Suara adzan subuh yang bergema pada applikasi ponsel membuatku terjaga. Semalam agak larut mataku terus terbuka. Benar-benar sulit dipejamkan. Tentu saja pikiran ini selalu saja tertuju pada Abella dan Davin.
Ahhh, sedang apa keduanya? Apakah mereka baik-baik saja? Apakah sudah makan? Apakah Mami mampu mengurus mereka? Lalu apakah Nella masih menginap di sana?
Pikiranku terus saja berkecamuk. Rasa resah, galau, dan rindu pada kedua buah hati menyerbu sukma. Membuat mood-ku kembali turun. Benar-benar tidak ada semangat.
Lama terbengong akhirnya aku sadar juga jika sedang tidak berada di rumah sendiri. Aku masih tinggal di rumah Mas Rudi. Mantan suaminya Nella. Wanita iblis yang telah memporak-porandakan biduk rumah tanggaku.
Takdir memang aneh. Sekarang aku malah dekat dengan Mas Rudi. Bahkan semalam pria itu menunjukkan perhatiannya padaku. Sebagai wanita dewasa aku merasa tersanjung atas perlakuannya. Namun, aku tidak mau berharap lebih. Fokusku sekarang adalah memikirkan apa langkah selanjutnya. Aku harus bangkit dari keterpurukan ini.
Aku menggeliat sebentar. Merenggangkan tangan agar otot-otot yang tegang menjadi lemas kembali. Saat menoleh ke sebelah, tampak Keyra masih meringkuk di bawah selimutnya. Tidurnya masih pulas.
Kasihan sebenarnya melihat Keyra. Dia masih butuh sentuhan dan pelukan hangat seorang ibu. Anak korban perceraian memang selalu menderita. Sama seperti Davin dan Abella.
"Ahhh, sudahlah!'
Mengesampingkan rasa malas aku bangun dari tiduran ini. Kembali merenggangkan otot sejenak dengan berjinjit dan menaikan kedua tangan ke atas. Lumayan enak.
Setelah merasa cukup lemas sendi-sendi badan, aku beranjak ke luar kamar. Berniat untuk mengambil air wudhu di kamar mandi.
Kaki ini melangkah menuju ruangan yang bersebelahan dengan dapur. Ketika melewati ruang tengah tak sengaja aku berpapasan dengan Rudi. Pria itu sepertinya baru saja ke luar dari kamar mandi. Itu terlihat dari bajunya yang sedikit basah di beberapa tempat. Wajah dan rambutnya juga menyiratkan jika lelaki itu baru saja berwudhu.
Mas Rudi tampak rapi dengan koko dan songkok berwarna putih. Pria itu memandangiku dengan tatapan aneh. Lalu menggeleng pelan dan melempar senyum kecil. Aku sendiri sampai bingung dibuatnya.
Kenapa? Apakah diriku terlihat sangat berantakan karena baru bangun tidur? Atau terlihat cantik alami? Seperti yang selama ini Mas Ferdi lontarkan setiap kali melihatku bangun tidur. Aduh ... kenapa aku jadi GR begini?
Setelah senyum-senyum tidak jelas, tidak lama berselang Rudi lekas berlalu. Sepertinya lelaki itu hendak menunaikan kewajiban dua raka'atnya di masjid terdekat. Aku menduga seperti itu karena terlihat dia melangkah ke luar rumah.
Sungguh sholeh mantan suamimu Nella. Kenapa kamu sia-siakan?
Usai memandangi kepergian Mas Rudi, aku kembali ke niat awal yaitu membersihkan hadas kecil. Namun, begitu menyentuh air hatiku tergerak ingin segera membersihkan badan. Sayangnya udara pagi masih terasa begitu dingin di kulit. Maka aku urungkan niat itu. Nanti saja deh. Sekarang kembali ke niat semula. Wudhu saja.
Ketika tengah membasuh muka, suara ketukan keras dan panggilan dari Keyra membuatku mempercepat aktivitas.
"Yang ada di kamar mandi, tolong cepat dong! Keyra udah gak tahan nih," teriak Keyra dengan terus mengetuk pintu. Sepertinya anak itu tengah kebelet berat. Sehingga tak sabar untuk menunggu.
"Iya, tunggu sebentar!" balasku kemudian. Untung udah selesai wudhunya.
Begitu aku membuka pintu, Keyra menatapku aneh. Seperti papanya tadi, ia juga melempar cengiran kecil.
"Kenapa, Key?" tanyaku penasaran. "Ada yang salah dengan Tante?"
"Ah ... tidak," sahut Keyra tetap mengulum senyum disertai gelengan. "Cuma lucu aja. Tante Aya pake baju tidurnya kebalik. Hi hi." Tawanya pun meledak.
Otomatis tanpa berpikir dua kali, aku segera memeriksa baju yang melekat di badan.
Ah ...ya, benar kebalik. Pantas saja tadi Rudi senyum-senyum tidak jelas melihatku. Juga yang pasti rasanya tidak pas begini. Ya ...ampun, kenapa aku jadi teledor?
Masih dengan tersenyum geli, Keyra masuk ke kamar mandi. Meninggalkan aku yang masih terbengong tidak jelas. Setelah tersadar dari lamunan, aku lekas menuju ke kamar Keyra.
Langkah ini panjang-panjang agar cepat sampai. Malu kalau sampai ada yang tahu lagi. Tapi malu untuk siapa? Paling Bik Marni yang melihat nantinya. Di rumah ini kan hanya ada tiga orang saja. Yaitu Mas Rudi, Keyra, dan Bik Marni.
Begitu tiba di kamar, segera kubetulkan posisi baju.
Ah ... kalau begini kan enak di badan.
Menit berikutnya, sajadah panjang kubentangkan. Saatnya menunaikan kewajiban. Aku akan menghadap sang Tuhan untuk memohon ampunan. Serta berdoa kepada-Nya, agar hidupku ke depan jauh lebih terarah. Lalu di akhir doa tak lupa kuselipkan harapan agar lekas dipersatukan lagi dengan kedua buah hati.
?
Dapur adalah tempat yang kutuju usai melaksanakan shalat. Membantu Bik Marni menyiapkan sarapan adalah hal yang cukup menyenangkan. Karena wanita beruban itu pandai sekali melucu. Sejenak beban yang menghimpit d**a agak berkurang mendengar celoteh wanita berlogat jawa itu.
Tak terasa tiga menu sarapan yaitu nasi goreng, dadar telor, dan bakwan jagung berhasil terhidang meja. Aku sendiri kembali menuju ke kamar Keyra untuk mengambil baju ganti yang semalam Rudi belikan.
Ketika tiba di kamar Keyra, terlihat gadis cilik itu sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Dirinya tengah asyik menyisiri rambut hitam legamnya yang panjang sebahu. Keyra duduk menghadap di cermin rias.
Ah ... mandiri sekali bocah ini.
Tanpa disuruh aku menolong bocah itu untuk menyisirkannya. Lalu menyematkan jepitan rambut berbentuk kupu-kupu.
Kalau melihat tampilan Keyra seperti ini, aku jadi ingat Abella. Sedang apa bocah itu? Abell ... Bunda kangen. Aku menghela napas. Selalu saja hatiku sedih jika teringat anak-anak.
Lamunanku terbuat saat mendengar Keyra mengucap kata banyak terima kasih. kalimat itu dengan acungan dua jempol. Bergegas kami ke luar kamar, tapi dengan tujuan yang berbeda. Keyra menuju meja makan, sedang aku beranjak ke kamar mandi dengan membawa baju ganti.
Rasanya ingin cepat ke rumah Ria. Takut gadis itu sudah keburu berangkat kerja. Maka aktivitas membersihkan badan kubuat sekilat mungkin. Bahkan memakai baju pun secepatnya tanpa perlu bercermin dulu.
Usai membersihkan badan, dengan langkah yang tergesa aku menuju meja makan. Rudi dan Keyra tersenyum menyambut. Seperti biasa kupilih kursi di samping Keyra. Ketika tengah mengambil nasi goreng, terdengar pintu rumah diketuk orang. Karena terus diketuk aku berinisiatif untuk membukakan pintu. Namun, dicegah oleh Mas Rudi.
"Biar Bik Marni saja," ujarnya pelan, "Bik, tolong bukain pintu. Lihat siapa yang datang," suruhnya sedikit berteriak.
"Baik, Pak."
Dari dapur Bik Marni tergopoh-gopoh menuju ruang depan untuk membuka pintu. Lima menit kemudian, wanita itu menghadap Rudi.
"Maaf, Pak. Ada Ibu Nella sama mantan suaminya Ibu Aya ke mari," lapor Bik Marni dengan menunduk sopan.
"Apah?"
Seketika aku dan Rudi terperangah mendengar laporannya.