pada Rudi. Kemudian Rudi menjawab bahwa aku adalah temannya yang sedang malang. Karena baru saja terkena jambret. Mantan suami Nella itu minta izin pada bosnya untuk membawaku ke rumahnya. Karena bila dibawa ke rumah sakit jaraknya lebih jauh. Sang bos mengabulkan keinginan Rudi. Bahkan bersedia mengantar dengan mobilnya. "Rudi sedang banyak pekerjaan. Makanya begitu kamu selesai mendapat penangan dari dokter, dia langsung balik kerja," pungkas Fino mengakhiri cerita. Kemudian Keyra tampak masuk lagi. Di belakangnya ada seorang wanita paruh baya yang turut masuk sembari membawa nampan berisi makanan. Setelah meletakan nampan tersebut, wanita itu pamit ke luar. "Silahkan makan, Tante!" ucap Keyra tulus. "Makasih." Aku menjawab dengan lirih. Namun, tak segera mengambil makanan itu. Sedang tidak selera makan. Walau perut terasa begitu perih. Bahkan tidak bisa kutahan saat anggota badan itu mengeluarkan bunyi keruyukan. "Makanlah! Tadi dokter bilang penyebab kamu jatuh pingsan adalah karena kelaparan," suruh Fino mendekat. Dia menyodorkan piring berisi nasi putih dengan cap cay dan sepotong ayam goreng sebagai lauknya. Aku menerima makanan itu dengan muka yang mulai memanas. Merasa amat malu karena rasanya seperti gelandangan saja. Jatuh pingsan sebab kelaparan itu sungguh memalukan. Pelan-pelan kusuap nasi ke dalam mulut. Terasa hambar. Benar-benar tidak ada napsu makan. Padahal terakhir aku makan adalah kemarin sore saat makan malam bersama anak-anak dan Mas Ferdi. Ahhh ... hatiku kembali serasa teriris sembilu bila teringat Abella dan Davin. Sedang apa mereka sekarang? Sungguh aku merindukan mereka. Mungkin juga kejadian yang baru saja terjadi adalah teguran dari Tuhan. Karena aku telah tega meninggalkan kedua buah hati. Bahkan teriakan Mami yang kesakitan tidak kugubris. Ya ... Alloh aku merasa menyesal. Aku ingin kembali ke rumah Mas Ferdi. Tinggal bersama anak-anak dan minta maaf pada Mami, tapi itu tidak mungkin! "Kenapa Tante Aya menangis? Tante masih sakit?" Aku tergagap mendengar pertanyaan yang dilontarkan Keyra. Kemudian segera mengusap sudut mata yang berair dengan jari. Selalu saja bulir bening itu akan luruh bila terkenang anak-anak. Maka dengan menggeleng pelan, aku menjawab pertanyaan teman sekelas Davin itu. "Makan yang banyak, Mbak! Biar lekas pulih!" Aku tertegun mendengar perintah bernada perhatian dari Fino. Dia bahkan menyunggingkan seulas senyum saat aku memandangnya. Oh ... ternyata pemuda itu bisa bersikap manis juga. Sikap tidak sopan dan slenge-annya perlahan mulai hilang dari ingatan. Bahkan seharusnya aku mengucapkan terima kasih, karena dia telah sudi menolong. "Hey ... jangan memandangiku seperti itu! Tar naksir lho." "Eh." Aku gelagapan mendengar ledekan Fino. Bahkan pipi terasa panas saat melihat Keyra ikut tertawa kecil. Sial! Aku ketahuan sedang mencuri pandang pada pemuda berhidung bangir itu. "Sudahlah teruskan saja makannya!" ujar Fino seolah menyadari ketidaknyamanku. Kemudian dia mendekati Keyra yang tengah duduk di sampingku. "Key sayang, Om jalan dulu, ya. Tolong jaga tante cantik ini biar tidak pingsan lagi. Suruh dia meminum obatnya," perintahnya lembut. "Okyu, Om," sahut Keyra semangat sembari membulatkan jempol dan telunjuknya. Setelah mengacak poni Keyra sebentar, Fino pun kembali memandangku. Dia menunjukan jam di pergelangan tangan. Sepertinya itu isyarat bahwa dia akan pamit pergi. Dan benar saja. Begitu mendapat anggukan setuju dariku, pemuda bertinggi badan menjulang itu beranjak ke luar kamar. "Ayo dihabiskan makannya, Tante!" suruh Keyra padaku dengan senyuman. "Iya." Aku menjawab sembari mengusap pelan kepala gadis kecil itu. Lalu kembali kujejali mulut dengan nasi dan potongan ayam. Ketika sekitar lima sendok nasi berhasil masuk perut, aku menghentikan aktivitas itu. Karena kini perut terasa lebih nyaman. Tidak perih lagi seperti tadi. Melihat aku sudah merampungkan makan siang, dengan sigap Keyra mengambil sebuah bungkus di atas nakas. Lalu menyerahkannya. Saat kulongok ternyata isinya sebotol vitamin dan satu strip obat. Kembali gadis kecil itu menyodorkan segelas air putih, usai melihatku meminum obat. Lalu dengan cekatan dia membawa piring kotor bekasku ke dapur. Hanya selang beberapa menit, gadis kecil berkulit putih bersih serupa papanya pun muncul lagi. Kembali pula dia duduk di sampingku. Kami pun terlibat obrolan yang seru. Ternyata sifat supel Rudi menurun pada anaknya. Sehingga sangat menyenangkan rasanya bisa berbincang dengan anak itu. Namun, sayang ... sekitar satu jam kemudian, mataku terasa berat. Mungkin ini efek dari obat yang kuminum. Maka dengan berat hati kuutarakan niat untuk kembali terpejam. Keyra sendiri begitu pengertian. Gadis cilik itu bergegas ke luar kamar untuk mempersilakan aku tidur kembali.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN