Hari ketiga, dan masih sama. Bumi tidak menunjukkan gejala membaik, masih saja gelap seperti dua hari sebelumnya. Membuat Zack malas untuk membuka mata apalagi turun dari tempat tidur. Meski jam alarm-nya berbunyi yang menandakan pukul tujuh pagi, mata Zack tetap terpejam. Bahkan sampai beberapa menit kemudian. Seandainya saja cacing-cacing di dalam perutnya tidak berdemo karena tidak diberi sarapan, Zack tidak akan bangun.
Dengan malas Zack membuka mata. Sungguh, keadaan bumi yang gelap gulita membuatnya sangat malas beraktivitas, untuk ke kamar mandi dan mengisi perut sekalipun. Rasanya ia ingin tetap terlelap saja dan bangun ketika bumi sudah kembali seperti sedia kala. Namun, sayangnya tidak bisa. Ia tidak berada di negeri dongeng yang bisa tertidur pulas berapa pun lamanya, kemudian bangun karena ciuman seorang putri yang merupakan cinta sejatinya.
Astaga! Zack menggeliat jijik. Kondisi bumi yang masih saja tanpa sinar matahari setelah beberapa hari membuatnya melantur.
"Wake up, Zack! Selamat datang di kehidupan nyata!"
Zack bermonolog sambil menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ia masih saja terlihat tampan meski belum mencuci muka apalagi mandi. Zack meringis dengan kenarsisannya, mengangkat tangan memukul kepalanya pelan. Ia perlu menghilangkan kegilaan akibat keanehan ini. Entah sampai kapan bumi setia dengan kegelapannya, semoga saja secepatnya berakhir.
Zack tidak mandi, ia hanya mencuci muka dan menggosok gigi. Setelah itu langsung pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Bukan sarapan dengan porsi lengkap, hanya semangkuk sereal bercampur s**u. Ia tidak menyukai sesuatu yang ribet, cukup yang sederhana saja. Ia tidak memiliki banyak waktu untuk membuatnya. Sarapan paling mudah dan tidak memakan waktu lama untuk menyiapkannya adalah sereal dan s**u. Yang paling menyenangkan dari sarapan itu, kau bisa memakannya di mana saja. Seperti sekarang, Zack membawa mangkuk serealnya ke halaman belakang. Ia ingin menyapa para tetangganya sebentar sebelum kembali tidur.
"Selamat pagi, Jonah!" sapa Zack melihat pria itu yang sedang mengangkat barbel sambil berbicara dengan tetangga yang lain.
Kali ini Hailey tidak terlihat, sepertinya dia sedang sibuk dengan tontonan paginya. Hailey sangat tertarik dengan tayangan televisi yang menyiarkan tentang keanehan bumi. Tiga hari berturut-turut bumi mengalami kegelapan sungguh bukan sesuatu yang bagus. Mereka akan kembali ke zaman es kalau terus seperti ini.
"Oh, hai, Zack, selamat pagi!" balas Jonah. Pria itu meletakkan barbelnya ke tanah. Menurut Jonah meski tidak ada matahari, kesehatan tetap harus dijaga. Ia harus tetap bugar walaupun bumi masih berduka. "Kukira kau masih tidur." Jonah terkekeh.
Zack meringis. Jonah seolah sangat tahu tentang dirinya, dan sepertinya memang sangat tahu. Ia memang berencana untuk bangun siang hari ini karena jam berapa pun ia bangun tidur langit tetap saja gelap.
"Tebakanmu kurang tepat, Jonah," sahut Zack setelah menyuap sereal terakhir di mangkuk dan menelannya. "Rencananya aku memang akan bangun siang atau apa pun itu namanya, kau tahu lah." Zack mengibaskan sebelah tangannya kacau. Sebelah tangan lagi memegang mangkuk yang telah kosong. "Sayangnya cacing-cacing di perutku tidak bisa diajak kompromi. Mereka berdemo di dalam perutku, memaksaku untuk memberi mereka makan."
Jonah tertawa mendengar perumpamaan yang keluar dari mulut Zack. Ia tidak menyangka kalau pria muda yang terlihat sangat bebas seperti Zack menguasai perumpamaan seperti itu. Sungguh sesuatu yang langka baginya.
"Aku suka lelucon yang kau katakan, Anak Muda," ucap Jonah setelah tawanya berhenti.
Zack mengangguk. "Terima kasih," sahutnya. "Kau seharusnya bangga pada dirimu karena kau yang pertama mendengarnya." Zack terkekeh. "Percayalah, Jonah, aku mengatakan yang sebenarnya." Zack mengangkat kedua bahunya.
Jonah mengangguk, ia percaya dengan perkataan Zack. "Lalu, bagaimana menurutmu dengan hari ini?" tanya Jonah." Sudah tiga hari kita diliputi kegelapan. Menurutku ini bukan sesuatu yang bagus. Maksudku ... kau pasti tahu apa yang kumaksudkan."
Zack mengangguk. Tentu saja ia paham maksud Jonah. Kalau bumi terus gelap tanpa sinar matahari seperti ini, bisa-bisa mereka membeku seperti yang dikatakan Hailey dua hari yang lalu. Itu sungguh buruk bagi seluruh penduduk bumi. Tidak ada seorang pun yang ingin mati beku seperti ikan-ikan di danau dekat rumah orang tuanya di kota kelahirannya.
"Kuharap mereka segera menemukan penyebabnya dan bumi bisa disinari matahari lagi."
Zack mengangguk lagi, menyetujui keinginan Jonah.
"Aku tidak percaya kalau aku bisa sangat merindukan sinar matahari seperti ini, Zack," ucap Jonah tanpa menyembunyikan kesedihan dalam suaranya. "Aku berharap semoga matahari kembali bersinar seperti biasanya."
Sekali lagi lho Zack mengangguk. Ia juga mempunyai harapan yang sama seperti harapan Jonah. Ingin bumi kembali secepatnya seperti sedia kala. Zack berharap secepatnya agar ia tidak seperti seorang putri tidur.
"Aku akan kembali ke dalam," ucap Zack. Tangan kanannya yang memegang mangkuk menunjuk rumahnya. "Kurasa aku akan melanjutkan tidurku." Zack meringis. "Semoga saja saat aku bangun nanti bumi sudah kembali seperti semula."
Jonah mengangguk. "Semoga saja!" ucapnya. "Haruskah aku mengucapkan selamat tidur untukmu?"
Zack tahu Jonah hanya bercanda, karena ia menanggapi candaan itu. "Kalau kau tidak keberatan," sahut Zack tertawa.
"Baiklah." Jonah mengangguk lagi. "Selamat tidur lalu begitu, Anak Muda. Semoga tidurmu nyenyak dan mimpi indah."
"Aku tidak ingin bermimpi, Jonah. Percayalah!" Zack menggeleng pelan. "Yang kuinginkan saat ini adalah cahaya matahari yang kembali seperti biasanya. Seperti yang kau katakan, kau tidak suka dengan keadaan seperti ini, begitu pun aku."
"Tidak ada yang suka dengan semua ini, Nak," sahut Jonah. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri beberapa kali. "Kecuali anak-anak itu!" Jonah menunjuk beberapa orang anak yang terlihat menikmati siang hari berlapis malam. Wajah-wajah mereka tampak sangat bahagia. Dasar anak-anak.
Zack meringis. Anak-anak memang belum memiliki pikiran berat. Isi otak mereka hanyalah bermain, bahagia, dan bermain. Tidak ada apa-apa lagi yang mereka pikirkan selain seperti siklus yang dikatakannya tadi. Kembali Zack menggelengkan kepalanya. Berdecak dan tertawa pelan. Menertawakan dirinya yang merasa iri pada anak-anak itu.
"Sampai nanti, Jonah," ucap Zack. "Bertemu lagi nanti."
Jonah mengangguk. Ia juga akan kembali ke dalam rumahnya. Percuma berolahraga seperti tadi kalau kau tidak berkeringat. Malam musim gugur tidak sehangat malam musim semi. Malam musim gugur sangat dingin meski tidak sedingin musim dingin, tapi tetap saja tidak membuatnya berkeringat. Benar-benar rasanya seperti malam hari.
Zack masuki rumahnya. Mencuci mangkuk bekas sereal dan menyimpannya kembali ke dalam lemari. Dengan langkah kaki yang sangat ringan, Zack menaiki tangga. Merebahkan tubuhnya di tempat ternyaman di dunia setelah berada di kamar. Zack menarik selimut, memejamkan mata. Mencoba kembali meraih mimpi yang sempat tertunda.
***
Mata biru Zack perlahan terbuka, setelah terlihat bergerak-gerak sejak beberapa detik yang lalu. Zack mengerjap beberapa kali, duduk dan mengucek mata. Mengerang setelah sadar tidak ada yang berubah sama sekali. Keadaan kamarnya tetap saja gelap seperti saat ia ingin tidur tadi. Berarti bumi masih tanpa sinar matahari. Astaga, apa yang sudah terjadi di atas sana? Kenapa sampai sekarang masih saja gelap seperti ini?
Tangan Zack terulur menyentuh nakas, menyalakan lampu tidur yang tadi sengaja ia matikan. Keadaan kamarnya gelap gulita, beruntung ia sudah hafal dengan letak semuanya sehingga tidak perlu meraba-raba seperti seorang yang buta.
Mata biru Zack menyipit, mengerjap beberapa kali berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk. Meski cahaya dari lampu tidurnya redup, tetap saja matanya sedikit silau ketika lampu itu dinyalakan. Zack melirik jam digital yang terletak di atas nakas, tepatnya di sebelah lampu tidur. Angka 9:14 tertera di layar jam itu, artinya sudah lebih dari 1 jam ia tertidur kembali. Zack beringsut, menyibakkan selimut dan menurunkan kaki. Sejenak Zack kembali terdiam. Sampai kapan bumi akan terus seperti ini? Sungguh, ia tidak menyukai gelap, rasanya seperti hidup di dalam gua pada zaman prasejarah.
Zack menggeleng pelan. Melangkah menuju kamar mandi, memasukinya untuk yang kedua kali pagi ini. Kali ini ia tidak sekedar mencuci muka dan gosok gigi, ia juga akan mandi. Zack melepaskan seluruh pakaiannya, berdiri di bawah pancuran. Tangannya terulur untuk membuka air air hangat.
"Astaga!"
Zack memekik kaget begitu air itu menyentuh tubuhnya. Segera saja dimatikan kembali keran yang tadi dinyalakan. Zack mengamati keran, berpikir kalau ia telah salah menyalakan. Seharusnya keran air hangat bukan keran air dingin. Sepasang alis tebal Zack berkerut, ia tidak salah menyalakan, itu adalah keran air hangat. Namun, kenapa airnya terasa dingin saat menyentuh kulit? Sepertinya ada yang salah. Apa mungkin karena tidak adanya sinar matahari sehingga air hangat berubah menjadi dingin?
"Fvck!"
Zack menyumpah kesal. Ia sudah tidak tahan lagi. Kegelapan ini sangat menyiksanya. Kalau terus saja seperti ini, ia yakin tidak akan ada lagi gunung berapi karena lahar yang membeku. Seluruh kehidupan di bumi juga berangsur akan musnah. Manusia akan kelaparan karena tidak adanya bahan makanan. Semua tumbuhan tidak bisa menghasilkan karena tidak adanya sinar matahari.
Oh, tidak! Pemerintah harus cepat melakukan sesuatu untuk membuat matahari kembali bersinar. Ia tidak mau mati konyol, ia belum menikah. Zack menggeram kesal, memaki otaknya yang masih sempat memikirkan hal bodoh itu di saat genting seperti ini.
"Dumb Zack!"
Zack memaki dirinya sendiri. Menggeleng sekali lagi sebelum kembali menyalakan keran air hangat. Ia tidak ingin menyalakan keran air dingin, tidak ingin tambah ketakutan lagi. Tidak ada air hangat saja sudah cukup untuk membuat ketakutannya hari ini.
Zack menyelesaikan mandinya lebih cepat dari biasa. Segera keluar dan segera berpakaian, ia tidak ingin mengambil resiko kedinginan atau lebih buruk lagi membeku di dalam kamar mandi. Zack mengambil salah satu sweater untuk melapisi kaus lengan panjangnya. Tubuhnya masih saja merasakan kedinginan meski sudah berpakaian. Zack mengembuskan napas lega setelah sweater rajut itu terpasang di tubuhnya. Rasanya hangat, ia tidak perlu khawatir lagi akan membeku.
Zack segera keluar kamar dan menuju dapur. Ia perlu membuat secangkir kopi untuk membantunya tetap terjaga. Sungguh, keadaan seperti malam ini selalu membuatnya mengantuk. Seluruh tubuhnya terasa sakit dan lemas. Kulitnya juga semakin pucat, ia perlu berjemur bila sinar matahari sudah kembali nanti. Entah kapan itu semoga saja secepatnya.
Secangkir kopi sudah tersedia di meja pantry. Zack mengintip keluar melalui tirai pintu belakang rumahnya. Ia membuka tirai sedikit untuk mengetahui keadaan di luar sana. Anak-anak sudah tidak terlihat lagi, mungkin saja mereka sudah kelelahan dan tertidur atau bisa saja mereka sudah merasa bosan selalu malam hari. Jonah juga sudah tahu dak terlihat, halaman belakang rumah pria itu tampak lengang. Begitu juga dengan para tetangga lainnya. Semua orang lebih memilih berada di dalam rumah. Mungkin mereka baru menyadari atau baru merasakan sesuatu yang buruk tengah terjadi.
Astaga! Memikirkan itu Zack jadi merinding. Kejadian-kejadian seperti di film-film bergenre thriller yang pernah ditontonnya terbayang, membuatnya ketakutan sendiri. Biasanya para penjahat dan psikopat akan beraksi pada malam hari. Waktu yang sangat tepat seperti hari ini. Zack menggeleng pelan. Ia harus mengurangi menonton film-film berjenis seperti itu. Lama-lama otaknya akan dipenuhi kejadian-kejadian mengerikan di film itu. Ia tidak ingin depresi dan mati muda hanya karena menonton film. Lagipula sekarang siang hari, hanya sinar matahari saja yang tertutupi.
Zack menjauhi pintu belakang dapurnya. Kembali ke meja pantry dan menyesap kopi yang sudah tidak terlalu panas lagi, meski masih mengepulkan asap. Zack membawa kopinya ke ruang tengah di mana televisi berada, ia mencoba untuk menonton acara di televisi. Zack berharap ada berita baik dari orang-orang NASA.
Namun, yang diharapkan Zack tidak terjadi. Di televisi, semua program berita masih saja menyajikan topik bumi gelap gulita dan penyebabnya, tanpa ada solusi. Menurut reporter itu, pemerintah masih terus berusaha untuk mencari solusi masalah sinar matahari. NASA dan badan antariksa dari negara-negara maju lainnya masih menyelidiki penyebab merajuknya matahari sampai-sampai tak lagi menyinari bumi.
Zack mematikan televisi, melangkah menuju ruang tamu untuk kemudian membuka pintu, ia akan mengambil koran paginya. Keadaan di depan rumah sama saja dengan keadaan di belakang rumah. Hanya sedikit lebih ramai dengan kendaraan yang kadang melintas. Alis Zack berkerut tidak menemukan koran pagi di terasnya. Sekarang sudah jam 10 pagi, biasanya koran pagi akan tiba pada pukul 6 saat matahari baru terbit. Mustahil anjing tetangga mengambil koran paginya.
Tetangga sebelah rumahnya memiliki seekor anjing berjenis Golden Retriever yang tidak disukai Zack. Masalahnya anjing itu suka sekali mengambil barang-barang tetangga yang tertinggal di luar rumah kemudian menguburkannya di halaman belakang rumah tuannya. Pernah Zack tidak bisa mendapatkan koran paginya karena ulah anjing itu mengambil korannya lebih dulu. Sang pemilik anjing mengembalikan koran Zack satu jam kemudian dengan kondisi koran yang kotor dengan tanah dan basah terkena liur anjing. Sangat menjijikkan.
Namun, sepertinya kali ini ia kembali salah. Anjing berbulu keemasan itu tidak tampak di mana pun, mungkin berada di dalam rumah majikannya. Atau mungkin sang majikan yang tidak membiarkannya keluar rumah. Entahlah, Zack tidak terlalu peduli. Yang diinginkannya pagi ini adalah membaca koran di pagi yang gelap ini. Sepertinya bukan karena anjing tetangga ia tidak mendapatkan korannya pagi ini. Sepertinya karena ia belum membayar tagihan korannya untuk bulan ini.
Zack memutuskan kembali ke dalam rumah. Sebelumnya Zack menengadah, mengamati keadaan langit yang tanpa bintang. Zack mengembuskan napas. Berharap semoga matahari kembali bersinar seperti biasanya lagi.