Hari keempat, dan semuanya masih sama saja. Bumi masih gelap gulita. Kalau tak ada cahaya lampu yang menerangi, penduduk bumi tidak akan dapat melihat apa-apa. Mereka seperti orang buta saja atau manusia goa. Sangat menyebalkan. Sungguh, keadaan ini membuat semua orang malas untuk melakukan sesuatu, termasuk Zack. Bahkan untuk membuka mata sekali pun rasanya Zack tidak ingin melakukannya. Ia ingin terus tidur saja sampai matahari kembali menyinari bumi seperti biasanya. Anggap saja ia berhibernasi seperti beruang, tupai dan binatang lainnya yang melakukan tidur panjang di sepanjang musim dingin. Seandainya tidak ingin buang air, Zack tidak akan mau bangun.
Dengan sangat terpaksa Zack membuka mata. Bergerak seperti zombie menuju kamar mandi. Tidak adanya sinar matahari ini membuatnya selalu merasa mengantuk. Zack menarik kakinya malas, ia sudah kebelet ingin buang air kecil. Zack mendesah lega begitu selesai. Bergegas luar kamar mandi, ia kedinginan. Seolah pemanas ruangan tidak berfungsi. Saat tidak ada sinar matahari seperti sekarang ini, semua peralatan elektronik tidak ada yang berfungsi dengan baik. Kemarin air hangat yang terasa dingin, hari ini pemanas ruangan yang kalah dengan cuaca musim gugur.
Zack sangat jarang menggunakan pemanas ruangan. Ia terlalu sibuk berada di luar rumah, tidak memiliki banyak waktu di dalam rumah. Pekerjaannya sebagai jurnalis sangat menyita waktu. Namun, itu dulu, sewaktu ia masih bekerja dan keadaan bumi masih terang benderang saat siang hari. Setelah dipecat pin Zack tidak pernah menggunakan pemanas ruangan. Ia masih bisa beradaptasi dengan suhu musim gugur. Sekarang, sudah sejak dua hari yang lalu ia menyalakan pemanas ruangan. Siang malam suhu udara sama saja, malah makin ke sini semakin bertambah dingin. Zack sampai menggunakan dua lembar selimut tebal untuk menghangatkan tubuhnya di malam hari.
Zack duduk di sisi tempat tidur, berniat ingin melanjutkan tidurnya. Namun, suara ribut di luar rumah mengurungkan niatnya. Zack menyeret kakinya ke arah jendela yang masih tertutup gorden. Membuka gorden sedikit untuk mengintip keadaan di luar. Zack berdecak, ternyata para tetangganya berkumpul di jalan raya di depan rumah mereka masing-masing. Entah apa yang mereka lakukan, ia tidak peduli. Lebih baik kembali melanjutkan tidur.
Sayangnya mata Zack sudah tidak mengantuk lagi. Suara para tetangganya di luar sana terdengar berdengung seperti suara sekumpulan lebah. Begitu berisik, membuatnya tidak bisa lagi memejamkan mata. Zack memutuskan untuk mandi sebelum membuat sarapan. Mandi yang hanya beberapa menit saja. Zack masih mengenakan kaus dan sweater sama seperti kemarin. Ia tidak terlalu tahan dengan udara yang terasa lebih dingin dari udara musim gugur biasanya.
Zack juga menyiapkan sarapan yang sama seperti yang kemarin dimakannya. Semangkuk sereal disiram s**u. Zack membawa sarapannya ke kamar, membuka gorden dan pintu balkon. Ia akan memakan sarapannya di balkon sambil menikmati pemandangan para tetangganya yang bergerombol. Mata Zack menyipit menatap ke rumah di seberang rumahnya. Beberapa orang keluar dari rumah itu dan bergabung dengan tetangga lainnya di jalanan..
Zack menghabiskan sarapannya dengan cepat. Ia juga ingin bergabung dengan para tetangganya. Ia sangat penasaran dengan apa yang terjadi. Apalagi dilihatnya ada Jonah di sana, berdiri di depan rumahnya. Bahkan Hailey pun rela meninggalkan tayangan televisi favoritnya hanya untuk bergabung.
Zack segera membuka pintu dan keluar rumah. Menghampiri Jonah yang berdiri di beranda rumahnya. Tergesa Zack membuka pintu pagar pria itu, setengah berlari mendatanginya.
"Selamat pagi, Jonah!" sapa Zack. "Kau tahu apa yang terjadi saat ini?" Zack bertanya sambil menunjuk para tetangga mereka yang berkumpul di jalan raya. "Apakah ada sesuatu yang penting?"
"Selamat pagi, Zack!" balas Jonah. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri menjawab pertanyaan Zack. "Aku juga tidak tahu apa yang telah terjadi. Aku baru saja keluar rumah karena mendengar suara berisik mereka." Jonah menunjuk para tetangganya dengan dagu.
"Well, aku keluar rumah karena melihatmu." Zack meringis, mengusap tengkuknya. "Kukira kau juga akan bergabung bersama mereka."
Jonah terkekeh pelan. "Aku kurang tertarik pada sesuatu yang tidak memiliki alasan jelas seperti itu, Zack," ucapnya. "Kurasa mereka hanya membicarakan keanehan ini atau mungkin gosip lainnya."
Zack mengangguk. Jonah benar. Apalagi yang dibicarakan para tetangga mereka selain keanehan alam ini. Sepertinya ia hanya membuang waktu saja, lebih baik ia kembali ke rumahnya. Tidur kedengarannya lebih menyenangkan dan bermanfaat daripada ikut mengobrol yang tidak penting.
"Kurasa aku ...."
"Zack! Jonah! Maukah kalian bergabung bersama kami?"
Zack menoleh mendengar seruan itu. Hailey terlihat melambaikan tangan di antara kerumunan. Perempuan itu yang berseru tadi. Hailey menghampiri mereka, dia tampak bersemangat.
"Apakah kalian mau bergabung bersama kami?" tanya Hailey begitu berada tepat di depan kedua pria berbeda usia.
Zack mengangkat bahu sambil menggelengkan kepalanya pelan beberapa kali. "Bergabung untuk apa?" tanyanya bingung.
"Bagaimana denganmu, Jonah? Apakah kau juga mau bergabung bersama kami?"
Jonah melakukan hal yang sama dengan Zack, mengangkat bahunya. "Aku tidak tahu," jawabnya. "Memangnya bergabung untuk apa?"
Hailey tersenyum lebar. Pipinya yang bulat tampak semakin berisi saat dia seperti itu.
"Kami berencana akan berdemo." Hailey sangat senang memberitahukan rencananya dan para tetangga mereka. "Kami akan menuntut pemerintah untuk memberikan penjelasan lebih tentang tak adanya sinar matahari ini. Kami akan meminta kepastian kapan akan mendapatkan sinar matahari lagi!" jelas Hayley berapi-api.
Zack mengembuskan napas melalui sedikit kencang. Tertawa kecil untuk menahan tawa keras yang akan keluar dari mulutnya. Sungguh, ini sangat lucu. Bagaimana mungkin mereka bisa berpikir untuk mendemo pemerintah? Seharusnya mereka membiarkan saja perintah dan NASA bekerja, mereka lebih tahu. Lagipula sepertinya tidak ada yang dapat memastikan kapan bumi akan kembali seperti sediakala.
"Bagaimana, Zack, Jonah, apakah kalian tertarik untuk ikut?" tanya Hailey dengan mata berbinar. Dia sangat yakin kalau pria-pria tampan di depannya ini akan menerima ajakannya.
"Entahlah dengan Jonah, kalau aku rasanya tidak bisa ikut," jawab Zack serba salah. "Aku ada urusan ...."
"Urusan apa? Kurasa kau hanya ingin tidur saja!" tuduh Hailey asal. Yang sayangnya sangat tepat.
Zack meringis mendengarnya. Namun, ia tidak kehabisan akal untuk menolak ajakan Hailey. Untuk apa mereka berdemo, kalau tidak akan menghasilkan apa-apa.
"Bukan hanya itu, Hailey. Aku juga akan melakukan interview pekerjaan melalui panggilan video karena itu aku tidak bisa meninggalkan rumah."
Zack menyumpah di dalam hati setelah mengatakan hal itu. Interview pekerjaan? Yang benar saja! Tidak ada satu pun kantor atau restoran dan toko yang buka saat gelap seperti ini. Ia hanya asal mengarang saja, yang penting ia memiliki alasan untuk menolak permintaan Hailey.
"Benarkah itu?" tanya Hailey dengan alis mengernyit. Meski ragu dia tetap memercayai perkataan Zack. Hailey menatap Jonah, minta jawaban pria itu. "Bagaimana denganmu, Pak Tua? Apakah kau juga akan menolak untuk ikut?"
Jonah mengangguk. "Kurasa aku juga tidak ikut," jawabnya santai. "Aku hanya akan menjadi penonton dan menanti hasil demo kalian."
Hailey berdecak, menatap kedua pria berbeda usia itu dengan mata menyipit. Dia berharap bisa mengajak keduanya. Semakin banyak orang yang ikut semakin baik. Para polisi dan penjaga tidak akan bisa membubarkan mereka dengan mudah. Sayangnya kedua pria itu tampak tidak tertarik. Benar-benar para pria pemalas.
Hailey meninggalkan Zack dan Jonah, kembali pada kumpulan teman-temannya. Mereka harus mengatur rencana untuk demo yang rencananya akan mereka langsungkan besok.
Zack menggeleng pelan beberapa kali. Ia masih tidak percaya kalau para tetangganya memiliki ide gila seperti tadi. Mendemo pemerintah. Zack tertawa kecil, menatap Hailey dan para tetangganya yang lain. Mereka terlihat sangat serius.
"Well, kurasa sebaiknya aku pulang saja karena sungguh, aku tidak tertarik untuk melakukan hal konyol seperti ajakan Hailey," ucap Zack.
Jonah menghela napas, mengembuskannya dengan sedikit keras melalui mulut. Kemudian terlihat kepalanya bergerak naik turun sekali.
"Aku tidak percaya mereka akan benar-benar melakukannya."
"Maksudmu?" tanya Zack dengan alis berkerut. Jonah berkata seolah ia sudah tahu dengan rencana demo itu. "Kau sudah tahu tentang itu?"
Jonah mengangguk lagi. "Kemarin Hailey mengatakannya padaku. Katanya, dia dan tetangga lainnya berencana untuk demo. Mereka akan meminta pemerintah untuk membuatkan sinar matahari tiruan agar kita kembali terang."
"Wow!"
Hanya kata itu yang keluar dari mulut Zack. Ternyata para tetangganya sudah memikirkan ide gila itu dengan matang. Lalu, ke mana dirinya saat Hailey mengatakan ide itu kepada Jonah? Sepertinya ia kembali tidur saat itu. Entahlah, Zack tidak ingin memikirkannya. Meskipun ia juga menginginkan sinar matahari kembali, tapi ia akan berpikir untuk menuntut pemerintah. Pemerintah atau siapa pun tidak memiliki kuasa untuk mengatur alam. Zack yakin, fenomena alam yang aneh ini akan segera berlalu. Matahari pasti akan kembali menyinari bumi mereka. Namun, kapan tepatnya ia tidak tahu. Semoga saja secepatnya.
"Well, sampai nanti, Jonah. Aku akan kembali ke rumahku sekarang," ucap Zack mengusap tengkuk.
Jonah mengangguk. "Sampai nanti, Zack," balas Jonah. "Berharap lah matahari segera bersinar lagi sebelum demo sialan itu terjadi."
Zack tertawa, mengangguk sekali sebelum beranjak meninggalkan rumah Jonah dan kembali ke rumahnya. Untuk kembali ke rumah, Zack harus melewati kerumunan tetangganya yang sepertinya masih mendiskusikan rencana mereka. Zack meringis melihat mereka yang menatapnya. Biasanya ia akan mengabaikan tatapan seperti itu, tapi tidak kali ini. Zack menyapa mereka.
"Halo, Semua. Selamat pagi!" ucap Zack sambil terus berjalan. Ia tidak tertarik ikut dengan mereka, hanya sekedar menyapa.
"Selamat pagi, Nak!"
Seorang pria seusia Jonah membalas sapaannya. Zack mengangguk pada pria itu sebelum memasuki membuka pintu pagar rumahnya, melewati pekarangan untuk mencapai pintu. Zack langsung masuk ke dalam rumah, mengunci pintu dan menaiki tangga dengan cepat. Ia sangat merindukan kamarnya. Persetan dengan perutnya yang berbunyi minta diisi. Ia sudah sarapan tadi, tidak tertarik dengan camilan yang hanya akan membuat timbangannya bertambah. Ia malas berolahraga, ingin tidur saja. Lagipula, keadaan alam sangat mendukung untuk kembali tidur.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sekarang sudah hari ketujuh, dan bumi masih saja gelap. Benar-benar matahari sedang merajuk. Para tetangganya sudah melaksanakan rencana mereka untuk berdemo. Hasilnya? Sangat tidak memuaskan. Tidak ada polisi ataupun petugas yang menghalangi demo itu, tetapi pemerintah daerah tidak menanggapi permintaan mereka. Gubernur hanya mengatakan, para ilmuwan sekarang masih meneliti penyebab matahari tidak menyinari bumi, tidak memiliki waktu untuk membuatkan sinar matahari buatan yang hanya akan bertahan beberapa hari saja. Sungguh, Zack ingin tertawa saat Hailey melaporkan kegagalan mereka itu, tapi ditahannya. Ia tidak ingin membuat Hailey merasa dipermainkan, ia masih menghormati perempuan yang seperti ibunya itu.
Zack duduk di tempat tidur, mengucek mata dan menguap sekali sebelum menurunkan kaki. Membawa kakinya untuk melangkah ke kamar mandi. Ia akan membersihkan diri. Sudah bukan waktunya bermalas-malasan lagi. Ia akan kembali pada rutinitasnya seperti sediakala. Tidak ada gunanya terus berada di atas tempat tidur. Ia perlu bergerak agar lemak di tubuhnya tidak menumpuk.
Zack mengerang keras ketika air dingin bersentuhan dengan tubuh telanjangnya. Suhu air semakin dingin saja, air dingin bahkan sudah membeku seiring membekunya beberapa sungai yang ada di daerah mereka. Zack menyelesaikan mandinya dengan cepat. Ia tidak ingin berlama-lama di dalam kamar mandi, tak ingin membeku dan berakhir menjadi balok es. Sangat tidak lucu kalau ada berita tentang dirinya yang terkurung di dalam balok es dalam keadaan t*lanjang.
Zack kembali mengenakan sweater setelah kaus. Beruntung ia banyak mengoleksi sweater dan baju hangat lainnya. Ia bekerja di luar ruangan, baju hangat sangat diperlukan saat musim gugur apalagi musim dingin. Ia tidak ingin terserang hipotermia. Zack segera keluar dari kamar, turun ke bawah dan langsung menuju dapur.
Sarapan Zack sama saja dengan beberapa hari yang lalu. Sereal disiram s**u. Kali ini ia tidak membawa sarapannya keluar, ia akan menikmati sarapannya di meja pantry seperti biasanya. Tak ada koran yang menemani sarapannya. Perusahaan percetakan banyak yang tutup sejak hari kedua keadaan aneh ini. Yang bekerja hanya para kru televisi, itu pun yang hanya para reporter. Seluruh stasiun televisi hanya melaporkan perkembangan keadaan bumi mereka yang sudah sepekan berada dikegelapan.
Zack menghabiskan sarapannya dengan cepat. Merapikan meja dan membersihkan peralatannya sebelum melangkahkan kaki menuju pintu belakang rumahnya. Ia akan menyapa Jonah dan beberapa tetangga lainnya. Hanya sebentar sebelum ia berolahraga.
Sekarang Zack sudah mengenal hampir seluruh tetangganya. Seringnya ia bergabung bersama mereka di halaman belakang rumah masing-masing untuk sekedar mengobrol membuatnya tahu mana-mana mereka. Para tetangganya sangat ramah, mereka tidak lagi menawarkannya untuk ikut dengan rencana mereka untuk mendapatkan kembali sinar matahari. Para tetangganya memang ingin berdemo lagi besok. Kali ini mereka akan turun di jalan saja, tidak lagi di depan gedung gubernur.
"Selamat pagi, Jonah!" Seperti biasanya, Zack menyapa Jonah terlebih dahulu. Jonah adalah tetangga terdekat. Rumah mereka hanya dipisahkan jalan setapak kosong dengan lebar satu meter. "Apa kabar? Apakah tetap baik?"
"Halo, Zack. Selamat pagi!" balas Jonah. "Seperti yang kau lihat aku baik-baik saja,.masih belum tertular Roger untuk mengikuti kegiatannya untuk berdemo lagi."
Zack terkekeh. Roger Shaque adalah pria yang waktu itu menyapanya. Ternyata ia adalah pemilik ide demo waktu itu. Zack tersenyum padanya. Mengangguk dan melambaikan tangan begitu Roger melambai ke arahnya. Rogers memiliki rencana untuk berdemo lagi, kali ini mereka tidak mengajaknya. Sepertinya mereka sadar kalau ia tidak akan mengikuti ide mereka.